Pendidikan Vokasi Bawa Irlandia Bangkit dari Keterpurukan Ekonomi
Pemerintah Irlandia bersikap, pendidikan vokasi adalah kunci perbaikan nasib calon tenaga kerja. Investasi kepada masyarakat ini membuahkan hasil manis.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·5 menit baca
Irlandia, salah satu negara anggota Uni Eropa berusaha meningkatkan pengetahuan masyarakat Asia Tenggara akan potensi perekonomiannya. Pada saat yang sama, Irlandia juga ingin belajar dari negara-negara di Asia mengenai berbagai aspek yang bisa dikembangkan menjadi kerja sama untuk berbagai bidang. Oleh sebab itu, Direktur Eksekutif Institut Ekonomi dan Kajian Sosial atau ESRI Alan Barrett diutus Kementerian Luar Negeri Irlandia untuk mendatangi beberapa negara anggota Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN.
Barrett ditemui di Jakarta, Selasa (2/10/2023), dalam wawancara eksklusif dengan Kompas. Ia sudah tiga hari berada di Jakarta untuk bertemu dan berdiskusi, antara lain, dengan Foreign Policy Community Indonesia (FPCI), Universitas Binus,, dan Universitas Bakrie. Misinya ialah memperkenalkan perekonomian Irlandia dalam konteks bilateral dan sebagai anggota Uni Eropa (UE). Setelah dari Indonesia, ia akan mengunjungi Kuala Lumpur, Malaysia dan Hanoi, Vietnam.
Ketika ditanya mengenai kesan awalnya terhadap Jakarta, Barrett mengaku terkesan melihat skala besarnya kota Jakarta. ”Saya melihat ada begitu banyak kantor perusahaan asing. Setidaknya, dari permukaan, ini menunjukkan perkembangan perekonomian yang positif dan mudah-mudahan juga mengalir sampai ke seluruh penjuru Indonesia,” ujarnya.
Ia juga terkesan saat pertemuan dengan universitas dan lembaga penelitian ada banyak kehadiran peneliti dan akademisi muda. Menurut Barrett, di Eropa isu-isu kebijakan umumnya dibahas dengan pakar yang sudah berumur di atas 50 tahun. Ia menyikapi ini sebagai wujud besarnya penduduk angkatan muda di Indonesia yang juga bisa menjadi kekuatan pembangunan.
Barrett melihat perkembangan Indonesia sebagai negara yang relatif muda tetapi menunjukkan potensi ekonomi besar. Ia menjelaskan mengenai sejarah pertumbuhan Irlandia dari negara kecil dan miskin menjadi negara dengan perekonomian maju. Perusahaan-perusahaan global, antara lain, Meta, Google, dan sejumlah perusahaan farmasi memilih berkantor pusat di Dublin, Irlandia.
Salah satu alasannya ialah pajak perusahaan Irlandia yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain di UE. Selain itu, salah satu tawaran Irlandia dalam menarik para penanam modal dari luar negeri ialah sumber daya manusia yang terdidik dan terampil.
”Pemerintah Irlandia 50 tahun lalu menghitung bahwa investasi dengan balik modal dan keuntungan terbesar itu di sektor pendidikan. Oleh sebab itu, ada pembenahan lembaga pendidikan secara besar-besaran, terutama pendidikan vokasi,” kata Barrett.
Alasan dari pengambilan kebijakan pendidikan vokasi itu sejatinya tidak secara langsung demi menarik investor. Barrett menerangkan, Irlandia serupa dengan Indonesia dalam aspek jumlah warganya yang merantau ke luar negeri sangat besar. Di Irlandia, fenomena ini bahkan terjadi sejak abad ke-18. Orang-orangnya pergi merantau ke Inggris, negara-negara lain di Eropa, dan sampai pula ke Amerika Serikat.
Dari ratusan tahun lalu hingga pertengahan abad ke-20, mereka umumnya memiliki cerita pilu. Para tenaga kerja Irlandia kerap mengalami diskriminasi karena rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan mereka. Walhasil, di negara rantau mereka terjebak mengerjakan pekerjaan-pekerjaan kasar berupah rendah. Masyarakat lokal tidak jarang memperlakukan perantau Irlandia ini dengan buruk.
Atas dasar itu, pada 1950-an Pemerintah Irlandia mengambil sikap bahwa pendidikan vokasi adalah kunci perbaikan nasib para calon tenaga kerja. Jika mereka terlatih, harapannya di negara tujuan bisa memperoleh pekerjaan yang lebih terhormat dengan gaji layak.
Dari sisi pemberdayaan masyarakat, Irlandia juga mencapai kesetaraan jender berkat investasi pendidikan tersebut. Kami memiliki tenaga kerja yang baik dan ini menarik bagi investor.
Investasi kepada masyarakat ini membuahkan hasil yang manis. Tidak hanya para tenaga kerja yang ingin mengadu nasib di luar negeri yang berketerampilan, anak-anak muda yang memutuskan untuk tinggal di kampung halaman juga berpendidikan. Ini berpengaruh pada cara masyarakat melihat pola mereka bertani dan berternak sehingga ada upaya untuk meninggalkan cara-cara tradisional.
”Dari sisi pemberdayaan masyarakat, Irlandia juga mencapai kesetaraan jender berkat investasi pendidikan tersebut. Kami memiliki tenaga kerja yang baik dan ini menarik bagi investor,” papar Barrett.
Berkat investasi asing dan UE, Irlandia juga bisa mengembangkan perekonomian. Awalnya, negara tersebut mengekspor ternak hidup dan produk pertanian mentah. Investasi ini dipakai membangun industri peternakan dan pertanian modern sehingga Irlandia kini mengekspor produk jadi. Dari segi perdagangan bilateral, Irlandia tidak mengimpor bahan mentah. Mereka mencari produk jadi ataupun setengah jadi.
Meski begitu, Barrett mengatakan, prinsip ini tidak serta-merta bisa diterapkan di UE. Sebagai blok beranggotakan 27 negara, pembuatan kebijakannya lebih rumit dan memiliki banyak dampak di berbagai aspek. Komisioner Perdagangan Internal UE Thierry Breton, pekan lalu, mengatakan, UE harus lebih gesit mengamankan pasokan mineral dari negara-negara lain untuk kelanjutan energi mereka (Kompas.id, 29 September 2023).
Hal ini bertentangan dengan keinginan sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia, yang mengedepankan peralihan dari menjual bahan mentah ke mengekspor produk turunan. Sekadar menjual bahan baku tidak lagi mendatangkan keuntungan ekonomi yang signifikan untuk kemajuan teknologi dan perekonomian.
Terkait ini, Barrett mengatakan, ekonom pasti mengedepankan pasar bebas. Tindakan proteksi yang dilakukan sejumlah negara tidak menguntungkan bagi perekonomian global. Meskipun begitu, perdagangan bebas pun sekarang harus berlandaskan keadilan.
Ekonomi tidak lagi sekadar mencari laba, melainkan juga harus memastikan keberlanjutan produksi, lingkungan, dan mengecilkan kesenjangan sosial. ”Kunci dari perdagangan bebas ini adalah menyadari pasti ada ketimpangan. Tidak ada neraca perdagangan yang sepenuhnya imbang. Perlu kemudian diberlakukan pemberian kompensasi yang bisa ditujukan ke bidang-bidang lain,” tuturnya.
Mengenai kerja sama ekonomi bilateral Indonesia-Irlandia, Barrett berpendapat, belum mendalamnya eksplorasi kedua belah pihak justru menunjukkan potensi yang besar. Irlandia bisa menawarkan kerja sama di bidang teknologi, terutama layanan berbasis digital, keamanan siber, dan transisi energi. Dari Indonesia yang diminati ialah potensi produk-produk manufaktur yang berkualitas.