Vanuatu terus melancarkan diplomasi mendukung pemerdekaan Papua. Sebagai respon, Indonesia mempersempit manuver Vanuatu di berbagai forum kawasan maupun internasional.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·3 menit baca
Vanuatu belakangan semakin agresif mendorong isu Papua merdeka. Negara kepulauan di Pasifik selatan itu terus mempertahankan dukungan kuatnya untuk "West Papua" atau "West New Guinea", sebuatan mereka untuk wilayah Papua dan Papua Barat, Indonesia.
Negara di kawasan Melanesia itu selalu lantang berbicara tentang pemerdekaan Papua dari Indonesia. Solidaritas atas nama etnis Melanesia dan tudingan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) menjadi dasar klaimnya.
Pada akhir April 2021, pemimpin oposisi Vanuatu, Ralph Regenvanu, menegaskan, Vanuatu harus terus memastikan Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (United Liberation Movement of West Papua/ULMWP) mendapat keanggotaan di Melanesian Spearhead Group (MSG). Organisasi sub-regional ini meliputi beberapa negara kecil di Pasifik.
“Vanuatu perlu melakukan advokasi yang kuat dengan negara-negara MSG lainnya untuk memastikannya,” kata mantan Menteri Luar Negeri Vanuatu itu, seperti dilaporkan situs berita Asia Pacific Report.
Perdana Menteri Vanuatu, Bob Loughman, berulang kali menegaskan, dukungan negaranya terhadap kemerdekaan Papua Barat takkan surut. "Kami tidak akan melepaskan dukungan bagi Papua Barat," kata Loughman seperti diberitakan media yang sama.
Salah satu bentuk dukungan yang dimaksud adalah dengan memberi tempat ULMWP untuk berkantor di ibukota negara Vanuatu, Port Villa.
Direktur Asia Timur dan Pasifik Kementerian Luar Negeri RI, Santo Darmosumarto, Jakarta, Selasa (11/05/2021), berpendapat, langkah Vanuatu tersebut adalah sikap permusuhan terhadap Indonesia. Padahal Indonesia merupakan anggota peserta (associated member) MSG.
Menurut Santo, isu solidaritas etnis Melanesia adalah komoditas politik domestik Vanuatu yang strategis karena mendapatkan perhatian dan dukungan luas dari masyarakat. Begitu strategisnya isu solidaritas ini sampai bisa menepikan isu domestik yang sebenarnya belum dicapai Vanuatu seperti pendidikan, kesehatan, HAM, dan ketahanan pangan.
Bapak Bangsa Vanuatu, Walter Lini, pada proklamasi kemerdekaan negara itu di 1980, menyatakan bahwa "Vanuatu tidak akan sepenuhnya merdeka sampai seluruh bangsa Melanesia merdeka". Berlandaskan pada “janji” konstitusional itu, berbagai aktor politik Vanuatu berlomba-lomba meraih suara melalui isu solidaritas etnis tersebut. Begitu strategisnya isu solidaritas ini, sehingga bisa menepikan isu-isu domestik lainnya yang sebenarnya belum dicapai Vanuatu seperti pendidikan, kesehatan, hak asasi manusia, ketahanan pangan, dan perubahan iklim.
Di antara negara-negara Kepulauan Pasifik terdapat beberapa negara kunci yang memainkan pengaruhnya untuk mendorong agenda regional dan global. Misalnya Fiji dengan agenda perubahan iklim, Papua Nugini dengan agenda integrasi ekonomi berupa Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), serta Australia dan Selandia Baru yang secara tradisional merupakan kekuatan utama kawasan.
Vanuatu melirik ceruk isu dekolonisasi sebagai peluang untuk tampil menjadi salah satu pemain kunci baru di kawasan. Vanuatu pun mengkapitalisasi isu "West Papua" di forum-forum regional dan global seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Kelompok Negara-Negara Afrika, Karibia, dan Pasifik atau The African, Caribbean, and Pasific Group of States (ACP).
“Apabila nantinya kapitalisasi isu dekolonisasi ini berhasil, posturing Vanuatu di kawasan dan global akan menguat serta menjadikannya salah satu pemain kunci dekolonisasi dan antiimperialisme,” kata Santo.
Pemerintah Indonesia, Santo melanjutkan, menempuh pendekatan agresif dengan mempersempit manuver Vanuatu di berbagai forum. Pemerintah Indonesia juga membangun kemitraan dengan negara-negara lain di Pasifik. Misalnya adalah dengan memberikan bantuan kerja sama teknik dan kerja sama pembangunan kepada negara-negara Pasifik, kecuali Vanuatu.
“Apabila Vanuatu menyampaikan pandangan yang bermusuhan di forum regional dan global, delegasi Indonesia akan siap untuk menanggapi dengan keras, sesuai fakta-fakta yang ada,” kata Santo.
Pemerintah Indonesia juga memberikan bantuan kerja sama teknik dan kerja sama pembangunan kepada negara-negara Pasifik, kecuali Vanuatu. Ini misalnya dengan memberikan dukungan penanggulangan Covid-19 untuk Fiji, Kepulauan Solomon, dan Papua Nugini, tahun lalu.
Dosen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada, Dafri Agussalim, menyatakan, Vanuatu tidak akan berani bergerak sendiri tanpa dukungan politik dari negara-negara kecil di kawasan dan negara besar di luar kawasan. Oleh sebab itu, Indonesia mesti menjalin komunikasi intensif dengan “saudara tua” di kawasan, yakni Australia dan Selandia Baru.
“Menurut saya, kunci respon kita terutama adalah mendekati Australia. Negara ini kan super power di Pasifik Selatan. Mereka membantu ekonomi, politik, pendidikan, dan lainnya ke negara-negara Pasifik,” kata Dafri.
Dalam berbagai isu, Dafri menambahkan, Australia bekerjasama baik dengan Indonesia. Kedua negara memiliki hubungan mutualisme.