Asal Mula Covid-19 Masih Misterius, WHO Akan Selidiki Ulang ke Wuhan
Penyelidikan dan penelitian panjang telah dilakukan selama lebih dari dua tahun. Namun, para ilmuwan belum juga bisa memastikan asal mula virus Covid-19 sejak pertama kali virus itu ditemukan di Wuhan, China.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·6 menit baca
AFP/HECTOR RETAMAL
Petugas kesehatan dengan memakai alat pelindung diri menunggu untuk mengambil sampel usap warga di tengah penguncian wilayah guna mencegah persebaran virus Covid-19 di Distrik Xuhui, Shanghai, China, 29 Mei 2022.
Meski telah menggelar penyelidikan dan penelitian panjang, para ilmuwan belum juga bisa memastikan asal mula virus Covid-19 sejak virus itu pertama kali ditemukan di Wuhan, China, lebih dari dua tahun lalu. Sementara itu, virus korona baru atau Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) penyebab penyakit Covid-19 telah menewaskan lebih dari 6,3 juta orang di seluruh dunia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kamis (9/6/2022), menegaskan perlunya penyelidikan ulang yang lebih dalam lagi tentang kemungkinan virus itu berasal dari kebocoran laboratorium di Wuhan. Sebab, sejauh ini, tim ahli WHO belum juga menemukan asal mula virus SARS-CoV-2.
Terkait teka-teki misterius itu, China tetap menolak tuduhan bahwa negaranya sebagai tempat asal-usul virus Covid-19. Apalagi, WHO selama ini tidak pernah menerima penelitian yang menilai kemungkinan virus itu muncul akibat kebocoran laboratorium di negara tersebut.
Langkah terbaru pakar WHO itu berkebalikan dengan pernyataan mereka tahun lalu. Saat itu para ahli atau dewan pakar WHO menyebutkan ”sangat tidak mungkin” Covid-19 menyebar ke manusia dari laboratorium di Wuhan. Banyak ilmuwan WHO menduga virus korona baru atau SARS-CoV-2 itu masuk ke manusia dari kelelawar atau mungkin melalui hewan lain.
Sekarang penyelidikan diperlukan lagi karena belum ada ”data penting” yang menjelaskan bagaimana awalnya virus itu muncul. Benar atau tidak, apakah kebocoran laboratorium sebagai asal mula virus, itulah yang akan diuji. Desakan muncul setelah banyak pengkritik menuduh WHO terlalu cepat mengabaikan dan meremehkan teori kebocoran laboratorium, yang membuat Beijing bersikap defensif.
Tim ahli WHO akan tetap terbuka terhadap setiap dan semua bukti ilmiah yang tersedia di masa depan, untuk memungkinkan pengujian lebih komprehensif atas semua hipotesis yang masuk akal. Mengidentifikasi sumber penyakit pada hewan membutuhkan waktu bertahun-tahun. Misalnya, butuh lebih dari satu dekade menentukan spesies kelelawar sebagai asal mula virus SARS.
AFP/HECTOR RETAMAL
Para pekerja dengan memakai alat pelindung diri bersepeda di sebuah ruas jalan saat berlangsung penguncian wilayah guna meredam persebaran wabah Covid-19 di Distrik Jing'an, Shanghai, China, 29 Mei 2022.
Kecelakaan di laboratorium di masa lalu telah memicu beberapa wabah, tetapi politisasi teori tidak dapat diabaikan. Jean-Claude Manuguerra, ketua tim penasihat internasional WHO yang beranggotakan 27 orang, mengakui bahwa beberapa ilmuwan mungkin ”alergi” terhadap gagasan untuk menyelidiki teori kebocoran laboratorium. Namun, mereka perlu ”berpikiran terbuka” untuk memeriksanya.
Laporan tim ahli itu dapat menghidupkan kembali tuduhan bahwa WHO pada awalnya telah menerima begitu saja penjelasan Pemerintah China tentang pandemi Covid-19. Pandemi telah membunuh lebih dari 6,3 juta orang, membuat ratusan jutaan warga lainnya dirawat di rumah sakit, dan puluhan negara terpaksa melakukan penguncian, dan ekonomi dunia pun ambruk.
Frustrasi di tubuh WHO
Investigasi kantor berita Associated Press (AP) menemukan, beberapa orang di pucuk pimpinan WHO frustrasi karena badan kesehatan dunia itu terlalu memuji Presiden China Xi Jinping dalam hal mengendalikan penyakit Covid-19. Mereka juga kesal terhadap China yang berusaha menekan penelitian tentang asal-usul Covid-19 di Wuhan, baik di pasar hewan maupun laboratoriumnya. China menolak untuk membagikan data.
Tim pakar WHO mengatakan, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus telah mengirim dua surat kepada pejabat senior Pemerintah China, Februari lalu, untuk meminta informasi, termasuk perincian tentang kasus Covid-19 pada orang-orang pertama yang terkena virus Covid-19 di kota Wuhan. Tidak jelas apakah China menanggapi permintaan itu atau tidak.
Para ahli menyebutkan, tidak ada penelitian yang diterima WHO, yang menilai kemungkinan Covid-19 akibat kebocoran laboratorium. Jamie Metzl, anggota tim penasihat WHO yang tidak terlibat penyelidikan, mengungkapkan bahwa dirinya telah menyarankan agar negara-negara industri kaya (G7) membuat penyelidikan asal-usul Covid-19 mereka sendiri. Dia mengatakan, WHO tidak memiliki otoritas politik, keahlian, dan kemandirian untuk melakukan evaluasi kritis semacam itu.
Metzl menyambut seruan WHO untuk penyelidikan lanjutan tentang kemungkinan kebocoran laboratorium. Namun, katanya, hal itu tidak cukup. Tragisnya, lanjut Metzl, China masih menolak membagikan data mentah yang penting dan tidak mengizinkan audit penuh di laboratorium Wuhan. ”Mendapatkan akses ke informasi ini penting untuk memahami asal mula pandemi dan mencegahnya di masa depan.”
Sementara itu, sebuah subkomite Covid-19 yang dipimpin Partai Republik di Dewan Perwakilan Rakyat AS mencuit di Twitter: ”Orang-orang Amerika telah dicap sebagai ’ahli teori konspirasi’ karena menanyakan apakah #COVID19 berasal dari kebocoran laboratorium. Sekarang, WHO mengajukan pertanyaan serupa.” ”Kami membutuhkan jawaban,” kata komite yang diketuai Senator Steve Scalise.
Para ilmuwan pakar WHO mengatakan, banyak langkah penelitian diperlukan. Itu termasuk studi atau kajian yang mengevaluasi peran hewan liar dan studi lingkungan di tempat-tempat di mana virus mungkin pertama kali menyebar, seperti di pasar makanan laut Huanan, Wuhan.
Pada Maret 2021, WHO merilis laporan tentang asal-usul Covid-19 menyusul kunjungan yang telah diatur oleh para ilmuwan internasional ke China. Laporan menyimpulkan, Covid-19 kemungkinan besar menular dari kelelawar dan tidak ada bukti yang menunjukkan hubungannya dengan laboratorium. Setelah banyak kritik, termasuk dari beberapa ilmuwan WHO, Tedros mengakui bahwa terlalu dini untuk mengesampingkan hipotesis tentang kemungkinan kebocoran laboratorium.
Dalam laporan barunya, WHO mengatakan, para ahli diberi akses ke data yang mencakup sampel darah yang tidak dipublikasikan dari lebih dari 40.000 orang di Wuhan pada 2019. Sampel-sampel darah tersebut diuji untuk antibodi Covid-19. Tidak banyak yang ditemukan dari sampel-sampel darah itu. Hal ini menunjukkan virus Covid-19 tidak menyebar luas sebelum pertama kali diidentifikasi muncul pada akhir Desember tahun itu.
ET
Kyung Kim (kanan) bersama putrinya, Alexa Oh (9), berbelanja makanan dengan memperhatikan protokol kesehatan seperti mengenakan masker dan menjaga jarak di Seattle, Kamis (12/11/2020).
Para ahli WHO menyerukan perlu lebih banyak penelitian lagi, termasuk menguji hewan liar untuk menemukan spesies mana yang mungkin menjadi inang Covid-19. Mereka juga mengatakan, teori pasokan ”rantai dingin” harus diselidiki. China sebelumnya telah mengajukan gagasan, jejak Covid-19 pada kemasan beku sebagai penyebab kemunculan wabah daripada sumber-sumber di dalam negeri. Teori ini juga banyak disorot oleh para ilmuwan luar.
Untuk menyelidiki apakah Covid-19 mungkin merupakan hasil dari kecelakaan laboratorium, para ahli WHO mengatakan wawancara harus dilakukan ”dengan staf di laboratorium yang bertugas mengelola dan menerapkan keamanan hayati”. China menyebut saran bahwa Covid-19 dimulai di laboratorium ”tidak berdasar”.
China membantah virus itu berasal dari laboratorium Wuhan, yang juga diketahui meneliti virus korona pada hewan. Pemerintah China mengatakan, Beijing mendukung pencarian asal-usul pandemi, tetapi negara lain juga harus menjadi fokus penelitian. Dalam catatan kaki untuk laporan terbaru WHO, disebutkan tiga ahlinya (ilmuwan China, Brasil, dan Rusia) tidak setuju dengan seruan untuk menyelidiki kemungkinan Covid-19 itu dipicu oleh kebocoran laboratorium di Wuhan.
Para ilmuwan yang terhubung dengan WHO pada Agustus 2021 menyesalkan bahwa pencarian asal-usul pandemi Covid-19 telah terhenti. Ini berarti, jendela peluang untuk menemukan asal-usul virus tersebut telah ”tertutup rapat dengan cepatnya”. Mereka mengingatkan, pengumpulan data yang kini setidaknya berusia lebih dari dua tahun itu akan semakin sulit. (AP/AFP)