Keamanan Nasional Terancam Gara-gara Ketua DPR AS Belum Terpilih
pelantikan anggota DPR hanya bisa dilakukan oleh Ketua. Kini, selepas pemilu 2022, kursi Ketua DPR AS kosong seiring kekalahan Demokrat.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
AFP/STEFANI REYNOLDS
Kantor parlemen Amerika Serikat, The Capitol, di Washington DC pada 8 November 2022. Setelah bersidang tiga hari sejak Selasa (3/1/2023), DPR AS belum bisa memilih ketua. Akibatnya, berbagai aturan tidak bisa disahkan dan hal itu mengancam keamanan AS
Washington, Jumat - Hingga tiga hari sejak pembukaan masa sidang 2023, DPR Amerika Serikat tidak kunjung bisa memilih ketua. Akibatnya, DPR tidak bisa melantik anggota, membentuk komite, dan mengesahkan aneka peraturan. Ketidakmampuan itu berbahaya bagi keamanan nasional AS.
Setelah 11 putaran pemilihan hingga Kamis (5/1/2023) malam waktu Washington atau Jumat pagi WIB, Ketua DPR AS belum terpilih. Belum ada satu pun anggota DPR mendapatkan dukungan dari sedikitnya 217 koleganya agar bisa menjadi ketua.Terakhir kali DPR AS mengalami ini pada 1923. Kala itu, DPR butuh tiga hari sampai akhirnya bisa memilih Frederick H. Gillett sebagai ketua.
“Kita membuat sejarah dalam proses ini dan kami menunjukkan ke warga cara proses ini bekerja. Apakah ini menyulitkan? Apakah ini menyakitkan? Mungkin saja,” kata anggota fraksi Republikan Scot Perry.
Ia salah satu Republikan yang menolak memilih Kevin McCarthy sebagai Ketua DPR AS. Sampai Kamis malam, McCarthy hanya bisa mengumpulkan dukungan dari 197 anggota fraksi Republikan di DPR AS. Padahal, McCarthy butuh sokongan dari 217 rekannya di fraksi itu. Perry dan setidaknya 19 Republikan terus menolak memilih McCarthy dalam 11 putaran pemungutan suara.
Sejumlah pihak khawatir, DPR AS akan mengulang proses 1855-1856. Bersidang mulai 3 Desember 1855, DPR AS baru bisa memilih Nathaniel Banks sebagai ketua pada 2 Februari 1856.
Dampak
Karena belum ada ketua, praktis DPR baru belum disahkan. Sebab, pelantikan anggota DPR hanya bisa dilakukan oleh Ketua. Kini, selepas pemilu 2022, kursi Ketua DPR AS kosong seiring kekalahan Demokrat.
MANDEL NGAN / AFP
Politisi Republikan Amerika Serikat Kevin McCarthy, Republik California, berbicara dalam konferensi pers mengenai proses pemakzulan di Ruang Rayburn dari US Capitol di Washington, DC pada tanggal 31 Oktober 2019. McCarthy berusaha menggalang dukungan untuk menjadi ketua DPR AS. Sayangnya, hingga Kamis (5/1/2023), ia tetap belum mampu menggalang dukungan minimal untuk bisa menjadi ketua.
Bukan hanya pelantikan anggota baru, DPR AS juga tidak bisa mengesahkan aneka peraturan dan pembentukan komisi-komisi. Pembahasan aneka peraturan dan pembentukan komisi harus dimulai dengan permintaan dari ketua.
“Saya tidak tahu status saya. Saya tidak tahu apakah punya jaminan kesehatan sebagai anggota parlemen, apakah staf akan dibayar. Kami sedang mencari tahu karena hal seperti ini tidak terjadi selama 100 tahun,” kata anggota DPR yang baru terpilih di periode ini, Ted Lieu.
Pertanyaan juga dilontarkan salah satu anggota DPR periode lalu, Billy Long. “Apakah saya masih anggota parlemen?”
Long dan Lieu juga menyorot hal lebih serius. “Tanpa kejelasan status sebagai anggota atau bukan, kami tidak bisa mengakses dokumen sensitif di pemerintahan. Kami tidak bisa menanggapi hal-hal kritis,” ujar Lieu.
Sementara Long menyebut, ada banyak peraturan harus disahkan DPR dan aturan itu terkait keamanan warga AS. “Siapa yang bisa memberi suara pada anggaran? pengaturan soal layanan veteran, perpajakan? Siapa yang akan mengurus semua itu untuk warga?” ujarnya.
Anggota DPR terpilih lainnya, Tom Cole, menyebut bahwa selama seabad terakhir praktis semua prosedur DPR membutuhkan ketua. “Sekarang, praktis sebagian pemerintahan AS lumpuh,” kata politisi Republikan itu.
Keamanan Nasional
Seperti disebut Lieu, hanya anggota DPR yang sudah dilantik dan ditugaskan di komisi tertentu bisa mengakses dokumen sensitif pemerintahan. Akses diberikan agar mereka bisa ikut membuat keputusan penting terkait kelangsungan AS.
Anggota fraksi Republikan Mike Gallagher sudah mengalami keterbatasan itu. Di periode lalu, ia ditempatkan di komisi militer dan intelijen. Posisi itu akan kembali didapatnya di periode kali ini. Masalahnya, ia belum dilantik sebagai anggota DPR periode ini.
“Saya tidak bisa mengakses dokumen yang biasa kami dapat selama ini. Bahkan, komisi kami tidak bisa rapat karena belum disahkan,” kata dia. Ia mengaku ditolak hadir dalam forum taklimat dari para komandan militer AS. Sebab, izinnya belum diperbarui.
KOMPAS/ANTONY LEE
Suasana Gedung Capitol di Washington DC, Amerika Serikat, seperti terlihat 18 Juli 2022.
Kolega Gallagher di komisi intelijen, Brian Fitzpatrick, menyebut perkembangan di DPR amat berbahaya bagi keamanan AS. “Saya tidak bisa mendapat pengarahan rutin soal berbagai hal penting,” ujarnya.
Kini, intelijen dan militer AS praktis kekurangan lembaga pengawas. Selama ini, intelijen dan militer diawasi oleh DPR dan Senat. Karena DPR belum kunjung terbentuk, maka hanya Senat menjadi pengawas.
Sejumlah pihak berharap pemerintah AS tidak perlu harus mengeluarkan perintah serangan selama DPR belum terpilih. Konstitusi AS mewajibkan perintah itu disetujui DPR dan Senat sebelum dijalankan. (AFP/AP/REUTERS)