Putri Mako Buka Lembaran Hidup Baru sebagai Warga Biasa di New York
Bersama Kei Komuro, mantan putri kekaisaran Jepang, Mako, terbang ke New York, Amerika Serikat, untuk memulai hidup baru sebagai warga biasa.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
Di bawah sorotan kamera, mantan putri keluarga kekaisaran Jepang, Mako, dan sang suami, Kei Komuro, berjalan menuju ruang keberangkatan Bandara Internasional Haneda, Tokyo, Minggu (14/11/2021). Masing-masing membawa sendiri koper kecil untuk dibawa ke kabin pesawat. Di depan, kanan dan kiri mereka, para petugas keamanan menjaga mereka.
Mako sempat membuka masker yang menutupi sebagian wajahnya agar petugas bisa memeriksa kesesuaian foto yang tertera di dalam visa dengannya. Hanya sebentar, sebelum akhirnya petugas pemeriksa menyilakan Mako terus berjalan menuju pesawat ANA Air, yang akan membawa dirinya dan sang suami ke New York, Amerika Serikat.
Beberapa simpatisan melambaikan tangan dan berteriak kepada pasangan muda itu sebelum mereka menghilang dari pandangan. Keduanya hanya membungkukkan badan sejenak, menghormat, sebelum melanjutkan langkahnya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
Pasangan tersebut tiba di New York pada Minggu waktu setempat. Televisi Jepang menayangkan gambar keduanya dikawal petugas keamanan di Bandara Internasional John F Kennedy, New York, menuju kendaraan yang membawa keduanya.
Kepindahan pasangan ini telah lama dikabarkan. Mako yang nantinya akan menggunakan nama belakang suami di belakang namanya, menjadi Mako Komuro, terbang ke New York, tempat Kei bekerja di sebuah firma hukum. Mereka akan memulai hidup baru sebagai ”orang biasa”, lepas dari aturan ketat yang biasa diterapkan dalam lingkungan kekaisaran Jepang.
Mako, keponakan Kaisar Jepang Naruhito, kehilangan gelar kebangsawanannya ketika dia menikahi warga biasa. UU Suksesi Pascaperang yang berlaku di Jepang mengatur hal tersebut, selain mengatur soal penerus takhta kekaisaran yang hanya bisa berlaku bagi keturunan laki-laki kaisar yang bertakhta saat itu.
Sebelum menikah, keduanya sempat mengumumkan pertunangan mereka tahun 2017. Namun, guncangan di dalam keluarga Komuro, termasuk rentetan laporan yang mengungkapkan adanya kesulitan keuangan yang dihadapi, membuat hubungan keduanya naik turun. Badan Rumah Tangga Kekaisaran Jepang mengatakan, Mako mengalami stres pascatrauma yang kompleks akibat pemberitaan media yang bombastis.
Keduanya memutuskan menunda pernikahan dan Komuro memilih menyepi ke New York di tahun 2018 sekaligus melanjutkan studi hukumnya di ”Negeri Paman Sam” itu. Tak lama, Mako menyusul.
”Saya takut, merasa sedih dan sakit setiap kali rumor sepihak berubah menjadi cerita yang tidak berdasar,” kata Mako pada konferensi pers setelah pernikahan mereka bulan lalu.
Komuro memahami tekanan yang dialami Mako. Dia merasa sedih karena Mako berada dalam kondisi yang buruk, secara mental dan fisik. ”Saya mencintai Mako. Kami hanya mendapatkan satu kehidupan dan saya ingin kami menghabiskannya dengan orang yang kami cintai,” katanya.
Kontroversi seputar pasangan itu, termasuk keputusan mereka untuk menetap di AS, membuatnya dibandingkan dengan situasi yang dihadapi oleh pasangan kerajaan lainnya, Pangeran Harry dan Meghan Markle. Usai menikah, kehidupan pribadi mereka menjadi pusat perhatian, terutama ketika pasangan itu diwawancarai Ratu ”Talkshow”, Oprah Winfrey, yang membuat keluarga kerajaan murka. Hubungan antara pasangan Harry-Markle dan kerajaan memburuk sejak saat itu.
Pernikahan keluarga kaisar selalu memikat warga Jepang. Di sisi lain, pernikahan juga selalu diiringi dengan diskusi di ruang publik, terutama ketika ada perempuan di keluarga kekaisaran Jepang yang menikah.
Dialog yang muncul di ruang publik mendorong adanya perubahan di dalam peraturan perundang-undangan Jepang yang membatasi hanya anak laki-laki keturunan langsung kaisar yang bertakhta yang bisa berkuasa. Perempuan, berdasarkan UU, tidak bisa naik Takhta Krisan dan kehilangan status kebangsawanannya ketika menikah dengan warga biasa.
Selasa pekan lalu, Mako telah berpamitan kepada sang Ayah, Pangeran Mahkota Akishino dan Putri Mahkota Kiko. Dia juga memeluk saudara perempuan dan laki-lakinya sekaligus mengucapkan selamat tinggal kepada keluarganya.
Meski ada nada negatif dalam pemberitaan media, lebih dari setengah responden survei yang dilakukan harian Yomiuri Shimbun menyatakan hal yang dilakukan oleh Mako adalah hal yang baik.
”Yang paling penting adalah dia bahagia,” kata Machiko Yoshimoto, seorang penduduk Tokyo berusia 60 tahun. (AFP/REUTERS)