Ratusan Orang di Uganda Disuntik dengan Vaksin Covid-19 Palsu
Program vaksinasi palsu di Uganda, yang melibatkan dokter dan petugas kesehatan, ini oleh otoritas setempat disebut sebagai perbuatan ”tidak bermoral”.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
KAMPALA, KAMIS — Sedikitnya 800 orang di Uganda, Afrika Timur, menerima vaksin Covid-19 palsu. Bahkan, sebagian di antaranya disuntik dengan air. Program vaksinasi palsu ini melibatkan dokter dan petugas kesehatan. Tindakan itu dikecam keras oleh otoritas setempat dan disebut sebagai tindakan ”tidak bermoral”.
Otoritas Uganda, seperti dikutip dari AFP, Kamis (22/7/2021) pagi, mengatakan, vaksin palsu itu diberikan pada Mei dan Juni. Periode tersebut merupakan puncak pandemi Covid-19 yang paling mematikan di Uganda. Saat itu tercatat ada sekitar 1.700 kasus baru per hari.
Warren Naamara, Direktur Unit Pemantauan Layanan Kesehatan Uganda, mengatakan, para pelaku menargetkan orang-orang yang ingin membayar untuk vaksinasi. Orang-orang itu ingin segera memperoleh vaksin karena pasokan vaksin sangat terbatas. Korban vaksin palsu ini, di antaranya, adalah karyawan perusahaan.
”Beberapa individu yang tidak bermoral, dengan niat menghasilkan uang, menipu anggota masyarakat dengan menyuntikkan vaksin Covid-19 palsu,” kata Naamara. ”Kami telah menangkap dua petugas medis dalam kasus ini. Seorang dokter buron.”
Dia mengatakan, mereka yang menjadi korban penipuan kasus vaksin palsu, yang berjumlah sekitar 800 orang, tidak perlu merasa khawatir. Sebab, hasil tes menunjukkan bahwa ampul vaksin yang digunakan tidak mengandung sesuatu yang berbahaya. ”Beberapa (ampul) berisi air,” tambahnya.
Para pejabat Uganda mengatakan, para pelaku mematok harga 80.000 shilling Uganda hingga 500.000 shilling Uganda (34 dollar AS-163 dollar AS) per dosis. Jika dirupiahkan, harga per dosis vaksin palsu itu berkisar Rp 490.000 hingga Rp 2,3 juta.
Kementerian Kesehatan Uganda, Rabu, menjelaskan, pemerintah memberikan vaksinasi gratis di tempat-tempat resmi yang ditunjuk. Namun, Mei-Juni lalu, saat pandemi mencapai puncak dan stok vaksin menimpis, warga membayar jika ingin divaksin.
Pada awal Maret lalu, kasus vaksin Covid-19 palsu pernah ditemukan di Afrika Selatan. Saat itu, polisi negara itu menyita 400 ampul atau setara dengan sekitar 2.400 dosis vaksin palsu di sebuah gudang di Germiston, timur Johannesburg. Petugas juga menemukan sejumlah besar masker 3M palsu.
Polisi Afrika Selatan saat itu menangkap tiga warga negara China dan seorang warga Zambia. Interpol yang berkantor pusat di Lyon, Perancis, menyebutkan, penyitaan dan penangkapan di Afrika Selatan itu mengarah pada identifikasi jaringan yang menjual vaksin palsu Covid-19 di China. Polisi China lalu menggerebek tempat produksi vaksin di negaranya dengan menangkap 80 tersangka dan menyita lebih dari 3.000 vaksin palsu.
Pada Desember 2020, Interpol mengeluarkan peringatan untuk 194 negara anggotanya. Interpol mewaspadai jaringan kejahatan terorganisasi yang mengedarkan vaksin Covid-19 palsu, baik secara fisik maupun daring.
Gelombang ketiga
Afrika saat ini berada di tengah gelombang ketiga yang mematikan akibat ledakan varian Delta.
Menurut penghitungan terbaru Kementerian Kesehatan Uganda, Rabu (21/7/2021), negara itu secara keseluruhan mencatat total 91.162 kasus infeksi dengan 2.425 kasus kematian.
Pada 18 Juni, ketika kasus Covid-19 dan kematian di Uganda melonjak ke rekor tertinggi, Presiden Yoweri Museveni mengumumkan penghentian semua transportasi umum dan pribadi selama 42 hari. Dia memberlakukan jam malam yang ketat sejak sore hingga pagi untuk menekan laju Covid-19.
Presiden Museveni memperingatkan bahwa rumah sakit penuh dan tidak mampu mengatasi wabah. Sejak itu, jumlah infeksi telah menurun. Pada Rabu lalu dilaporkan ada 252 kasus baru.
Meskipun situasi tampak membaik, negara-negara di Afrika masih berada dalam kondisi rentan. Dengan tingkat vaksinasi yang rendah dan merebaknya varian Delta, bahaya yang dihadapi negara-negara di wilayah itu kian besar.
”Dunia mengira wabah ini sudah berakhir,” kata Fatima Hassan, pendiri Inisiatif Keadilan Kesehatan Afrika Selatan. ”Tetapi, kami masih belum memiliki cukup pasokan vaksin meskipun ada kesadaran global bahwa varian Delta sangat menghancurkan.”
Dilaporkan, kurang dari 3 persen warga Afrika Selatan telah menerima dosis kedua. Di sisi lain, ada kabar gembira bahwa sebuah perusahaan lokal Afrika Selatan akan mulai memproduksi vaksin Pfizer/BioNTech. Produksi itu akan menempatkan Afrika Selatan sebagai produsen pertama vaksin Covid-19 di Afrika.
Pfizer mengatakan, Institut Biovac yang berbasis di Cape Town akan memproduksi vaksin untuk didistribusikan ke seluruh Afrika. Hal itu jelas akan membantu Benua Afrika mengatasi kebutuhan vaksin.
Biovac akan menerima bahan vaksin dalam jumlah besar dari Eropa. Biovac akan mencampur komponennya, memasukkannya ke dalam vial, dan mengemasnya untuk didistribusikan. Produksi akan dimulai pada 2022 dengan target lebih dari 100 juta dosis setiap tahun. Vaksin itu akan didistribusikan ke 54 negara di benua itu. (AFP/REUTERS)