Khan menuduh bahwa upaya pembunuhan itu melibatkan tiga tokoh penting, yakni perwira intelijen senior Mayor Jenderal Faisal Nasir, Perdana Menteri Shehbaz Sharif, dan Menteri Dalam Negeri Rana Sanaullah.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·4 menit baca
AFP/RIZWAN TABASSUM
Massa pendukung mantan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan, Sabtu (5/11/2022), di Karachi, meneriakkan slogan-slogan selama protes setelah upaya pembunuhan terhadap Khan.
ISLAMABAD, MINGGU — Situasi politik di Pakistan memasuki fase berbahaya seusai upaya pembunuhan mantan Perdana Menteri Imran Khan. Pada bagiannya, Khan menuduh bahwa upaya itu melibatkan tiga tokoh penting, yakni perwira intelijen senior Mayor Jenderal Faisal Nasir, Perdana Menteri Shehbaz Sharif, dan Menteri Dalam Negeri Rana Sanaullah.
Para analis, menurut AFP, Minggu (6/11/2022), mengatakan, tembakan yang melukai betis kanan Khan saat berkampanye di hadapan pendukungnya di Lahore, Kamis lalu, itu adalah upaya pembunuhan. ”Situasi politik di Pakistan telah memasuki fase berbahaya,” kata analis akademik dan politik Tauseef Ahmed Khan, yang juga anggota Dewan Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan.
Khan digulingkan dari kekuasaannya melalui mosi tidak percaya di parlemen pada April 2022. Walau demikian, mantan pemain kriket Pakistan itu tetap mendapat dukungan kuat dari sebagian besar rakyat. Partainya telah memenangi serangkaian pemilu sela di saat Khan berjuang melawan banyak kasus hukum yang dituduhkan oleh pemerintah saat ini.
Ahmed Khan mengatakan, di saat tekanan meningkat, ketergantungan pemerintah pada ”negara dalam”—merujuk pada kekuatan pengaruh militer—untuk kelangsungan kekuasaan meningkat. ”Ini situasi yang berbahaya, tidak hanya untuk proses demokrasi, tetapi juga untuk negara, terutama yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi,” katanya.
Persoalan itu dilatarbelakangi kemiskinan, kelaparan, dan masalah pembangunan. Khan dan Sharif terlibat pertikaian verbal selama berbulan-bulan. Keduanya saling menuding tidak mampu dan korupsi, dengan memakai bahasa dan nada yang dipenuhi penghinaan. Namun, saat Khan tertembak, Sharif mencuit bahwa insiden itu adalah ”upaya pembunuhan yang mengerikan”.
AFP/ARIF ALI
Dalam gambar yang diambil pada Jumat (4/11/2022) ini, mantan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan berbicara kepada perwakilan media di sebuah rumah sakit di Lahore, sehari setelah upaya pembunuhan terhadapnya.
Namun, ketika Khan menuding Nasir, Sharif, dan Sanaullah sebagai pihak yang berkonspirasi untuk membunuhnya, hal itu telah membuat krisis politik di Pakistan menjadi semakin berbahaya. Khan tidak memberikan bukti untuk mendukung klaimnya sehingga pemerintah menganggapnya sebagai isapan jempol, kebohongan, dan rekayasa.
Kritik terhadap militer selalu menjadi garis merah. Militer telah memerintah Pakistan selama kira-kira setengah dari 75 tahun sejarahnya sebagai sebuah negara merdeka. Namun, Khan semakin blakblakan menentang lembaga keamanan. Pada Jumat lalu, sayap pers militer mengeluarkan pernyataan yang mendesak pemerintah untuk membawa Khan ke pengadilan karena pencemaran nama baik.
Pejabat dari partai Khan, Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI), juga bisa menjadi target. Politisi senior PTI telah didakwa dengan penghasutan dan pelanggaran lain sejak penggulingan Khan, seperti para jurnalis yang dianggap bersimpati kepada mantan PM itu. ”Semacam operasi kini tampaknya akan diluncurkan kepada PTI,” kata Ahmed Khan seraya menambahkan, ada risiko partai itu bisa terpecah.
Demonstrasi besar oleh kubu Khan dirancang untuk membuktikan kepada oposisi politik dan militer bahwa dia didukung publik. Ahmed Khan mengatakan, gelombang unjuk rasa massa bisa berujung kekacauan, keputusasaan, dan kekecewaan. Analis politik Kaiser Bengali dari Karachi menambahkan, dalam suasana itu, tuduhan dan penolakan dari kedua belah pihak berpotensi tidak diselidiki dengan benar.
Bahkan, kata Bengali, situasi seperti itu akan membuat ruang teori konspirasi berlimpah. ”Negara telah kehilangan legitimasinya, baik itu di institusi kepolisian, hukum dan ketertiban, maupun pengadilan,” katanya. Ia menambahkan, militer Pakistan sekarang ”duduk dan bertanya-tanya apa yang salah dan apa yang bisa mereka lakukan”.
AFP/RIZWAN TABASSUM
Polisi Pakistan, Sabtu (5/11/2022), berjaga di Karachi selama aksi protes pendukung mantan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan setelah upaya pembunuhan terhadap dirinya.
Pemerintahan Sharif mengatakan, upaya pembunuhan terhadap Khan merupakan kasus ekstremisme agama yang sangat nyata. Pemerintah menyalahkan seorang pria bersenjata yang berasal dari sebuah desa miskin. Pakistan telah lama bergulat dengan militansi, kelompok-kelompok agama sayap kanan yang memiliki pengaruh besar atas negara itu.
Khan dan partai PTI di masa lalu telah dituduh memicu sentimen agama untuk menarik basis dukungan yang lebih luas. ”Ekstremisme agama adalah senjata yang digunakan PTI, begitu pula tentara dan negara,” kata Bengali. ”Jadi, kita sedang menuju situasi yang sangat berbahaya.”
Di balik krisis politik, bagaimanapun, sebenarnya terdapat sebuah persoalan yang lebih mendasar, yakni masalah ekonomi. ”Negara itu bangkrut, sumber daya apa pun yang dimilikinya dihabiskan untuk pembayaran utang dan pertahanan serta gaji pemerintah,” kata Bengali. ”Remah-remah apa pun yang tersisa diperebutkan para politisi. Pertarungan menjadi sering terjadi,” ucapnya. (AFP/REUTERS)