Pada 2020, sidang digelar secara virtual karena pandemi Covid-19. Tahun 2021, sidang dilaksanakan secara hibrid. Baru tahun 2022 ini, sidang diselenggarakan dengan tatap muka penuh. Suasana sidang pun kembali hidup.
Oleh
FRANSISCA ROMANA DARI NEW YORK, AMERIKA SERIKAT
·4 menit baca
KOMPAS/FRANSISCA ROMANA
Suasana pembukaan Sidang Ke-77 Majelis Umum PBB di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat, Selasa (20/9/2022). Tampak Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyampaikan pidato pembukaan.
Sapaan “hai”, cipika-cipiki alias cium pipi kanan dan kiri, jabat tangan, swafoto bersama, hingga perbincangan serius memenuhi Aula Majelis Umum di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat, Selasa (20/9/2022). Pagi itu Sidang Ke-77 Majelis Umum PBB dibuka. Keriuhan terasa kembali menghidupkan aula besar yang dua tahun terakhir sunyi akibat pandemi.
Tahun ini untuk pertama kalinya sidang diselenggarakan secara tatap muka penuh. Pada 2020, sidang digelar secara virtual karena pandemi Covid-19. Tahun 2021, sidang dilaksanakan secara hibrid. Maka, tahun ini hajatan tahunan PBB ini benar-benar dimanfaatkan secara penuh oleh para delegasi dari 193 negara anggota untuk saling berinteraksi kembali guna menyukseskan misi dan kepentingan masing-masing.
Delegasi dari berbagai negara antusias bertemu dengan sesama rekannya setelah lebih dari dua tahun tidak bertemu. Kepala Biro Dukungan Strategis Pimpinan Kementerian Luar Negeri Rizal Purnama menuturkan, ketika tahun 2020, dunia masih dihajar pandemi, keterlibatan negara-negara seolah terhenti.
“Diplomasi itu, kan, harus dibangun melalui hubungan personal. Pertemuan tetap bisa dilakukan secara virtual, tetapi hal-hal sensitif tentu tidak bisa disampaikan secara daring. Selain itu, gestur kita juga tidak tersampaikan,” katanya.
Rizal mengikuti Sidang Majelis Umum (SMU) PBB selama tiga tahun terakhir ini. Terasa sekali perbedaan aura pada ketiga sidang tersebut. Sesuai mandat, SMU PBB diagendakan setiap tahun pada pekan ketiga September. Sidang dimulai pada Selasa dan berlangsung selama 7-10 hari.
Rizal mengungkapkan, ketika sidang dilakukan secara hibrid pada 2021, perubahan suasana sudah terasa. Sebagian hadir secara virtual, sebagian sudah datang ke Aula Majelis Umum. Ketika itu Menteri Luar Negeri Retno Marsudi hadir. Ia memberikan pengantar sebelum Presiden Joko Widodo membacakan pidatonya melalui rekaman video.
KOMPAS/FRANSISCA ROMANA
Papan peringatan untuk mengenakan masker terpasang di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat, Senin (19/9/2022). Tahun ini Sidang Majelis Umum PBB digelar secara tatap muka penuh.
“Setelah setahun tidak ada interaksi, terasa ada euforia walaupun terbatas. Protokol pandemi masih berlaku ketat, harus mengenakan masker dan menjaga jarak. Ada pertemuan, tetapi sangat terbatas. Kursi untuk delegasi hanya bisa diisi dua orang, sementara dalam kondisi normal bisa enam orang. Aula hanya bisa diisi 30 persen dari kapasitas,” tutur Rizal.
Hal senada dituturkan Sekretaris Pertama Urusan Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia Perwakilan Tetap RI untuk PBB Ricardo Ruru. Ia telah mengikuti SMU PBB berturut-turut sejak tahun 2012 hingga 2022. “Pekan pertemuan tingkat tinggi terakhir adalah tahun 2019. Delegasi RI waktu itu dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla. Waktu itu tahun pertama Indonesia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB,” tuturnya.
Tahun 2020, kantor PBB tutup. Bahkan di dalam Aula Majelis Umum hanya boleh satu orang yang duduk. Ketika itu yang datang hanya Kepala Perwakilan Tetap RI Dian Triansyah Djani. Suasana terasa sepi karena tidak ada delegasi yang hadir. Pergerakan lebih mudah walaupun sama-sama dibatasi.
“Tahun ini karena sudah tatap muka penuh, orang jadi lebih banyak, otomatis terasa penuh. Bilik bilateral jadi berisik. Orang bergerak ke sana kemari untuk saling bertemu. Lebih seru, sih. Hari ini saya sudah berantem dengan berapa orang saja, karena jadwal yang padat, pertemuan cenderung lebih banyak,” ujar Ricardo.
KOMPAS/FRANSISCA ROMANA
Gedung Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat, Minggu (18/9/2022).
Kala pertemuan virtual, diplomat bisa datang ke satu pertemuan dan pertemuan lain dalam waktu bersamaan dengan menambah jumlah layar. Kedatangan Indonesia dalam pertemuan-pertemuan itu penting walaupun tidak bicara, sebagai investasi politik. Ketika tatap muka semacam ini, banyak pertemuan bersamaan yang harus dihadiri, tetapi tidak mungkin dihadiri secara bersamaan.
Rekan-rekan Ricardo sesama diplomat juga sangat menanti-nantikan pertemuan tatap muka seperti ini. “Banyak di antara mereka yang datang ke perwakilan PBB di tengah pandemi, jadi ini pengalaman pertama. Mereka yang datang dua tahun lalu pun masih pandemi. Banyak yang penasaran seperti apa rasanya (Sidang Umum PBB),” katanya.
Bagi yang sudah pernah menghadiri SMU PBB, mereka merasa lelah dengan pertemuan virtual yang harus menatap layar terus-menerus. Pada akhirnya, Ricardo mengatakan, diplomasi memang butuh interaksi. Tidak ada yang mengalahkan pertemuan langsung yang menghilangkan hambatan, baik soal teknologi maupun rasa percaya. Aspek psikologis dan rasa kekeluargaan yang muncul dari pertemuan langsung tidak akan tergantikan.
Rizal menambahkan, dengan waktu yang sangat terbatas, pertemuan selama 10-15 menit pun menjadi momen penting. Pada saat inilah semua menteri luar negeri bertemu dan berkumpul. “Inilah tempatnya kami bisa melakukan segala hal dengan efisien. Saya yakin jadwal semua menteri sangat padat. Sehari bisa 18-20 pertemuan,” katanya.
KOMPAS/FRANSISCA ROMANA
Suasana kota New York, Amerika Serikat, Senin (19/9/2022), menjelang Sidang Ke-77 Majelis Umum PBB.
Meski sudah digelar secara tatap muka penuh, pembatasan masih dilakukan dalam hal kegiatan yang digelar di kompleks Markas Besar PBB. Semua acara yang tidak terkait PBB tidak boleh digelar di dalam kompleks gedung PBB. Bisa dibayangkan jika acara-acara sampingan juga diselenggarakan di area tersebut.
Para diplomat tengah berupaya bagaimana bisa segera mengatasi dampak pandemi dan menyiapkan diri dengan matang jika suatu waktu dunia kembali menghadapi pandemi. Harapannya, hajatan tahunan ini kembali menemukan rohnya untuk mengupayakan dunia yang lebih baik di masa mendatang.