Produsen Barat Eksodus, China Kuasai Pasar Otomotif Rusia
Sanksi ekonomi atas Rusia telah memaksa industri otomotif sekutu Amerika Serikat hengkang dari Rusia. Ceruk yang ditinggalkan diisi oleh produk otomotif China.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
MOSKWA, SABTU — Eksodus besar-besaran produsen otomotif dunia dari Rusia membuat China menjadi penguasa pasar di negara itu. Saat ini, China menguasai hampir separuh pasar otomotif Rusia yang bernilai hampir 10 miliar dollar Amerika Serikat.
Data yang dikeluarkan oleh perusahaan statistik Autostat dan perusahaan konsultan PPK memperlihatkan bahwa pabrikan otomotif China telah menguasai lebih dari 40 persen pasar otomotif Rusia saat ini. Produsen otomotif China yang menyumbang angka penjualan terbesar adalah Haval, Chery, Geely.
”Ya, mereka hampir tidak memiliki pesaing lagi di sini,” kata pakar industri otomotif, Sergey Aslanyan.
Data Autostat memperlihatkan, produk otomotif China saat ini telah menguasai sektiar 37,15 persen pasar Rusia pada periode Januari-Februari 2023. Persentase penguasaan pasar ini naik sekitar enam kali lipat dari periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 9,48 persen. Sebaliknya, penjualan produk otomotif Eropa, Jepang, dan Korea turun drastis, dari 70 persen menjadi hanya 22,6 persen pada periode yang sama.
Moncernya penjualan mobil China tidak lepas dari sanksi ekonomi yang dijatuhkan negara-negara Barat, termasuk produsen otomotif besar dunia, terhadap Rusia setelah negara ini menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022.
Dikutip dari laman media otomotif Drive.com.au, raksasa otomotif Jerman dan AS, yaitu Mercedes-Benz dan Ford, pada Oktober lalu mengumumkan keputusan mereka keluar dari pasar otomotif Rusia.
Mercedes-Benz secara penuh menarik diri dari Rusia dan menjual sahamnya secara penuh kepada Avtodom, sebuah rantai dealer mobil di negara itu. Avtodom akan beroperasi di bekas fasilitas produksi Mercedes-Benz di Esipovo, tidak jauh dari Moskwa.
Dibuka pada 2019, pabrik Esipovo memproduksi sedan E-Class untuk pasar Rusia. Satu fasilitas produksi lainnya di Nizhny Novgorod khusus memproduksi van Sprinter Classic.
Sementara Ford menyatakan, mereka tetap membuka opsi bisa membeli kembali saham tersebut dalam periode lima tahun ke depan. Sebelumnya, perusahaan asal Amerika Serikat itu telah menjual 49 persen sahamnya di Ford Sollers, perusahaan patungan dengan investor Rusia.
Ford Sollers didirikan bersama para pengusaha Rusia untuk mendukung produksi dan distribusi kendaraan Ford di negara itu. Ford sendiri mulai memproduksi kendaraannya di Rusia sejak 2002 dengan produk hatch-back-nya, yaitu Ford Focus, untuk pasar Rusia. Menyusul kemudian Mondeo pada 2009 dan produk lainnya, seperti Kuga, Expllorer, Galaxy, S-Mac, dan Fiesta. Rusia menjadi basis produksi Ford untuk wilayah Eropa Timur.
Keputusan itu menyusul keputusan serupa yang diambil oleh Toyota, Honda, BMW, Nissan, dan Renault yang menghentikan operasi mereka di Rusia. Pada April 2022, Renault menjual 68 persen sahamnya di perusahaan patungan AvtoVAS, yang digagasnya dengan Lada, perusahaan otomotif Rusia.
Sementara Toyota menjual pabriknya di Saint Petersburg dan mengumumkan bahwa mereka tidak akan lagi mengirim mobil ke Rusia. Produsen otomotif Ceko, Skoda Auto, yang merupakan bagian dari grup otomotif Jerman, Volkswagen, sedang dalam tahap akhir kesepakatan untuk menjual aset Rusia setelah sanksi Barat pascainvasi Rusia ke Ukraina.
Masifnya produk otomotif China masuk ke Rusia dan berkurangnya produk Eropa membuat calon konsumen mulai melirik produk asal Negeri Tirai Bambu itu. Alexander (74) megaku tengah mempertimbangkan untuk membeli produk China meski mensyaratkan produk itu harus mencakup teknologi berkendara Swedia. Incarannya adalah Tugella, salah satu produk Geely, yang masih memiliki kaitan dengan Volvo (pabrikan mobil Swedia).
”Ini mungkin kendaraan yang cocok bagi saya,” katanya. Dia meyakini, meski produk China, seiring dengan waktu, keandalannya akan meningkat. Apalagi, dengan embel-embel penggunaan teknologi Eropa di dalamnya, akan semakin mengangkat produk China.
Pendapat beda datang dari Stephen (28) yang sering menumpang produk otomotif China saat menggunakan layanan carsharing atau ride sharing (semacam GoCar, Uber atau Grab). Dia masih mempercayai produk otomotif Eropa dibandingkan dengan produk otomotif China.
”Saya berhasil membeli Skoda pada 2022. Jika Anda menginginkan pendapat jujur saya, perbedaannya (dengan mobil China) sangat besar,” katanya kepada Reuters di dealer Favorit Motors Moskow.
Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev, setelah kunjungan ke China pada Desember lalu, Jumat (24/3/2023), mengatakan, kerja sama dengan pabrikan China terbuka sangat lebar untuk mengisi pasar yang ditinggalkan produk otomotif negara-negara Barat. Dia juga menyebut persepsi konsumen sudah ketinggalan zaman.
”Kita biasa menertawakan beberapa desain mereka (produk otomotif China). Tetapi, saya pergi dengan mobil lokal dan melihat yang lain. Saya akan mengatakan terus terang: mobil yang saya kendarai pasti tidak lebih buruk dari Mercedes,” katanya.
Pabrikan otomotif China tidak sekadar menjadikan Rusia sebagai tujuan ekspor mereka, tetapi menjadi basis produksi karena potensi yang dinilai cukup besar. Haval China, misalnya, kini telah memproduksi kendaraan mereka di Rusia.
Akan tetapi, harga produk otomotif China yang mengisi ceruk yang ditinggalkan produsen otomotif negara-negara Barat tidak terlalu murah untuk ukuran Rusia.
Sementara, Moskvich, produk otomotif asli Rusia yang dikenal di era Soviet, dihidupkan kembali menggunakan suku cadang mesin, desain, dan teknik dari JAC China. Kondisi ini mirip dengan pabrikan Esemka di Indonesia yang menggandeng pabrikan otomotif China, Shineray, untuk produk kendaraan listrik berbasis baterai (BEV), Bima EV.
Akan tetapi, harga produk otomotif China yang mengisi ceruk yang ditinggalkan produsen otomotif negara-negara Barat tidak terlalu murah untuk ukuran Rusia. Mobil produk Rusia dijual dengan harga lebih rendah, sampai maksimal sekitar 1,5 juta rubel atau sekitar 23.961 dollar AS (Rp 363.722 juta). Adapun mobil China dijual dengan harga di atas 2,5 juta rubel atau sekitar Rp 491.034 juta.
”(Orang Cina) membawa banyak mobil. Akan tetapi, jika kita berbicara tentang harga, bukan kualitas, tidak ada mobil murah sama sekali,” kata Maxim Kadakov, pemimpin redaksi Behind the Wheel. (REUTERS)