Credit Suisse Selamat Setelah Berada di Ujung Tanduk
Bank Sentral Swiss akhirnya menyelamatkan Credit Suisse. Meski demikian, kepercayaan masyarakat terhadap perbankan terlanjur menurun.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR, SIMON P SARAGIH S
·4 menit baca
SPENCER PLATT/GETTY IMAGES/AFP
Warga berjalan melintasi kantor pusat Credit Suisse di New York, Amerika Serikat, 15 Maret 2023. Bank Sentral Swiss menyuntikkan dana hingga 54 miliar dollar AS untuk menyelamatkan Credit Suisse setelah sahamnya anjlok hingga 24 persen.
ZURICH, KAMIS — Saham bank Credit Suisse melesat 40 persen pada Kamis (16/3/2023) sore setelah satu hari sebelumnya anjlok 24 persen. Kenaikan ini berkat suntikan dana likuiditas dari Bank Sentral Swiss atau SNB sebesar 50 miliar frank atau Rp 827,9 triliun. Walhasil, saham-saham bank di Eropa ikut terkerek.
SNB akhirnya mengucurkan dana bantuan untuk Credit Suisse, bank terbesar kedua di negara tersebut dan bank pemodalan usaha terbesar kedelapan di dunia. Dalam keterangan resmi Credit Suisse, dana pinjaman itu akan dipakai untuk membiayai operasional inti bank tersebut dan untuk likuiditas jangka pendek. ”Kami akan menyederhanakan operasional dan menjadikan Credit Suisse fokus pada kebutuhan nasabah,” demikian kutipan pernyataan bank tersebut.
Pada Rabu (14/3/2023), saham Credit Suisse anjlok 24 persen. Gara-gara itu, bank-bank lain di Eropa ikut terseret. Saham Societe Generale turun 12 persen, BNP Paribas turun 10 persen, Deutsche Bank turun 8 persen, dan Barclays juga turun 8 persen.
Disebutkan, penyebab anjloknya saham Credit Suisse adalah keengganan investor utama mereka, Bank Nasional Saudi, yang memegang 9,8 persen saham, mengucurkan lebih banyak modal. Alasannya, apabila mereka memegang saham di atas 10 persen, aturan Pemerintah Swiss atas mereka juga lebih ketat sehingga Bank Nasional Saudi menghindari hal ini. ”Lagi pula, persoalan yang ada di dalam Credit Suisse sudah terjadi lebih lama dibandingkan dengan keputusan kami tidak menambah modal,” kata Direktur Utama Bank Nasional Saudi Ammar Al-Khudary.
Logo Credit Suisse terlihat di kantor cabang Geneva, Swiss, 15 Maret 2023.
Credit Suisse telah mengalami penurunan 80 persen valuasi sejak 2021 akibat kebangkrutan yang dialami para nasabahnya, terutama Greensill dari Inggris. Sebesar 10 miliar dollar AS pinjaman Credit Suisse terjerat pada perusahaan Inggris itu. Credit Suisse juga terjebak kemacetan pinjaman di Archegos, sebuah Lembaga keuangan AS.
Saham bank tersebut kini tinggal 1,697 frank Swiss per lembar, turun drastis dari 12,78 frank Swiss pada Februari 2021 saat Greensill ketahuan bangkrut. Total aset Credit Suisse sudah turun drastis menjadi 574 miliar dollar AS pada akhir 2022 dari 912 miliar dollar AS pada akhir 2000. Sepanjang 2022 Credit Suisse mengalami kerugian 7,8 miliar dollar AS. Manajemen Credit Suisse mengakui ada kesalahan internal perusahaan di mana risiko bisnis tidak diamati secara saksama.
Sebelum Bank Nasional Saudi menjadi investor terbesar Credit Suisse, posisi ini dipegang oleh Harris Associates, firma dana investasi dari Amerika Serikat. Mereka memiliki 10 persen saham Credit Suisse. Akan tetapi, per Januari 2023, Harris Associates menguranginya menjadi 5 persen dan akhirnya melikuidasi semua saham tersisa.
Menurut laporan surat kabar Financial Times, Harris Associates memutuskan mengurangi saham mereka sejak Oktober 2022. Ketika itu, Credit Suisse meminta penambahan modal sebesar 3,7 miliar frank dengan alasan restrukturisasi berbagai program, termasuk untuk mengurangi ongkos operasional dan sumber daya manusia. ”Kami mundur karena masa depan waralaba Credit Suisse tidak jelas. Biaya operasional mereka boros sekali,” kata Direktur Utama Harris Associates David Herro kepada Financial Times edisi 5 Maret 2023.
Para nasabah Credit Suisse pun telah menarik dana senilai 111 miliar frank pada akhir tahun keuangan 2022. Mereka mengkhawatirkan kondisi bank yang tidak sehat dan ada risiko bangkrut, seperti Bank Lehman Brothers di AS pada 2008.
AP PHOTO/BOBBY CAINA CALVAN
Kantor cabang bank asal Amerika Serikat, Bank Signature, di New York pada 12 Maret 2023. Pemerintah AS menyatakan bank ini gulung tikar dan aset mereka sebesar 110 miliar dollar AS disita. Kebangkrutan Bank Signature terjadi beberapa hari setelah nasib serupa menimpa Bank SIlicon Valley.
Menurut Herro, kenaikan suku bunga bank-bank Eropa menawarkan kesempatan investasi yang lebih potensial. Bulan lalu, Direktur Bank Sentral Eropa Christine Lagarde mengumumkan rencana penaikan suku bunga hingga 50 poin. Oleh karena itu, Harris Associates berpendapat tidak masuk akal bagi mereka terus bertahan di Credit Suisse yang ”bakar duit”.
Pertolongan untuk Credit Suisse dari SNB ini pun tidak serta-merta memulihkan keadaan perbankan. Peneliti di lembaga kajian ekonomi dan investasi TS Lombard, Andrea Cicione, menjelaskan, bank sentral berusaha menangani inflasi dengan menaikkan suku bunga. Akan tetapi, pada saat yang sama, kepercayaan masyarakat terhadap perbankan menurun.
Di AS hal ini akibat kebangkrutan Bank Silicon Valley dan Bank Signature. Kedua bank itu menyimpan banyak sekali surat-surat berharga dan obligasi dalam jangka waktu lama. Nilai surat-surat ini semakin menurun dengan menaiknya inflasi. Akan tetapi, kedua bank ini tidak segera menjual surat-surat mereka. (Reuters)