Perbankan AS dalam Posisi Sangat Berbahaya, Perbankan Asia Aman (Bagian 1)
”Dengan total modal perbankan AS sebesar 2,2 triliun dollar AS, kerugian 620 miliar dollar AS tersebut telah menyebabkan kemerosotan permodalan perbankan AS sebesar 28 persen,” kata Roubini.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·5 menit baca
AFP/PATRICK T. FALLON
Logo SVB Private terpampang di sebuah anjungan tunai mandiri di luar cabang Silicon Valley Bank di Santa Monica, California, Amerika Serikat, 20 Maret 2023.
Sistem perbankan AS sekarang dalam posisi bahaya ekstrem. Otoritas moneter AS tidak bisa berbuat banyak untuk mengatasi situasi tersebut. Sebaliknya, situasi yang dihadapi sistem perbankan Asia sangat berbeda karena memiliki daya tahan kuat, pertumbuhan ekonomi tinggi. Perbankan Asia juga relatif kuat menghadapi efek domino krisis perbankan AS.
Posisi bahaya ekstrem dalam sistem perbankan AS itu diutarakan ekonom AS, Nouriel Roubini, dalam wawancara dengan televisi Bloomberg, Jumat (17/03/2023). Ia katakan, kenaikan suku bunga oleh bank sentral AS, The Fed, sejak Maret 2022, telah membuat posisi permodalan perbankan AS melemah drastis. Sejak Maret 2022, The Fed telah menaikkan suku bunga inti dari 0,25 persen menjadi 4,75 persen.
Potensi pelemahan permodalan itu terjadi karena perbankan AS menempatkan banyak dana nasabah dan asetnya ke dalam bentuk obligasi terbitan Pemerintah AS, seperti yang dilakukan Silicon Valley Bank (SVB) yang sudah bangkrut pada 8 Maret lalu. Kemandekan perekonomian AS turut mendorong perbankan memegang obligasi, yang sebenarnya aman dan menjadi sumber pendapatan. Namun, masalah muncul karena nilai obligasi tergantung pergerakan suku bunga. Jika suku bunga naik, nilai obligasi menurun dan hal sebaliknya terjadi jika suku bunga turun.
Roubini mengingatkan kembali pernyataan Ketua Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Martin Gruenberg bahwa kenaikan suku bunga telah menyebabkan penurunan nilai obligasi yang dipegang perbankan AS sebesar 620 miliar dollar AS. ”Dengan total modal perbankan AS sebesar 2,2 triliun dollar AS, kerugian 620 miliar dollar AS tersebut telah menyebabkan kemerosotan permodalan perbankan AS sebesar 28 persen,” kata Roubini.
Total aset perbankan AS sekarang ini sebesar 23 triliun dollar AS. Jika sebagian porsi aset itu ditempatkan dalam bentuk obligasi dan dipastikan demikian, kenaikan suku bunga akan terus mengurangi nilai aset perbankan AS tersebut.
Itu baru kerugian satu sisi. Kerugian lain yang juga muncul di dalam sistem perbankan ataupun nonperbankan adalah lembaga keuangan dan nonkeuangan AS memiliki utang yang menumpuk. Kenaikan suku bunga turut menaikkan beban utang korporasi AS. Badai sempurna sedang mendera lembaga keuangan dan nonkeuangan AS.
Menghadapi simalakama
KEVIN DIETSCH/GETTY IMAGES/AFP
Salah satu logo Federal Reserve difoto pada 21 Maret 2023 di Washington DC, Amerika Serikat. Komite Pasar Terbuka The Fed bertemu untuk memutuskan kemungkinan kenaikan suku bunga acuan di tengah krisis perbankan setelah kebangkrutan sejumlah bank.
Pertanyaan selanjutnya, apakah masalah akan hilang atau berkurang jika The Fed menghentikan kenaikan suku bunga atau menurunkan kembali suku bunga? Roubini mengatakan, penurunan suku bunga yang artinya menambah jumlah uang beredar juga tidak akan menyelesaikan masalah perbankan, korporasi, dan perekonomian AS.
Penghentian kenaikan suku bunga atau bahkan menurunkannya akan membuat perekonomian AS kembali menghadapi tekanan inflasi tinggi. Angka inflasi AS pada Februari 2023, berdasarkan indeks harga konsumen (IHK), sebesar 6 persen jika dibandingkan dengan Februari 2022. Inflasi pada Februari 2023 ini menurun dari 6,4 persen yang tercatat pada Januari 2023 (dibandingkan dengan Januari 2022).
Roubini melanjutkan, inflasi 6 persen tersebut masih tinggi dan jauh di atas target 2 persen. Jika kenaikan suku bunga dihentikan, inflasi spiral menjadi ancaman lain yang juga berat bagi perekonomian AS. Inflasi, apalagi jika berkembang menjadi inflasi spiral, sama bahayanya bagi perekonomian dan merugikan rakyat berpendapatan tetap. Kekacauan dalam perekonomian bisa muncul jika inflasi spiral menerpa.
Roubini berpendapat, situasi yang dihadapi AS sekarang ini mirip buah simalakama, tidak ada jalan keluar. Ia tetap berpendapat, seperti yang telah ia utarakan sejak 2021, ekonomi AS akan menghadapi resesi besar, ditandai dengan stagnasi dan inflasi. Ia sebutkan, resesi itu akan berlangsung lama. ”Sudah terlambat menemukan solusi untuk mencegah resesi keras dan tekanan berat dalam sistem keuangan,” kata Roubini.
Akar masalah AS adalah terlalu lama membiarkan suku bunga rendah, diiringi ketidakdisiplinan perbankan AS dalam mengelola perbankan. Bank Sentral AS terlambat menaikkan suku bunga walau gejala inflasi sudah mulai terjadi pada 2021.
Selain efek ekonomi makro yang tidak kondusif, para bankir AS juga terjebak karakter tamak dan menjalankan perbankan dengan penuh risiko. Mantan Ketua FDIC Sheila Bair dengan jelas menyebutkan, para bankir menjalankan perbankan tanpa sepenuhnya mengindahkan risiko bisnis. Ketidakdisiplinan ini juga merupakan buah dari pengawasan perbankan yang melemah sejak 2018, sebagaimana sudah diutarakan Gruenberg pada 2019.
186 bank mirip SVB
Laporan dari hasil sebuah studi juga mendukung pernyataan Roubini. Laporan yang muncul di media elektronik, Social Science Research, 13 Maret, menyebutkan, kini di AS ada 186 bank yang berpotensi mengalami nasib serupa dengan SVB.
Laporan tersebut disusun para ekonom dari Stanford University, Columbia University, Northwestern University, dan University of Southern California. Para ekonom tersebut mendalami sampel perbankan AS dan mendalami posisi keuangan perbankan dan komposisi deposito bank-bank tersebut.
Hasilnya, setidaknya 186 bank di AS mengucurkan dana-dana nasabah ke dalam bentuk obligasi dan sejenisnya. Nilai-nilai aset dalam bentuk obligasi ini pun merosot, seperti dialami SVB. Juga ditelaah serta ditemukan bahwa 186 bank tersebut memiliki deposito yang tidak diasuransikan, mirip dengan SVB.
Sebagaimana diketahui, mayoritas deposito di SVB tidak diasuransikan karena pada umumnya berjumlah di atas 250.000 dollar AS. Lembaga penjaminan simpanan di AS, FDIC, hanya menjamin deposito maksimal sebesar 250.000 dollar AS. Hal itulah penyebab deposan menyerbu SVB, setelah berita kebangkrutannya tersebar. Laporan para ekonom tersebut menyebutkan, jika separuh saja deposan pada 186 bank tersebut menarik dana, krisis mirip SVB sudah pasti terjadi.
Menkeu Yellen menjamin
CHIP SOMODEVILLA/GETTY IMAGES/AFP
Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengungkapkan proposal anggaran federal pemerintahan Presiden Joe Biden untuk tahun fiskal 2024 di hadapan Komite Keuangan Senat di Dirksen Senate Office Building di Capitol Hill, 16 Maret 2023 di Washington DC.
Namun, laporan tersebut mengasumsikan, krisis terjadi jika Pemerintah AS tidak bertindak apa pun. Untungnya, Menteri Keuangan AS Janet Yellen, Selasa (21/3) di Washington, di hadapan American Bankers Association telah menyatakan, ”Demi menjaga efek sistemik, pemerintah akan menjamin semua simpanan nasabah.”
”Penting sekarang ini menjaga dinamika sistem perbankan,” katanya. Hal itu perlu untuk mendukung perekonomian agar berjalan seperti biasa.
Akan tetapi, jaminan yang dinyatakan Pemerintah AS tetap tidak menyelesaikan akar masalah. Kepemilikan obligasi oleh sistem perbankan AS tetap membuat posisi keuangan perbankan terus terancam kerugian. Ini sudah pasti terjadi di tengah kecenderungan kenaikan suku bunga untuk meredam inflasi.
Hal itulah pula yang membuat AS belum terhenti dari krisis perbankan walau berbagai tindakan telah dilakukan untuk menenangkan situasi. Bahkan, efek kebangkrutan SVB telah turut mendera Credit Suisse, bank asal Swiss.
Pertanyaan kemudian berlanjut hingga ke kawasan Asia. Apakah sistem perbankan Asia akan menghadapi efek domino seperti dialami Credit Suisse? Sajian pada tulisan bersambung berikutnya menyimpulkan fondasi perbankan Asia sangat aman. (REUTERS/AP/AFP)