Perdagangan Global Tumbuh 2,7 Persen pada 2022, Luput dari Skenario Terburuk
Pertumbuhan itu jauh lebih tinggi dari skenario pemismis WTO pada April 2022, yang memperkirakan pertumbuhan volume perdagangan global hanya 0,5 persen.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·3 menit baca
Volume perdagangan barang dunia pada tahun 2022 tumbuh 2,7 persen. Pertumbuhan ini lebih rendah dari perkiraan pada Oktober 2022, tetapi lebih baik dari skenario terburuk. Selain itu, tidak ada tanda-tanda decoupling antara Barat dan Timur, khususnya AS dan China.
Demikian dikatakan Direktur Jenderal Perdagangan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Ngozi Okonjo-Iweala kepada televisi Bloomberg, Rabu (5/4/2023). Perkembangan perdagangan global 2022 juga bisa dilihat dari laporan WTO pada hari yang sama bertema ”Global Trade Outlook and Statistics”.
Pertumbuhan volume perdagangan barang global pada 2022 sempat diperkirakan tumbuh 3,5 persen berdasarkan perkiraan WTO pada Oktober 2022. Optimisme WTO saat itu muncul karena selama tiga kuartal pertama 2022, volume perdagangan barang global naik 4,2 persen. Akan tetapi, pada kuartal keempat 2022 terjadi penurunan pertumbuhan perdagangan menjadi 2,4 persen sehingga total pertumbuhan sepanjang 2022 sebesar 2,7 persen.
Meski demikian, pertumbuhan volume 2,7 persen itu tidak jauh dari skenario pertumbuhan 3 persen, yang diperkirakan WTO, pada April 2022. Pertumbuhan ini jauh lebih tinggi dari skenario pesimistis WTO pada April 2022, yang memperkirakan pertumbuhan volume perdagangan global hanya 0,5 persen.
Skenario pesimistis itu tadinya didasarkan pada anjloknya perdagangan akibat invasi Rusia ke Ukraina dan perseteruan geopolitik China dengan AS, serta terhambatnya perdagangan global akibat efek pandemi Covid-19 di China. Faktor lain di balik skenario pesimistis itu adalah kenaikan suku bunga di AS dengan potensi penurunan ekonomi.
Okonjo-Iweala terlihat sangat bahagia saat berbicara tentang perkembangan baik tersebut. ”Tidak ada efek decoupling jika dilihat dari perkembangan data perdagangan global,” katanya. Dari data yang tersedia, perdagangan AS dengan China juga tidak menurun sebagaimana dikhawatirkan sebelumnya.
”Perdagangan bahan pangan yang sangat ditakutkan sebelumnya akan menurun akibat invasi Rusia, jika tidak buruk, meski kewaspadaan tentang isu ini tetap menjadi perhatian,” kata Okonjo-Iweala.
Tertinggi dalam sejarah
Dirjen WTO menambahkan, jika dilihat dari sisi nilai, perdagangan barang global naik 12 persen menjadi 25,3 triliun dollar AS. Kenaikan ini terdorong karena kenaikan harga komoditas global. Perdagangan komersial, barang tak berwujud, juga naik 15 persen pada 2022 menjadi 6,8 triliun dollar AS.
Total nilai perdagangan global dengan demikian mencatatkan angka tertinggi sepanjang sejarah pada 2022, yakni 32,1 triliun dollar AS. Di balik kenaikan itu, ada kenaikan besar perdagangan terkait komputer dan peralatannya, komoditas pertanian. Untuk perdagangan komersial, jasa digital memberi kontribusi terbesar, yakni 3,82 triliun dollar AS, pada 2022.
Hanya saja untuk melihat perdagangan riil barang dan jasa, tetap lebih akurat dengan menilai volume. Ukuran volume ini ada yang menggunakan indikator (twenty-foot equivalent unit/TEU), tetapi pada umumnya diukur dengan menghilangkan efek inflasi (deflator).
Dilihat dari sisi kawasan, perdagangan global naik tinggi di Timur Tengah pada 2022, diikuti Amerika Utara, Eropa, Amerika Latin, Afrika, dan Asia. Jika dilihat per negara, dari 30 negara pedagang terbesar di dunia, 13 negara ada di Asia dan Pasifik. Indonesia termasuk ada di dalamnya.
Untuk 2023, Dirjen WTO juga optimistis bahwa perdagangan global akan naik 1,7 persen, atau lebih tinggi dari 1 persen yang diperkirakan WTO pada Oktober 2022. Perkiraan ini didasarkan pada asumsi bahwa kenaikan suku bunga di AS akan menurunkan pertumbuhan ekonomi global.
Akan tetapi pada 2024, WTO memperkirakan volume perdagangan global akan pulih lebih baik dengan pertumbuhan 3,2 persen sehubungan dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi global. Meski demikian, Dirjen WTO tetap mengingatkan potensi perseteruan geopolitik yang bisa menurunkan volume perdagangan global. (AFP/AP/REUTERS)