Termasuk tiga besar militer terkuat di dunia, Tentara Pembebasan Rakyat China paling minim pengalaman perang. Bagi PLA, kalaupun perang terjadi, buatlah sejauh mungkin dari tanah air.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
AP PHOTO/LI TANG
Kapal induk pertama China, Lioning, sandar di lokasi dan pada waktu yang tidak diungkap. Pada akhir Desember 2022, Liaoning dan gugus tempur lautnya dilaporkan berlatih perang dekat Guam yang merupakan wilayah otonom Amerika Serikat di Pasifik sejak 1899.
Seperti gempa, dampak terburuk perang ditanggung oleh orang dan tempat yang paling dekat dengan pusat palagan. Semakin jauh lokasi perang, semakin kecil peluang terdampak. Kemenangan dalam perang juga ditentukan oleh penguasaan teknologi.
Para jenderal Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China menyepakati itu pada Desember 1992. Pada Desember 2022, kesepakatan itu menampakkan wujudnya untuk pertama kali. Kapal induk pertama China, Liaoning, dan gugus tempur lautnya dilaporkan berlatih perang sekitar 700 kilometer dari Guam pada pekan terakhir 2022. Itulah untuk pertama kalinya gugus tempur laut (guspurla) China berlatih amat dekat wilayah Amerika Serikat. Dikuasai AS sejak 1899, Guam berstatus sebagai wilayah otonom AS di luar negeri.
AS menduduki Guam setahun sebelum menyerang China di tengah pemberontakan Boxer. Serangan pada 1900 itu mudah dilancarkan AS karena telah mengoperasikan berbagai aset militer di sekitar China sejak pertengahan abad ke-18 sampai sekarang. Kini, pangkalan terdekat AS dari Beijing adalah Humprey di Korea Selatan, hanya berjarak 974 kilometer dari ibu kota China itu. Jarak pangkalan Humprey ke Beijing hampir setara jarak Jakarta-Denpasar.
Sejak merumuskan strategi pertahanan nasional pertama kali pada 1956, PLA memang menjadikan AS sebagai salah potensi ancaman. Walakin, dalam strategi 1956 sampai 1980, PLA fokus pada perang di dalam negeri. Dalam strategi 1993, yang dimodikasi pada 2004 dan 2014, China memasukkan perang jauh dari tanah air sebagai visi pertahanan. Manuver guspurla Lioaning pada ujung 2022 menunjukkan China mulai mewujudkan visi itu.
Perang jauh
Strategi 1993 dirumuskan setelah jenderal PLA melihat serangan AS ke Libya pada 1986 dan Perang Teluk 1990. Perang-perang itu membuat jenderal PLA sadar: mempersiapkan pertahanan dalam negeri tidak lagi cukup. PLA harus mampu berperang jauh dari tanah air. PLA juga harus mampu menggunakan teknologi mutakhir dan beroperasi lintas matra.
AP PHOTO/QASSIM ABDUL-ZAHRA
Tentara Amerika Serikat di Pangkalan Ain-al-Asad, Irak, pada Januari 2020. Sejak 1990, AS dan sekutunya sudah berulang kali menyerbu Irak. Penyerbuan terakhir diikuti pendudukan hampir dua dekade. Meski sebagian besar sudah ditarik, AS masih mempertahankan sebagian pasukan di Irak sampai sekarang.
Menurut PLA, sebagaimana tertulis dalam Active Defense: China’s Military Strategy since 1949 dan Chinese Lessons from Other Peoples’ Wars, Irak dan Libya mudah diserang AS dan sekutunya karena kurang menguasai teknologi muktakhir. Irak dan Libya juga tidak punya rencana cadangan dan rencana operasi tempur di wilayah penyangga. Militer Irak dan Libya pun dinilai tidak mampu beroperasi lintas matra.
Berbeda dengan AS dan Uni Soviet yang selalu berusaha menjauhkan perang dari wilayahnya. Dulu, Uni Soviet punya punya negara-negara satelit yang memisahkannya dengan anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Sementara AS menggerus China-Uni Soviet, lalu kini Rusia, lewat perang-perang di negara lain. China lewat Perang Korea, sedangkan Uni Soviet dan Rusia lewat perang di Afghanistan sampai Ukraina.
Direktur Persenjataan Konvensional pada Stimson Center Rachel Stohl menyebut perang di Ukraina membuktikan AS bisa meredam lawannya dengan memasok senjata ke negara lain. Tanpa harus mengorbankan seorang pun prajuritnya, AS bisa menghadapi Rusia melalui Ukraina.
Senjata pasokan AS dan sekutunya menyebabkan Rusia kehilangan banyak prajurit dan aneka peralatan perang. ”Semua dilakukan tanpa harus mengorbankan seorang pun prajurit AS,” ujar Stohl.
Kurang pengalaman
Kesimpulan menjauhkan perang dari tanah air memang tidak didapat PLA dari pengalaman sendiri. Meski termasuk tiga besar militer terkuat di dunia, PLA paling minim pengalaman perang. Praktis, terakhir kali PLA berperang pada November 1962 di kaki Himalaya dan berhadapan dengan India. Meski ketegangan masih terus terjadi sampai sekarang, praktis tidak ada kejadian patut disebut perang gara-gara sengketa perbatasan itu.
Keterbatasan pengalaman internal PLA antara lain direkam dalam Active Defense: China’s Military Strategy since 1949; The Chinese People's Liberation Army in 2025; dan Chinese Lessons from Other Peoples' Wars. Buku-buku tidak hanya merekam keterbatasan pengalaman internal PLA. Buku itu juga merekam reformasi PLA yang cikal-bakalnya adalah regu-regu kecil infanteri Tentara Merah. Butuh transformasi puluhan tahun untuk mengubah struktur, budaya, dan kemampuan PLA dari berbasis regu infanteri darat menjadi tentara yang bisa beroperasi lintas matra di luar negeri.
AFP PHOTO / CCTV
Peresmian kapal induk China, Fujian, pada Juni 2022. Kini, China sudah mengoperasikan dua kapal induk dan menguji satu kapal induk lainnya. Beijing juga sedang membangun kapal induk keempat. Pengoperasian kapal induk merupakan salah satu hasil transformasi Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China.
Kini, PLA bukan lagi kumpulan regu infranteri darat yang menekankan pada strategi gerilya. Walau masih amat kekurangan pengalaman tempur asli, PLA menjadi salah satu tentara dengan teknologi paling modern dan terus berlatih beroperasi lintas matra. PLA selalu siap berperang. Walakin, bagi PLA dan sudah lama diterapkan AS, kalaupun perang terjadi, buatlah sejauh mungkin dari tanah air.