Korsel, Raksasa Baru Produsen Senjata Global
Sedikit lagi, Korsel akan menjadi produsen persenjataan terbesar di dunia. Janji produksi lebih cepat dan harga lebih murah menjadi nilai lebih Korsel dibandingkan negara produsen senjata lainnya.

Pesawat tak berawak milik militer Korea Selatan terbang dalam formasi selama latihan militer bersama Korsel-AS di Lapangan Pelatihan Kebakaran Seungjin di Pocheon, 25 Mei 2023.
SEOUL, SENIN — Kesepakatan penjualan persenjataan dari Korea Selatan ke Polandia senilai 13,7 miliar dollar AS atau sekitar Rp 205 triliun menjadi salah satu tonggak penting bagi negeri ginseng masuk ke dalam kompetisi produsen persenjataan di dunia. Kesepakatan pertahanan kedua negara ini akan memenuhi kebutuhan Eropa akan persenjataan hingga bertahun-tahun ke depan.
Penjualan persenjataan Korsel melonjak dari 7,25 miliar dollar AS pada 2021 menjadi 17 miliar dollar AS pada 2022. Lonjakan ini terjadi ketika negara-negara Barat membeli senjata di tengah perang Ukraina.
Kesepakatan jual-beli persenjataan antara Korsel dan Polandia pada tahun lalu mencakup ratusan peluncur roket Chunmoo, tank K2, howitzer self-propelled K9, dan pesawat jet tempur FA-50. Nilai kesepakatan dan jumlah senjata yang diproduksi membuat Korsel menonjol bahkan di antara para pemain pertahanan terbesar di dunia.
Baca juga: Korsel Berambisi Jadi Pemimpin Global Industri Alutsista
Kemitraan Korsel-Polandia bisa membawa keduanya menaklukkan pasar persenjataan Eropa. Korsel dianggap menyediakan senjata berkualitas tinggi yang lebih cepat ketimbang negara lain. Sementara Polandia menawarkan kapasitas produksi dan akses penjualan ke Eropa.
Dari pengakuan 13 eksekutif perusahaan dan pejabat pemerintah, kesepakatan ini memberikan cetak biru untuk menggunakan kemitraan dan konsorsium publik-swasta internasional untuk memperluas jangkauan Korsel. Skema ini sekaligus menjadi platform Koresl dalam mencapai ambisinya untuk menjadi salah satu pemasok senjata terbesar di dunia.
”Ceko, Romania, Slowakia, Finlandia, Estonia, Latvia, Lituania, dan lainnya berpikir untuk membeli produk pertahanan hanya di Eropa. Tetapi sekarang orang sudah tahu bisa membeli dengan harga murah dan produksinya lebih cepat dari perusahaan Korea,” kata Direktur Hanwha Aerospace Oh Kyeahwan yang terlibat dalam kesepakatan dengan Polandia.

Tank K-2 buatan Korea Selatan ditembakkan selama latihan militer gabungan Korsel-AS di Lapangan Pelatihan Kebakaran Seungjin di Pocheon, 25 Mei 2023.
Namun, perusahaan Korsel tidak menyebutkan harga persenjataan mereka per unit yang sering dijual bersamaan dengan kendaraan pendukung beserta suku cadangnya. Hanwha Aerospace sudah memiliki 55 persen pangsa pasar howitzer global. Menurut penelitian NH Research & Securities, kesepakatan dengan Polandia tersebut akan membuat pangsa pasar produk Korsel meningkat menjadi 68 persen.
Direktur Kantor Proyek Ekspor di Grup Persenjataan Polandia milik negara, Lukasz Komorek, menyatakan, kesepakatan itu membentuk konsorsium perusahaan Korsel dan Polandia. Selanjutnyua konsorsium akan membangun senjata, memelihara pesawat jet tempur, dan menyediakan kerangka kerja untuk memasok negara-negara Eropa lainnya.
Itu termasuk membangun senjata Korsel dengan lisensi di Polandia. Menurut rencana, 500 dari 820 tank dan 300 dari 672 howitzer akan dibangun di pabrik-pabrik Polandia mulai 2026. ”Kami tidak ingin hanya berperan sebagai subkontraktor, penyedia transfer teknologi, dan pembeli. Kami berdua bisa bersinergi dan menggunakan pengalaman kami untuk menaklukkan pasar Eropa,” kata Komorek.
Baca juga: Australia Perkuat Postur Militer dengan Belanja Persenjataan dari Korsel
Analis pertahanan dan kedirgantaraan di Agency Partners yang berbasis di Inggris, Sash Tusa, mengatakan, meskipun kedua negara memiliki industri pertahanan yang mapan, rencana jangka panjang akan menghadapi rintangan. Alasannya, situasi politik bisa berubah dan mengurangi permintaan persenjataan seperti tank dan howitzer.
Bahkan jika produksi dan permintaan tetap bisa bertahan, negara-negara di Eropa mungkin ingin membuat kesepakatan sendiri dengan Korsel seperti yang dimiliki Korsel dan Polandia. Sebab, perjanjian produksi bersama itu akan bisa menciptakan lapangan kerja dan merangsang industri di setiap negara Eropa.
Produksi lebih cepat menjadi janji Korsel. Di pabrik Hanwha Aerospace, ada enam robot otomatis berukuran besar dan lebih dari 150 pekerja yang sedang membuat K9 seberat 47 ton untuk Polandia.

Helikopter Surion milik militer Korea Selatan menembakkan suar selama latihan bersama militer Korsel-AS di Seungjin Fire Training Field di Pocheon, 25 Mei 2023.
Senjata self-propelled menggunakan amunisi 155 mm standar NATO itu memiliki sistem kontrol tembakan terkomputerisasi. Senjata itu juga dirancang untuk mudah diintegrasikan ke dalam jaringan komando dan kontrol, serta menawarkan kinerja yang setara dengan opsi Barat yang lebih mahal.
Kekuatan besar seperti Australia dan India juga mengoperasikannya. Untuk memenuhi tingginya permintaan, perusahaan akan menambah sekitar 50 pekerja lagi dan lebih banyak jalur produksi.
Robot menangani sekitar 70 persen pekerjaan pengelasan pada K9 dan merupakan kunci untuk memperluas kapasitas. Mereka beroperasi rata-rata delapan jam per hari tetapi bisa bekerja sepanjang waktu jika memang diperlukan. Pada dasarnya, perusahaan itu bisa memenuhi berapa pun jumlah pesanan yang masuk.
Baca juga: Pengembangan Pesawat Tempur
Tawaran Korsel untuk menyediakan senjata lebih cepat menjadi pertimbangan utama. Pengiriman pertama 10 K2 dan 24 K9 tiba di Polandia pada Desember. Itu hanya beberapa bulan setelah kesepakatan ditandatangani. Setidaknya ada lima tank lagi dan 12 howitzer tambahan yang sudah dikirim sejak itu.
Sebaliknya, Jerman, produsen persenjataan besar lainnya, belum mengirimkan satu pun dari 44 tank Leopard baru pesanan Hongaria pada 2018. ”Ketertarikan pada tawaran Korsel mungkin muncul mengingat terbatasnya kapasitas produksi industri pertahanan Jerman yang menjadi pemasok senjata utama di kawasan itu,” kata analis di Institut Urusan Internasional Polandia, Oskar Pietrewicz.
Ini yang diyakini akan menjadi nilai jual bagi klien masa depan. Hubungan dekat antara militer Korsel dan industri persenjataannya juga memungkinkan mereka mengatur ulang pesanan domestik untuk memberi ruang bagi produksi ekspor sekaligus memperluas produksi di basis manufaktur Korsel.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2018%2F01%2F23%2F9f22aa7f-f60c-4041-8196-867f65e7f83c_jpeg.jpg)
Model pesawat tempur KF-X ini ditampilkan di bagian depan perusahaan penerbangan Korea Aerospace Industries (KAI) di Sacheon, Korea Selatan. Riset untuk pembuatan prototipe pesawat tempur generasi 4,5 ini masih berlangsung sampai 2021. Adapun proyek dijadwalkan rampung pada 2026 dengan produksi 250 pesawat tempur untuk Korea dan Indonesia.
Nilai jual yang lain adalah persenjataan Korsel dirancang agar kompatibel dengan sistem persenjataan Amerika Serikat dan NATO. Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI) menyebutkan Korsel menjadi pemasok senjata terbesar ketiga (4,9 persen) untuk NATO.
Di urutan pertama adalah AS dengan pangsa pasar mencapai 65 persen. Di urutan kedua adalah Perancis dengan pangsa pasar senesar 8,6 persen. SIPRI juga menyebutkan penjualan senjata Korsel di Asia menyumbang 63 persen dari ekspor pertahanannya pada 2018-2022.
Pejabat di Seoul mengatakan, mereka meminta Polandia memproduksi senjata Korsel di Polandia agar lebih mudah dikirimkan ke pelanggan di Eropa. Pernyataan tertulis Kementerian Pertahanan Korsel menyebutkan Korsel mempromosikan diplomasi militer dan kerja sama pertahanan.
Kini, Korsel juga tengah mengembangkan pesawat jet tempur KFX dengan Indonesia. Polandia tampaknya tertarik dengan proyek ini.
Dengan demikian, hubungan Korsel dengan negara pembeli bisa berkembang menjadi tingkat kemitraan, lebih dari sekadar hubungan antara penjual dan pembeli. Kyeahwan mengatakan Hanwha Aerospace berhasil membuat manajemen berbagi teknologi di India, Mesir, dan Turki. Dengan berbagi teknologi itu, maka tidak akan ada masalah terkait kapasitas.
Kini, Korsel juga tengah mengembangkan pesawat jet tempur KFX dengan Indonesia. Polandia tampaknya tertarik dengan proyek ini. Malaysia pada tahun ini juga membeli FA-50 senilai hampir 1 miliar dollar AS. Korsel sedang dalam proses memenangi kesepakatan 12 miliar dollar AS untuk memasok kendaraan tempur infanteri Australia berikutnya.
”Negara-negara Asia melihat kami sebagai mitra yang sangat menarik untuk kesepakatan pertahanan karena kami berusaha menghindari ketegangan yang meningkat. Kami ini sekutu AS tetapi bukan AS,” kata seorang diplomat di Seoul. (REUTERS)