Cadangan Mineral di Bumi Cukup untuk Transisi Energi Bersih
Sebagian cadangan mineral tersimpan di sejumlah provinsi di Indonesia. Sebanyak 2,4 juta ton dari 90,3 juta ton cadangan timbal global berada di Indonesia dan tersebar di Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
LONDON, SABTU — Cadangan mineral global cukup untuk bahan baku pembuatan panel tenaga surya dan baling-baling pembangkit tenaga angin. Sebagian cadangan itu tersimpan di sejumlah provinsi di Indonesia. Sebagian lagi tersimpan di dasar laut dekat Kutub Utara.
Kesimpulan itu dipaparkan Seaver Wang dan rekan-rekannya dalam makalah yang terbit di jurnal ilmiah Joule. Diterbitkan pada Jumat (27/1/2023) sore waktu California atau Sabtu dini hari WIB, makalah Wang dan rekannya menyimpulkan kebutuhan komposit serat kaca dan kaca untuk produksi panel tenaga surya akan mencapai 20 persen produksi global saat ini.
”Saya tidak khawatir kita akan kehabisan bahan baku,” kata salah satu peneliti dalam tim itu, Zeke Hausfather.
Wang, Hausfather, dan tim mereka meneliti potensi dan cadangan logam tanah jarang (LTJ) dan mineral lain. Tujuan mereka adalah mencari tahu kecukupan cadangan itu dalam proses produksi aneka kebutuhan untuk menghasilkan listrik bersih dan terbarukan.
Penelitian tersebut dilakukan karena ada kekhawatiran cadangan LTJ tidak cukup untuk memproduksi baling-baling pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) dan panel surya. ”Cadangan mineralnya cukup. Analisis ini bukti kuat dan kajian ini menyanggah keprihatinan (soal ketidakcukupan mineral),” kata Daniel Ibarra, peneliti lain di tim itu.
Ibarra mengatakan, masalah saat ini sebenarnya lebih pada soal proses produksi. Untuk mencukupi kebutuhan, diperlukan peningkatan produksi beberapa jenis LTJ.
Produksi LTJ untuk turbin PLTB perlu dinaikkan hingga tiga kali lipat. Kebutuhan telerium global, LTJ, yang diperlukan dalam produksi panel surya, bisa meningkat dua kali lipat dari kapasitas produksi sekarang.
Temuan Wang dan rekannya selaras dengan kesimpulan sejumlah lembaga lain. Badan Energi Internasional (IEA) juga menyimpulkan, perlu peningkatan produksi disprosium, neodimium, telerium, atau polisilikon.
IEA malah menaksir kebutuhan aneka LTJ bisa mencapai tujuh kali lipat dari produksi saat ini. Taksiran IEA mempertimbangkan kebutuhan untuk produksi kendaraan listrik.
Mineral ikutan
Wang dan rekannya mengingatkan, LTJ merupakan mineral ikutan. Biasanya, mineral itu ditemukan bersama cadangan bahan tambang lain. Telerium dan selenium biasanya ditemukan dalam proses penambangan tembaga. Adapun galium ditemukan di cadangan bauksit, timbal, dan indium yang menempel pada seng (Zn).
Badan Kajian Geologi Amerika Serikat (USGS) mencatat cadangan timbal global mencapai 90,3 juta ton. Dari keseluruhan cadangan itu, sebanyak 2,4 juta ton ada di Indonesia. Timbal terutama diperlukan dalam proses produksi baterai. Mayoritas cadangan timbal Indonesia ada di Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
USGS juga mencatat, dunia punya 250 juta ton cadangan seng dan 2,3 juta ton ada di Indonesia. Seng terutama dipakai dalam produksi kuningan.
Sementara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI mencatat, Kepulauan Bangka Belitung dan Kepulauan Riau sebagai provinsi punya potensi besar LTJ. Di Kepulauan Riau, ada 2,268 ton monasit dan Bangka Belitung 177.211 ton monasit. Di dalam monasit ada potensi kandungan torium, salah satu senyawa radioaktif.
Sementara di Norwegia dilaporkan penemuan potensi cadangan LTJ di lautan. Kajian di dasar laut antara Norwegia dan Greenland menaksir ada 45 juta ton seng. Kajian itu menaksir ada 24 juta ton magnesium, 3,1 juta ton timah hitam, dan 1,7 ton cerium.
Tim peneliti juga menemukan jejak neodimium, itrium dan disprosium yang tergolong LTJ. Neodimium dan disprosium amat dibutuhkan dalam pembuatan magnet untuk PLTB dan mesin kendaraan listrik.
Norwegian Petroleum Directorate (NPD) kini sedang memeriksa potensi penambangan aneka mineral itu. Sejumlah pihak memprotes rencana itu karena dianggap merusak lingkungan. (AP/REUTERS)