Perayaan Natal dan Tahun Baru biasanya semarak dengan pesta dan suasana gembira. Namun, perayaan Natal di sebagian negara Eropa tak semegah biasanya.
Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
·4 menit baca
DENTY PIAWAI NASTITIE
Sepasang warga menyaksikan paduan suara Natal di kota lama, Praha, Republik Ceko, Rabu (!4/12). Kehadiran paduan suara menyemarakkan festival natal di Praha.
Perayaan Natal dan Tahun Baru biasanya semarak dengan pesta dan suasana gembira. Namun, perayaan Natal di sebagian negara Eropa tak semegah biasanya. Dampak perang Rusia-Ukraina seperti terjadinya gelombang pengungsian, lonjakan harga gas, krisis pangan, dan kenaikan ongkos hidup sehari-hari, membuat suasana Natal menjadi lebih muram.
Mahasiswa asal Ukraina, Victoria (22), menempuh perjalanan dengan kereta api malam dari Warsawa, Polandia, menuju Praha, Republik Ceko, pada Senin (12/12/2022). Ia baru saja mengunjungi temannya, sesama pengungsi asal Ukraina yang kini tinggal di Warsawa. Dalam perjalanan selama 12 jam itu, Victoria memakai baju berlapis, jaket, dan sepatu boots untuk melindunginya dari suhu udara minus tigas derajat celcius.
Victoria mengatakan, tidak tahu bagaimana akan merayakan Natal di Praha, yang kini menjadi rumah barunya setelah perang pecah. “Perang membuat hidup saya berantakan. Saya tidak bisa lagi membuat rencana. Termasuk Natal, saya tidak tahu bagaimana akan merayakannya,” ujarnya.
Victoria merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Sejak Rusia menggempur Ukraina, ia bersama ibu, kakak ipar, ibunda kakak ipar, dan dua keponakan perempuan mengungsi ke Praha. Sejak Maret 2022, enam perempuan tangguh ini meninggalkan kampung halaman di Kharkiv yang rusak karena bom dan rudal dari Rusia. Sementara ayah dan kakak laki-lakinya tetap bertahan di Ukraina. “Itu adalah pengalaman terburuk dalam hidup saya,” katanya.
Kakak iparnya, yang bekerja di perusahaan swasta Eropa, mendapatkan tempat tinggal sementara di Praha. Oleh karena itu, Victoria dan sebagian keluarga pindah ke Praha. Di Praha, ia mendapatkan bantuan tempat tinggal sementara. Namun, bukan berarti hidupnya baik-baik saja. Victoria menghadapi tantangan depresi dan kecemasan. Ia khawatir dengan masa depan, kampung halaman, juga nasib ayah dan kakaknya di Ukraina. Selain itu, ia tidak bisa Bahasa Ceska, yang membuatnya kesulitan berbaur dengan masyarakat lokal.
Untuk menghibur dirinya, Victoria mengisi waktu dengan olahraga, belajar bahasa Ceska, dan mengikuti kuliah online. Ia juga kerap mengunjungi teman kuliahnya, sesama pengungsi asal Ukraina, yang kini tersebar di berbagai kota di Eropa, seperti di Warsawa dan Praha. “Mengunjungi teman dan berbagi kedukaan, itu sedikit menghibur hati saya,” katanya.
Bagi Victoria, Natal tahun ini terasa lebih suram. Padahal, natal selama ini menjadi momen favoritnya. Setiap Natal, salju turun membuat kampung halamannya di Ukraina berwarna putih. “Saya tidak bisa mengingat Natal tanpa salju,” ujarnya.
Ia juga menceritakan bahwa selama Natal, masyarakat memasang lampu-lampu di berbagai sudut kota. Ibunya akan memasak berbagai masakan khas. Sambil menunggu makan malam, Victoria selalu menonton film Natal kegemarannya, Home Alone. “Mungkin kalau bisa berkumpul dengan teman-teman akan sangat menyenangkan. Tetapi, kini teman-teman saya hidup berpecar dan berjauhan,” jelasnya. “Satu-satunya hal yang menghibur, Praha sangat cantik dan memiliki Christmast Market yang sangat indah,” ujarnya.
DENTY PIAWAI NASTITIE
Suasana festival natal di kota lama, Praha, Republik Ceko, Rabu (!4/12). Festival natal menjadi magnet bagi warga lokal dan turis untuk berkumpul merayakan natal.
Yasir Benoa, mahasiswa Indonesia yang tinggal di Praha, menuturkan, sejak perang terjadi gelombang pengungsi datang ke Republik Ceko. Mulanya, kedatangan pengungsi disambut baik, tapi lama kelamaan muncul konflik di tengah masyarakat. “Sebagian masyarakat merasa ada ketidakadilan. Pengungsi datang dan mendapatkan berbagai fasilitas, sementara banyak masyarakat lokal yang masih mengalami kesulitan hidup,” jelasnya.
The Guardian mencatat, kemegahan Natal di negara-negara Eropa tak seperti biasanya. Banyak kota-kota yang memangkas pengeluaran mereka untuk lampu natal. Beberapa kota di Perancis dan Jerman mematikan lampu natal lebih cepat dari biasanya untuk menghemat energi. Lampu natal di Mulhouse, timur Perancis, yang biasanya menyala sejak pukul 10 pagi untuk memberikan suasana festival, kini terpaksa dinyalakan sejak pukul 5 sore.
DENTY PIAWAI NASTITIE
Paduan suara Natal di kota lama, Praha, Republik Ceko, Rabu (!4/12). Kehadiran paduan suara ini menyemarakkan festival natal di Praha.
Kota-kota di Jerman, seperti Regensburg, Munich and Bamberg, juga mengurangi penggunaan energi mereka. Lampu natal di Bremen yang biasanya menyala sejak Oktober hingga Februari, kini hanya bertahan dari November hingga Januari. Di Düsseldorf, lampu natal hanya menyala selama 5 jam, tidak seperti biasanya 15 jam.
Meskipun ada pemangkasan energi di sejumlah kota di Eropa, kemeriahan natal tetap terasa. Praha, misalnya, memoles dirinya untuk menyambut Natal. Kota ini bersinar dengan pohon natal raksasa dan lampu yang dipasang di depan Gereja St Nicholas, di kota lama Praha. Di sekitar gereja juga terdapat pasar Natal, yang menjual berbagai pernak-pernik khas Natal, makanan seperti waffle dan pancakes, serta minuman hangat. Christmas Market ini menjadi magnet bagi masyarakat dan turis untuk berkumpul di tengah kota.
Sekitar 50 meter dari gereja, terdapat panggung pertunjukan. Setiap hari, berbagai konser musik dimainkan di panggung ini. Pada Kamis (15/12), tepat ketika paduan suara menyanyikan lagu White Christmas, salju turun membuat kota berwarna putih. Masyarakat yang menonton saling berangkulan dan berpelukan sambil menikmati keindahan kota yang diselimuti salju. Lagu dari Yoko Ono dan John Lennon yang berjudul Happy Christmas (War Is Over) menutup pertunjukkan. Lirik “war is over, if you want it…” menggema di udara, memberikan sepotong harapan di tengah natal yang tak semegah biasanya. (DNA)