Eropa Musim Dingin, Harga Minyak Dunia Akan Melambung Lagi
Musim dingin Eropa berisiko melambungkan kembali harga minyak dunia. Ini akan menambah beban fiskal dan meroketkan inflasi di beberapa negara, termasuk Indonesia.
Oleh
FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA
·4 menit baca
AP/MARTIN MEISSNER
Kereta pengangkut tangki bahan bakar menunggu giliran masuk tangki penampungan di Wesseling, dekat Cologne, Jerman, 6 April 2022. Eropa mulai mengalami krisis energi. (AP Photo/Martin Meissner, File)
WASHINGTON, SENIN Harga minyak dunia dalam dua bulan terakhir berangsur-angsur turun. Namun, memasuki musim dingin, harga minyak dunia berisiko melambung lagi seiring Eropa yang akan menghentikan impor minyak dari Rusia.
”Ya, ada risiko. Dan, itu adalah risiko yang sedang kita upayakan untuk kendalikan dengan cara menerapkan batas atas harga (minyak Rusia),” kata Menteri Keuangan Amerika Serikat, Janet Yellen, pada wawancara dengan CNN di Washington DC, AS, Minggu (11/9/2022) waktu setempat atau Senin (12/9) waktu Indonesia barat.
Pada musim dingin tahun ini, Yellen melanjutkan, Uni Eropa (UE) akan menghentikan sebagian besar pembelian minyak dari Rusia. UE juga akan melarang penyediaan jasa-jasa pengapalan minyak Rusia menggunakan tanker. ”Hal ini kemungkinan akan menyebabkan melambungnya harga minyak,” kata Yellen.
Pada musim dingin tahun ini, Uni Eropa akan menghentikan sebagian besar pembelian minyak dari Rusia.
Pada Juni 2022, Dewan UE menyepakati paket sanksi ke-6 terhadap Rusia. Salah satunya adalah melarang pembelian, impor, atau transfer minyak mentah dan sejumlah produk minyak dari Rusia ke UE.
Larangan ini akan diterapkan bertahap dalam enam bulan untuk minyak mentah. Adapun larangan untuk produk- produk kilang minyak lainnya akan diterapkan dalam delapan bulan. Kerangka waktunya dimulai dari Juni 2022. Larangan ini akan mencakup 90 persen pasokan minyak Rusia ke UE pada akhir 2022.
”Usulan batas atas didesain untuk mengurangi pendapatan Rusia yang digunakan untuk ekonomi mereka dan mendanai perang ilegalnya sekaligus mempertahankan pasokan minyak Rusia yang akan membantu menurunkan harga minyak global. Jadi, saya percaya bahwa ini adalah perkara yang penting dan adalah upaya yang coba kita terapkan untuk menghindari melambungnya harga minyak,” kata Yellen.
AZ
Kapal tanker Sun Arrows sedang mengisi gas alam cair dari Sakhalin-2 di Pelabuhan Prigorodnoye, Rusia, Jumat (29/10/2021). Laporan terbaru menyebutkan bahwa Rusia memasok minyak dan batu bara dalam volume yang besar ke India dan China selama musim panas di bandingkan periode yang sama pada tahun lalu. (AP Photo, File)
Batas atas
Penerapan batas atas harga minyak Rusia diinisiasi AS yang kemudian membawanya menjadi kesepakatan G7. UE lantas mengadopsinya menjadi batas atas harga gas Rusia.
Mengutip The Guardian, para menteri energi UE pada Jumat pekan lalu di Brussels, Belgia, bertemu untuk membahas upaya penanggulangan krisis harga listrik dan gas. Harga energi yang rawan meroket pada musim dingin dikhawatirkan tidak terjangkau oleh rumah tangga dan pelaku usaha di Eropa sehingga bisa berujung pada resesi.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen telah menetapkan lima rencana aksi. Salah satunya batas atas harga gas Rusia yang kemungkinan akan menuai polarisasi di antara negara anggota UE. Dari 27 anggota UE, hanya empat negara yang menjadi anggota G7, yakni Jerman, Perancis, Inggris, dan Italia.
Administrasi Informasi Energi AS memproyeksikan, harga spot minyak mentah Brent rata-rata 98 dollar AS per barel pada triwulan IV-2022 dan 97 dollar AS per barel pada 2023.
Harga minyak dunia dalam dua bulan terakhir berangsur- angur turun. Berdasarkan Administrasi Informasi Energi AS, harga minyak Brent pada Agustus rata-rata 98 dollar AS per barel, lebih kurang 7 dollar lebih rendah ketimbang harga rata-rata pada Juli.
Pada periode yang sama, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) rata-rata 91 dollar AS per barel pada Agustus. Ini lebih kurang 8 dollar AS lebih rendah ketimbang Juli.
Pada Jumat pekan lalu, minyak WTI ditutup pada harga 86,79 dollar AS per barel. Sementara minyak Brent pada 92,84 dollar AS per barel. Administrasi Informasi Energi AS memproyeksikan, harga spot minyak mentah Brent rata-rata 98 dollar AS per barel pada triwulan IV-2022 dan 97 dollar AS per barel pada 2023.
AP/ANNA SZILAGYI
Kendaraan bermotor di Hungaria antre di salah satu stasiun pengisian bahan bakar di Budapest, Hungaria, Rabu (10/8/ 2022). Saat ini muncul kekhawatiran risiko kelangkaan energi di Eropa setelah pengiriman minyak kapal dari Rusia ke negara-negara Eropa dihentikan beberapa hari sebelumnya. (AP Photo/Anna Szilagyi)
Memukul ekonomi
Tingginya harga minyak memukul perekonomian berbagai negara, termasuk negara berkembang. Bagi negara yang memberikan subsidi energi, seperti Indonesia, pukulannya terasa lebih berat karena menyebabkan subsidi membengkak. Alhasil, ruang fiskal yang semestinya untuk alokasi lain tergerus.
Di sektor riil, harga energi yang melambung sudah pasti menaikkan biaya transportasi. Pada gilirannya, ini akan meningkatkan berbagai harga, termasuk pangan. Ujung-ujungnya, inflasi terus menanjak.
Dalam wawancara dengan Financial Times yang dirilis pada Senin (12/9), Presiden Joko Widodo membuka kemungkinan pembelian minyak dari sumber mana pun. ”Kami selalu memantau semua opsi. Jika ada negara dan mereka memberikan harga yang lebih baik, tentu saja,” kata Presiden saat ditanya apakah Indonesia akan membeli minyak dari Rusia.
Kami selalu memantau semua opsi. Jika ada negara dan mereka memberikan harga yang lebih baik, tentu saja.
Harga minyak Indonesia sebagai salah satu asumsi dasar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2022 dipatok rata-rata 90 dollar AS. Alokasi anggaran subsidi energinya mencapai Rp 502 triliun. Tanpa kenaikan harga bahan bakar minyak di masyarakat, pemerintah menyebut bahwa alokasi itu sudah akan jebol pada Oktober.
Pada Agustus, masih merujuk Financial Times, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menyatakan, Indonesia ditawari minyak Rusia dengan potongan 30 persen. Sehubungan dengan itu, Pertamina telah mempertimbangkan risiko-risiko yang akan dihadapi jika membeli minyak Rusia.
Risiko yang dimaksud bisa berupa tekanan hingga sanksi dari AS. India dan China selama ini terus mengimpor minyak dari Rusia dengan mendapat potongan. Bahkan, Eropa sekalipun masih mengimpor minyak Rusia. (REUTERS/LAS)