Gedung tempat pertemuan bersejarah dalam dunia sains itu selalu sepi. Hampir tak ada orang yang mendatanginya. Tak seperti Grote Markt dan Manneken Pis (patung kecil bocah kencing) yang selalu dikunjungi orang.
Oleh
ANTONIUS TOMY TRINUGROHO, DARI BRUSSELS, BELGIA
·5 menit baca
Kota Brussels dikenal sebagai pusat pemerintahan Uni Eropa. Di ibu kota Belgia ini ada markas Komisi Eropa atau lembaga eksekutif UE. Ada pula markas Dewan Eropa (European Council) yang bertugas memberikan arahan bagi lembaga itu. Anggota Dewan Eropa ialah para pemimpin dari 27 anggota UE, antara lain Presiden Perancis Emmanuel Macron.
Gedung-gedung Komisi Eropa dan Dewan Eropa, tempat keputusan penting UE diambil, berlokasi di Bundaran Schuman. Namanya mengacu pada tokoh pendiri UE, Robert Schuman. Mantan Perdana Menteri Perancis ini turut aktif menggagas bersatunya Eropa setelah benua itu hancur akibat Perang Dunia II yang dipicu agresi militer Pemimpin Nazi Jerman Adolf Hitler.
Gedung parlemen Eropa juga berada di Brussels. Letaknya sekitar 1 kilometer dari Bundaran Schuman. Selain di Brussels, parlemen Eropa juga memiliki kantor di Strasbourg, Perancis.
Di tengah udara Brussels yang sejuk dan maksimal bersuhu 21 derajat celsius, pertengahan September lalu, tak banyak mobil berlalu lalang di kota itu. Orang rasanya tak terlalu memerlukan kendaraan pribadi di Brussels.
Transportasi umum di Brussels sangat memuaskan. Tinggal di belahan mana pun di kota ini, orang dapat mengakses angkutan umum dengan mudah. Sejauh-jauhnya, orang hanya harus berjalan sekitar 200 meter untuk mencapai halte bus dan trem. Dengan kata lain, halte tersebar sangat merata. Dari halte mana pun, orang dapat pergi ke mana saja dengan gampang.
Pembayaran transportasi dilakukan dengan kartu kredit dan kartu transportasi. Jika memakai kartu kredit, sekali naik ongkosnya sekitar 1,6 euro. Namun, dengan kartu transportasi yang bernama Mobib, biayanya turun menjadi hanya 1,2 euro sekali tap.
Mahasiswa di Brussels bahkan bisa menikmati transportasi umum dengan lebih murah lagi. Mereka cukup membeli kartu seharga 17 euro yang bisa dipakai 365 hari untuk pergi ke mana pun di Brussels.
Kebanyakan bangunan di Brussels berusia tua, dibangun akhir abad ke-19. Bangunan-bangunan itu menggunakan gaya arsitektur art nouveau yang berkembang pesat pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Art nouveau bercirikan antara lain penggunaan garis panjang mengalir, berliku-liku, dan lengkungan yang meniru apa yang ada di alam.
Dikelilingi gedung-gedung dan bangunan apartemen cukup tua, terasa sangat nyaman berjalan kaki di trotoar Brussels yang lebar dan pengendara mobil yang begitu menghargai penyeberang jalan. Berjalan kaki hingga berkilo-kilometer tetap terasa menyenangkan.
Taman Leopold
Ada banyak taman di Brussels. Salah satunya Taman Leopold, sekitar 1 kilometer dari tempat kami menginap di rumah yang bergabung dalam jaringan penyedia akomodasi Airbnb, di kawasan Etterbeek. Taman ini kami temukan secara tak sengaja saat berjalan kaki untuk berbelanja di sebuah supermarket. Ada kolam berair jernih di Taman Leopold dan sejumlah gedung tua.
Suasana taman sangat tenang pada pagi itu. Satu dua orang berlalu lalang di taman bukan untuk bersantai, tetapi untuk menuju tempat kerja. Hari itu memang hari kerja. Sejumlah orang melewati taman untuk memotong jalan.
Udara sangat segar di Taman Leopold dan Brussels, dengan indeks kualitas udara menurut AQI maksimal 30-an, berkategori sangat bagus (excellent).
Salah satu gedung yang menarik perhatian berdiri kokoh di tengah taman, dengan lapangan rumput membentang di depannya. Berwarna krem, bagian depan gedung didominasi kaca-kaca. Gedung ini seolah ingin sinar matahari masuk sebanyak mungkin.
Beberapa hari kemudian, kami mengunjungi kembali Taman Leopold dan khusus mendatangi gedung tua tersebut. Pintunya tertutup rapat. Tidak ada tulisan apa pun di sekitarnya, tetapi tak akan mengurangi rasa hormat siapa pun yang mengetahui peran gedung itu pada dekade-dekade awal abad ke-20.
Di gedung itulah, pada tahun 1927, ilmuwan fisika dan kimia paling top dunia berkumpul. Salah satu di antaranya Albert Einstein.
Mereka menghadiri pertemuan di tengah udara dingin musim gugur Brussels, 24-27 Oktober. Total ada 29 ilmuwan yang datang. Separuh di antaranya tercatat dalam sejarah sebagai peraih Nobel (bussines insider.com, 22/4/2016). Selain Einstein, ilmuwan yang menghadiri Konferensi Solvay ke-5 itu di antaranya Max Planck, Marie Curie, Niels Bohr, Erwin Schrodinger, Werner Heisenberg, Wolfgang Pauli, dan Louis de Broglie.
Dalam pertemuan, Einstein, penyusun teori relativitas umum, menyampaikan keberatannya terhadap teori kuantum yang pada saat itu masih sangat asing. Salah satu penyebabnya, teori kuantum menjungkirbalikkan pandangan sains tentang alam semesta. Saat itu, sains mendasarkan pandangan terhadap alam semesta pada prinsip Isaac Newton: segala sesuatu (partikel) dapat dipastikan posisinya asalkan kita memiliki informasi mengenai kondisi awalnya.
Dalam bahasa sederhana, berdasarkan fisika klasik, kita dapat mengetahui letak partikel (peluru dan sebagainya) setelah sekian detik ditembakkan asalkan kita mengetahui kecepatan awal, sudut penembakan, dan lain-lain. Sebaliknya, secara sederhana, kuantum menunjukkan, manusia tak bisa mengetahui pasti posisi dan kecepatan partikel. Kita hanya bisa menghitung probabilitas atau kemungkinannya. Hal ini terjadi bukan karena minimnya informasi, melainkan karena sudah sifat dasar alam semesta.
Konferensi Solvay Kelima 1927 merupakan lanjutan rangkaian pertemuan ilmuwan top di Brussels sejak 2011 (Konferensi Solvay Pertama). Pada pertemuan perdana ini, para ilmuwan membahas konsekuensi teori kuantum dan posisinya yang berseberangan dengan alam semesta Newton di Hotel Metropole yang masih berdiri sekarang.
Hotel tersebut berada beberapa ratus meter dari Grand Place (Grote Markt), lapangan yang dikelilingi bangunan-bangunan tua nan indah. Grote Markt merupakan tujuan utama turis asing di Brussels.
Solvay, yang melekat pada nama konferensi, tak lain bagian dari nama industriawan Belgia sekaligus seorang dermawan, Ernest Solvay. Dengan latar belakang memahami sains, terutama kimia, ia bersedia menjadi penyelenggara pertemuan penting dalam sejarah sains dunia, rangkaian konferensi fisika-kimia di Brussels. Solvay didukung penuh secara intelektual dan jaringan ilmuwan dari Walther Nernst, Direktur Institut Kimia-Fisika di Universitas Berlin (Franklin J Lambert, 2015, ”Einstein’s witches’ sabbath in Brussels: The legend and the facts”, The European Physical Journal).
Gedung tempat pertemuan bersejarah dalam dunia sains itu selalu sepi. Hampir tidak ada orang yang mendatanginya. Tak seperti Grote Markt atau Manneken Pis (patung kecil bocah kencing) yang hampir setiap hari dipenuhi turis di Brussels.
Namun, hari-hari kita sekarang dan akan datang terus menikmati apa yang diperdebatkan di gedung di Taman Leopold itu, yakni penerapan teori kuantum.