China Pimpin Kebangkitan Blok Trans-Regional Eurasia
Organisasi Kerja Sama Shanghai, kelompok multilateral yang sedang berkembang dan berkarakter anti-Barat, bangkit untuk melawan hegemoni AS.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·5 menit baca
SERGEI BOBYLYOV / SPUTNIK / AFP
Para peserta menghadiri pertemuan dalam format yang diperluas pada KTT Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) di Samarkand, Uzbekistan, Jumat, 16 September 2022.
Langkah China untuk ”menghadang” dominasi dan hegemoni Amerika Serikat kian kokoh. Salah satu wujudnya adalah menguatnya dukungan pada Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO). Dalam Konferensi Tingkat Tinggi Ke-22 SCO yang digelar pada 15-16 September 2022 di Samarkand, Uzbekistan, salah satu negara kuat di Timur Tengah, yaitu Iran, resmi bergabung. Iran adalah negara ke-9 yang menjadi anggota penuh, menyusul New Delhi dan Pakistan yang bergabung sejak 2017. Anggota penuh SCO lainnya adalah China, Rusia, Kazakhstan, Kirgiztan, Tajikistan, dan Uzbekistan.
Dihuni negara-negara yang terletak di pusat prakarsa ekonomi skala besar, SCO yang dimotori China dan Rusia kini menjadi blok trans-regional terbesar di dunia dan menjadi entitas penting pada masa depan Eurasia.
Secara kolektif negara-negara SCO memiliki pasar yang sangat besar, kaya sumber daya mineral, dan kluster manufaktur mutakhir yang kuat. Wilayah SCO membentang dari Arktik di utara hingga Samudra Hindia di selatan, dari Lianyungang, China timur, hingga Kaliningrad di Rusia.
SERGEI BOBYLYOV / SPUTNIK / AFP
Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) bertemu dengan Perdana Menteri India Narendra Modi di sela-sela pertemuan puncak para pemimpin Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) di Samarkand, Uzbekistan, Jumat, 16 September 2022.
Menurut kantor berita AFP, kawasan ini meliputi 60 persen luas Eurasia Raya yang dihuni sekitar 42 persen populasi dunia. Wilayah cakupan SCO juga menyumbang antara 20-25 persen produk domestik bruto global. Selain itu, postur militer SCO bertambah besar setelah lima negara nuklir bergabung di dalamnya, yakni China, Rusia, India, Pakistan, dan kini Iran.
SCO sendiri lahir dari kerja sama lima negara, yaitu China, Rusia, Kazakhstan, Kirgistan, dan Tajikistan. Diinisiasi oleh China dan Rusia, kelima negara itu membentuk kelompok kerja sama yang dikenal sebagai Shanghai Five pada 26 April 1996. Dimulai sebagai wadah untuk perundingan perbatasan baru pascaruntuhnya Uni Soviet, kelompok kerja sama itu lantas berkembang menjadi wadah kerja sama keamanan dan perdagangan. Saat Uzbekistan bergabung secara penuh 2001, Shanghai Five resmi berganti nama menjadi Shanghai Cooperation Organization (SCO).
Kemajuan
Dalam KTT ke-22 di Samarkand, SCO mencatat sejumlah kemajuan. Ada tiga pencapaian utama SCO Samarkand, yaitu pengayaan dan pengembangan konsep kerja sama; pengayaan dan peningkatan mekanisme kerja sama; serta perluasan atau pengembangan wilayah kerja sama dari Asia Selatan, Asia Tengah, Eropa Timur, Dunia Arab. Bahkan, SCO disebut-sebut ”mengincar” perluasan hingga Asia Tenggara.
AFP/ALEXANDER NEMENOV
Seorang pria mengendarai sepeda di pusat kota Samarkand, Uzbekistan, Selasa (13/9/2022).
Media China, People’s Daily, Selasa (20/9/2022), melaporkan, KTT Samarkand telah mengadopsi lebih dari 40 dokumen yang mencakup banyak bidang, di antaranya ekonomi digital, perdagangan, keuangan, energi, iptek, sosial budaya, kontak antar-individu, serta perubahan iklim.
KTT juga mengadopsi empat pernyataan bersama terkait isu keamanan pangan global, keamanan energi internasional, mengatasi perubahan iklim, serta menjamin rantai pasok yang aman, stabil, dan beragam. Hasil itu menunjukkan pengaruh SCO dan menunjukkan SCO telah menjadi kekuatan penting di Eurasia.
Tak bisa dimungkiri, dampak kebijakan luar negeri AS yang kontroversial turut memperkuat dan mengembangkan mekanisme kerja sama multilateral itu. Mundurnya AS dari sejumlah kesepakatan internasional seperti keluar dari Kesepakatan Paris pada Juni 2017, perjanjian nuklir Iran pada Mei 2018, dan perjanjian Kekuatan Nuklir Jarak Menengah (INF) pada Agustus 2018, membuka ruang lebih luas bagi China dan Rusia yang merupakan motor utama SCO.
BOBYLYOV/SPUTNIK/AFP
Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) di Samarkand, Uzbekistan, Kamis (15/9/2022).
Tekanan Washington pada Beijing terkait isu Xinjiang, program nuklir Korea Utara, serta terakhir sanksi atas Rusia—menyusul serangan pada Ukraina—juga membuat China dan Rusia kian solid. Soliditas itu mengerucut pada kerja sama mereka, baik bilateral maupun multilateral.
Saat Moskwa dihadang sanksi AS dan sekutunya, China justru membuka keran impornya untuk gas Rusia dan bahkan akan memborong minyak dari Rusia. Saat tekanan dari AS meningkat, hubungan China-Rusia kian erat. Mereka juga berhasil merangkul Iran, salah satu musuh bebuyutan AS di Timur Tengah.
Setelah menandatangani memorandum keanggotaan tetap SCO, Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan, langkah itu diambil guna mengatasi krisis ekonomi akibat sanksi AS. Raisi, dalam pidatonya menyebut sanksi itu sebagai ”terorisme ekonomi” dan ”alat terpenting dari kekuatan hegemoni untuk memaksakan kehendak mereka pada orang lain.”
Menurut dia, sanksi seperti itu merupakan hambatan utama dan terbesar untuk mempromosikan integrasi regional, bahkan internasional. ”SCO harus merancang struktur dan mekanisme untuk menghadirkan tanggapan kolektif terhadap sanksi. Hubungan antara negara yang mendapat sanksi AS, seperti Iran, Rusia atau lainnya, dapat mengatasi berbagai masalah dan membuat mereka lebih kuat,” kata Raisi.
AP/ALEXANDR DEMYANCHUK
Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan,) dan Presiden Iran Ebrahim Raisi berjabat tangan selama pertemuan mereka di sela-sela KTT Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) di Samarkand, Uzbekistan, Kamis (15/9/2022).
Tantangan
Banyak pakar mengatakan, semua pencapaian SCO merupakan keberhasilan diplomasi China dan keuntungan bagi keamanan dan stabilitas di Eurasia Raya. Namun, banyak pakar juga mengatakan, tantangan besar tetap menghadang dan tantangan itu bisa melemahkan SCO.
Setidaknya ada tiga tantangan utama: intensifikasi permainan kekuatan besar, lemahnya rasa kebersamaan, dan transformasi pola kerja sama setelah ekspansi organisasi yang berkembang. Intensifikasi permainan kekuatan besar, misalnya, terlihat lewat kehadiran empat kekuatan utama di dalam dan luar kawasan, yaitu AS, China, Rusia, dan India.
AS yang telah meningkatkan persaingannya di Asia Tengah sejak dekade 2020-an merupakan kekuatan di luar kawasan SCO. Beberapa analis AS, terutama yang masih terjebak mentalitas Perang Dingin, percaya bahwa SCO adalah upaya untuk membatasi pengaruh Washington di Timur Tengah.
RUSSIAN FOREIGN MINISTRY / AFP
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov (tengah), berpose bersama mitranya Menlu India Subrahmanyam Jaishankar (kiri) dan Menlu China Wang Yi saat menggelar pertemuan trilateral di sela-sela pertemuan tingkat menteri negara anggota Shanghai Cooperation Organization di Moskwa, 10 September 2020.
Di sisi lain, China, Rusia, dan India yang adalah negara-negara besar di dalam kawasan juga memiliki kepentingan nasional sendiri. Persaingan untuk mempromosikan kepentingan strategis masing-masing jelas ada. Alexander Cooley, profesor ilmu politik di Barnard College, Columbia University, dalam opininya di The New York Times (8 Juni 2012) pernah menulis bagaimana Rusia berusaha menjegal China di Asia Tengah karena merusak monopoli kekuatan lunak yang secara tradisional dinikmati Rusia.
Perseteruan China-India terkait isu sengketa perbatasan di Himalaya tentu berpotensi memperumit posisi India di SCO. Partisipasi New Delhi dalam Quad, aliansi bersama AS, Australia, dan Jepang untuk melawan China di Indo-Pasifik tentu dapat berdampak negatif pada interaksi China-India dalam SCO. Hal itu bisa mengarah pada pemblokiran prakarsa atau negosiasi kesepakatan.
Dunia memang bukan tempat yang damai. Memilih antara kerja sama atau konfrontasi menjadi pergulatan dari waktu ke waktu. Tantangan bisa menggoyahkan sekaligus menguatkan.