Banyak Jalan Menuju Cinta Bahasa Indonesia
Tidak ada yang tahu persis kapan dan dari mana tumbuhnya cinta. Rasa cinta, termasuk kepada bahasa Indonesia, bisa bersemi melalui jalan yang beragam. Hal ini terlihat dari penuturan sejumlah ekspatriat di Tanah Air.

Bendera Indonesia dan China dipasang bersama di area sekitar gedung Balai Agung Rakyat di Beijing, China, 25 Juli 2022, menjelang kunjungan Presiden Joko Widodo ke negeri itu. Terdapat tren peningkatan jumlah jurusan bahasa Indonesia di China. Saat ini, lebih dari 16 universitas di China membuka jurusan bahasa Indonesia.
Tak banyak mahasiswa dan diaspora Indonesia di Beijing, ibu kota China, tempat tinggal Hendy Yuniarto (33) sejak tahun 2015. Ia menggunakan bahasa Indonesia untuk keperluan menulis serta mengajar, menelepon orangtua dan teman, bertemu orang Indonesia, juga mengobrol dengan warga China yang bisa berbahasa Indonesia.
Hendy adalah pengajar Bahasa Indonesia di salah satu universitas di Beijing. Dalam perkuliahan, ia mengajar mahasiswa menggunakan bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulisan. Kepada kolega kantor jurusan, Hendy juga berbahasa Indonesia. Ia baru menggunakan bahasa Mandarin dan Inggris saat berkomunikasi dengan teman kantor selain jurusan bahasa Indonesia.
”Sewaktu bertemu mahasiswa dan diaspora Indonesia, kami mengobrol santai menggunakan bahasa Indonesia. Namun, saat pandemi sampai sekarang, penggunaan bahasa Indonesia lisan saya semakin jarang. Selain karena ada pembatasan, banyak mahasiswa Indonesia pulang ke Indonesia,” tutur Hendy.
Baca juga : Kebijakan Covid-19 Ketat, Mahasiswa RI Carter Pesawat untuk Kuliah di China
Meski tinggal di luar negeri, bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa keseharian Hendy. Setiap hari, ia membaca berita, menonton Youtube, menelepon orangtua dan teman, serta mengajar mahasiswa dalam bahasa Indonesia. Ia juga masih dapat berkomunikasi dengan diaspora Indonesia serta orang Indonesia yang bekerja di Kantor Kedutaan Besar RI untuk China.
Ia menuturkan, bahasa Indonesia diminati warga China untuk tujuan tertentu. Mereka adalah mahasiswa yang masuk di jurusan bahasa Indonesia, peneliti yang meriset tentang Indonesia, pekerja yang akan bekerja atau ditugaskan ke Indonesia, dan masyarakat yang mengenal orang Indonesia kemudian tertarik untuk belajar bahasa Indonesia.

Sebanyak 124 mahasiswa Indonesia yang akan kembali ke China harus mengenakan pakaian alat pelindung diri (APD) selama perjalanan untuk kembali kuliah ke China pada masa pandemi Covid-19. Rombongan perdana ini berangkat dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, 7 September 2022.
Terdapat tren peningkatan jumlah jurusan bahasa Indonesia di China. Sampai saat ini lebih dari 16 universitas di China membuka jurusan bahasa Indonesia. Di Beijing terdapat tiga universitas yang membuka jurusan bahasa Indonesia, yaitu Peking University, Beijing Foreign Studies University (BFSU), dan Beijing Language Culture University. Hendy mengajar di BFSU.
Baca juga : Hubungan Indonesia-China, Tempat Saling Belajar dan Mendukung
Seiring kerja sama Indonesia-China yang makin meningkat dalam 10 tahun terakhir ini, diharapkan makin banyak warga China belajar bahasa Indonesia. ”Di universitas saya hanya ada 15 mahasiswa. Kampus lain biasanya lebih banyak daripada kampus saya karena kuota di kampus saya ditentukan oleh Kementerian Pendidikan China,” tutur Hendy.
Berkat melodi-irama
Perguruan tinggi atau lembaga pendidikan yang menyediakan program bahasa Indonesia menjadi tempat penyemaian awal minat dan kecintaan kepada bahasa Indonesia. Ini, antara lain, dialami para ekspatriat di Tanah Air, salah satunya Wakil Duta Besar Rusia untuk Indonesia Veronika Novoseltseva.
Ia mengaku jatuh cinta kepada bahasa Indonesia berkat melodi dan irama bahasa Indonesia yang dituturkan Ami Intoyo, dosennya di Jurusan Bahasa Indonesia Universitas Hubungan Internasional Moskwa (MGIMO).
Baca juga : Membebaskan Indonesia-Rusia dari Belenggu Narasi Hollywood
Ia lulus dari jurusan itu hingga PhD. Kecintaannya kepada bahasa Indonesia berubah menjadi kekaguman. ”Menurut saya, bahasa Indonesia mempunyai filosofi sangat mendalam. Bahasa yang berkembang sangat dinamis dan sesuai dengan kebutuhan zaman. Menunjukkan progres perkembangan bangsa, diperkokohnya ketahanan negara, dan solidaritas dan kesatuan bangsa yang semakin tinggi,” tutur Veronika.

Wakil Dubes Rusia untuk Indonesia Veronika Novoseltseva
Saat kuliah tingkat magister ataupun doktoral, Veronika diasah dengan tajam untuk mampu berbahasa Indonesia oleh sejumlah pengajar, di antaranya Gavriil Kesselbrenner, Sergei Savchenko, dan Viktor Sumsky. Setelah berkarier menjadi diplomat, ia mempelajari Indonesia secara lebih mendalam, termasuk sejarah, budaya, dan politik luar negeri Indonesia, di MGIMO.
”Profesor saya adalah Ibu Larisa Efimova dan Bapak Nikolay Maletin. Di Kementerian Luar Negeri Rusia, saya ikut program bahasa Indonesia untuk diplomat yang diasuh Profesor Wilen Sikorsky,” ujarnya.
Baca juga : Bung Karno, Gagarin, dan Kosmonot Soviet
Sampai saat ini, lanjut Veronika, ia terus mempelajari bahasa Indonesia. Alasan dia, bahasa Indonesia ”tidak diam di tempat”. Ada istilah-istilah baru yang selalu muncul. Ada penjelasan-penjelasan baru tentang tata bahasa.
”Dalam hal ini saya sangat mengapresiasi bantuan dari teman-teman di program BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) di sini, yang banyak dari mereka saya kenal sejak tahun 1999, waktu pertama kali saya datang di negeri indah ini,” tulis Veronika.
Umumnya bagi mereka yang mencicipi belajar bahasa Indonesia, rasa cinta kepada bahasa negeri ini tumbuh dan bersemi semakin dalam. Bagi Dominique Robert, anggota staf Kedutaan Besar Perancis di Jakarta, perkenalan dengan Indonesia dan bahasa Indonesia dimulai sejak 1986. Pria berdarah campuran Vietnam-Perancis ini sejak muda telah memiliki ketertarikan kepada wilayah Asia, khususnya Asia Tenggara. Setelah menggali lebih dalam, ia tertarik mendalami Indonesia.
”Ada sebuah negara besar sekali dan tidak banyak dikenal. Setelah itu, saya menggali lebih dalam soal Indonesia,” kata Dominique, Senin (24/10/2022).
Baca juga : Bahasa Indonesia di Panggung Dunia
Ia mempelajari bahasa Indonesia di Inalco atau Institut National des Langues et Civilisations Orientales. Universitas di Paris, Perancis, ini mengkhususkan diri dalam pengajaran bahasa dan budaya dunia, mulai dari bahasa-bahasa Eropa Tengah, Afrika, Asia, Amerika, hingga Oseania.
Digembleng di Yogyakarta
Seusai lulus dari kampus tersebut, Dominique dihadapkan pada dua pilihan: ikut wajib militer empat tahun dan ditugaskan di sejumlah kawasan atau menjalani penempatan dua tahun pada bagian kerja sama Pemerintah Perancis. ”Saya memilih (yang kedua) ini dan ditempatkan di Indonesia,” ucapnya.
Pada 1990, Dominique ditugaskan di Indonesia. Yogyakarta adalah tempat pertama penugasannya. Sambil menyelami kehidupan warga Indonesia, khususnya Yogyakarta, ia terus memperbaiki kosakata dan kemampuannya dalam tata bahasa Indonesia.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F09%2F24%2FIMG_2812_1632492069_jpg.jpg)
Dominique Robert, anggota staf Kedutaan Besar Perancis (kanan), mendampingi Duta Besar Perancis untuk Indonesia Olivier Chambard berbincang dengan sejumlah jurnalis di Jakarta, 24 September 2022.
Meski sudah berusaha tidak terlalu kaku berbahasa Indonesia saat berdialog, lawan bicara atau orang sekeliling menganggap dirinya berbicara seperti membaca buku yang harus sesuai Ejaan yang Disempurnakan atau Kamus Besar Bahasa Indonesia. ”Saat saya berbicara, dalam pandangan orang (saat itu), saya bicara seperti tengah membaca buku. Kayak saya ini dari planet mana.... Kaku,” kata Dominique, lalu tertawa.
Baca juga : Indonesia-Perancis Berbagi Visi, Memupuk Relasi
Berbagai kesulitan mempelajari bahasa Indonesia, termasuk bahasa Jawa, saat tinggal di Yogyakarta justru membuatnya jatuh cinta terhadap Indonesia dan bahasa Indonesia.
Ubah pola pikir
Seperti Dominique, Direktur Bagian Politik Kedutaan Besar Jepang di Jakarta Tanaka Motoyasu dan Sekretaris Tiga Kedubes Jepang Nakagome Kota juga digembleng di Yogyakarta saat mematangkan kemampuan berbahasa Indonesia. Setelah melewati tahun pertama dinas di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Jepang, Nakagome ditugaskan ke Indonesia dan belajar bahasa Indonesia di Yogyakarta.
Beberapa tahun belajar, Nakagome tak hanya bisa berbicara dalam bahasa Indonesia. Pola pikirnya pun sudah seperti orang Indonesia. ”Waktu ke Australia, saya segan memanggil ’you’kepada bapak kos. Karena di Indonesia, biasanya saya memanggil dengan sapaan ’bapak’ atau ’ibu’,” ujarnya.
Baca juga : Pola Internasionalisasi Bahasa Indonesia Diubah
Tanaka juga mengaku tidak tahu terlalu banyak soal Indonesia kala ikut seleksi Kemenlu Jepang. Di berkas seleksi, ia menuliskan Indonesia sebagai salah satu bahasa yang ingin dipelajari. Cintanya kepada bahasa Indonesia bersemi dari masakan.
Saat seleksi masuk Kemenlu, ia diajak rekannya makan di sejumlah restoran yang menyajikan menu makanan asing di Tokyo. Salah satu kedai itu menyajikan masakan Indonesia. ’Waktu di restoran Indonesia, saya merasa masakannya cocok,” ujarnya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2018%2F07%2F29%2F8baf5acb-1945-4687-9afe-2e6f59def4c7_jpg.jpg)
Seorang ahli pembuat sushi atau yang biasa disebut itamae tampak serius ketika memotong sejumlah bagian tubuh ikan tuna dalam Festival Indonesia di Hibiya Park, Tokyo, Jepang, Minggu (29/7). Makanan bisa menjadi pintu perkenalan dan minat warga asing untuk mempelajari bahasa Indonesia.
Setelah belasan tahun bisa berbahasa Indonesia dan beberapa kali ditempatkan di Indonesia, Tanaka pun fasih menggunakan berbagai istilah yang biasanya dipakai penutur asli. Pelajaran di universitas dan proses seleksi masuk Kemenlu Jepang membuatnya tahu bahwa Indonesia adalah salah satu negara penting bagi Jepang.
Setiap tahun Kemenlu Jepang menerima sekurangnya seorang calon pegawai yang akan diajari bahasa Indonesia. Para diplomat itu punya alasan beragam untuk memilih belajar bahasa Indonesia. Tanaka mengatakan, setiap tahun ada tiga jenis pegawai diterima Kemenlu Jepang. Mereka adalah pegawai administrasi, diplomat karier, dan ahli bahasa.
”Saya dan Mas Nakagome dari jalur bahasa,” kata diplomat asal Kyoto itu. Nakagome yang disebut dengan sapaan ”mas” adalah Sekretaris Tiga Kedutaan Besar Jepang di Jakarta Nakagome Kota.
Baca juga : Kunjungan Jokowi Dijadikan Momentum Penguatan Hubungan Indonesia-Jepang
Ketika ikut seleksi calon pegawai Kemenlu, Nakagome memilih bahasa Indonesia sebagai salah satu dari lima bahasa yang ingin dipelajari. Padahal, ia nyaris tidak tahu soal Indonesia ketika akan melamar menjadi pegawai Kemenlu Jepang. ”Saya belajar soal hukum laut,” kata diplomat asal Osaka itu.
Nakagome tidak keberatan belajar dua kali sepekan selama setahun pertama diterima di Kemenlu Jepang. Setelah melewati tahun pertama, ia ditugaskan ke Indonesia dan belajar lebih lanjut bahasa Indonesia di Yogyakarta. ”Ternyata, apa yang saya pelajari selama di Tokyo tidak cukup,” ujarnya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2020%2F02%2F19%2FA925E263-5995-4C2C-ACE6-36B8BDCF19A0_1582079932_jpeg.jpg)
Perwakilan Pemerintah Jepang bersama perwakilan Pemerintah RI dan tamu undangan berfoto bersama dalam acara Resepsi Hari Ulang Tahun Kaisar Jepang di Jakarta, Selasa (18/2/2020). Jepang bertekad meningkatkan hubungan dan kerja sama dengan Indonesia.
Selama tinggal di Yogyakarta, ia kadang ikut ke pasar bersama keluarga pemilik kos. Ia juga rutin berbicara dengan keluarga pemilik kos untuk melancarkan kemampuan berbahasa.
Seperti Nakagome dan pegawai baru lain di Kemenlu Jepang, Tanaka juga belajar bahasa asing yang dipilih dua kali sepekan. Namun, ia merasa pelajaran itu tidak cukup.
Ia semakin tahu hal itu ketika harus mencari tempat tinggal di sekitar Kampus Universitas Indonesia (UI) di Depok, Jawa Barat. Pada hari pertama, ia ditemani seniornya di Kedubes Jepang. Beberapa hari selanjutnya, ia harus mencari sendiri tempat kos. ”Saya ketuk satu per satu rumah di sekitar kampus,” ujar Tanaka.
Setelah dapat kos, ia hanya betah belajar satu semester di UI. Salah satu alasannya, tempat kos selalu sepi pada akhir pekan. Karena itu, ia memutuskan pindah ke kampus lain. Setelah mencari, seperti banyak diplomat Jepang, ia memutuskan belajar di Yogyakarta. ”Waktu pertama kali melihat UGM (Universitas Gadjah Mada), saya merasa sudah terbiasa,” katanya.
Baca juga : Menakar Jalan Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Internasional
Ia merasa UGM seperti universitas di Kyoto. Kebudayaan Yogyakarta juga dirasanya mirip Kyoto. Karena itu, ia merasa betah walau tiba di Indonesia kala unjuk rasa akibat krisis moneter terus terjadi. Selama di Yogyakarta, ia tinggal di Jalan Kaliurang. Dari kos ke kampus, ia naik sepeda. ”Waktu berangkat enak, pulangnya harus kerja keras,” kenang Tanaka.
Cinta pada kesan pertama, lalu bersemi menjadi bagian dari hidup, tumbuh pula kekaguman. Wakil Dubes Rusia Veronika mengaku kagum pada upaya dan langkah Pemerintah Indonesia menjaga bahasa Indonesia dan meningkatkan martabatnya di gelanggang internasional. Pada saat bersamaan, bahasa-bahasa daerah ”hidup damai” dengan bahasa negara serta tetap dijaga dan dilestarikan. Kata Veronika, itu sangat penting bagi generasi muda.
--------
KOREKSI:
Ada perbaikan atas kekeliruan penyebutan nama yang ditautkan pada kalimat kutipan di paragraf kedua setelah subjudul ”Ubah pola pikir”. Sebelumnya, kalimat tersebut ditautkan sebagai ucapan Direktur Bagian Politik Kedutaan Besar Jepang di Jakarta Tanaka Motoyasu. Yang benar, kalimat itu disampaikan oleh Sekretaris Tiga Kedubes Jepang Nakagome Kota. Perbaikan ini dibuat hari Jumat, 28 Oktober 2022, pukul 09.00 WIB. Terima kasih - Editor