Konvoi Misi PBB Diserang di Kongo, Menewaskan Dubes Italia
Serangan bersenjata menarget rombongan misi PBB di Kongo timur. Dubes Italia Luca Attanasio bergabung bersama misi PBB dalam kunjungan kerja ke wilayah itu.
Oleh
Kris Mada/Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
COMUNITA\' DI SANT\'EGIDIO VIA AP
Duta Besar Italia untuk Kongo, Luca Attanasio (tengah, kelima dari kiri) dan istrinya Zakia Seddiki, saat mereka berpose dalam sebuah kunjungan ke sebuah komunitas di Kinshasa, Kongo, 24 Januari 2018. Attanasio tewas dalam sebuah serangan di Kongo timur, Senin (22/2/2021).
Roma menyatakan sangat berduka atas kematian tragis Duta Besar Italia untuk Kongo, Luca Attanasio. Ia tewas dalam serangan terhadap konvoi misi PBB di dekat Goma, Kongo timur.
ROMA, SENIN -- Duta Besar Italia untuk Kongo Luca Attanasio dan dua orang lain tewas dalam serangan kelompok bersenjata di dekat kota Goma, Provinsi Kivu Utara, Kongo timur, Senin (22/2/2021).
Serangan itu menarget rombongan misi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Attanasio sedang bergabung bersama misi PBB dalam kunjungan kerja mereka ke Kongo timur.
Kabar duka tersebut disampaikan oleh sumber di kalangan Pemerintah Kongo di ibu kota Kinshasa, Program Pangan Dunia (WFP) PBB, dan Pemerintah Italia di Roma. Mayor Guillaume Djike, juru bicara militer Kivu Utara, mengatakan, dua orang tewas lainnya ialah pengawal dan sopir Attanasio.
Kantor berita Italia, ANSA, mengutip keterangan Kementerian Luar Negeri Italia, menyebutkan, Attanasio bergabung dalam iringan kendaraan WFP dan Pasukan Penjaga Perdamaian PPB di Kongo (Monusco).
Kantor berita AFP, Reuters, dan AP, merujuk keterangan Kinshasa, Roma, dan WFP, menyebutkan, Attanasio berada dalam konvoi misi pangan PBB tersebut.
Menurut WFP, serangan terjadi saat rombongan sedang dalam perjalanan dari Goma untuk mengunjungi proyek pemberian bantuan pangan sekolah WFP di Rutshuru. Dalam keterangannya, WFP menyatakan, Attanasio sedang dalam misi pencarian fakta dengan badan pangan PBB itu.
Lokasi penyerangan berada di daerah yang dikenal sebagai ”Tiga Antena”. Di sana, dua warga Inggris diculik pada 2018 oleh kelompok bersenjata tidak dikenal. Hal serupa juga terjadi pada insiden yang menewaskan Attanasio. Tak ada kelompok yang bertanggung jawab.
Perdana Menteri Italia Mario Draghi menyampaikan dukacita mendalam atas kematian Attanasio. Sementara Presiden Sergio Mattarella mengecam keras serangan pengecut itu.
”Republik Italia sedang berduka atas kehilangan nyawa para pelayan negara,” kata Mattarella dalam sebuah pernyataan.
COMUNITA\' DI SANT\'EGIDIO VIA AP
Duta Besar Italia untuk Kongo, Luca Attanasio. Foto diambil di Kinshasa, ibu kota Kongo, 24 Januari 2018. Attanasio tewas dalam serangan kelompok bersenjata di desa desa Kibumba, sekitar 25 km dari Goma, ibu kota Provisni Kivu Utara, Kongo timur, Senin (22/2/20210.
Menteri Luar Negeri Italia Luigi Di Maio mengungkapkan kekecewaan yang besar dan kesedihan yang luar biasa. Ia menghentikan pertemuan di Brussels, Belgia, dengan para mitranya di blok Uni Eropa untuk kembali lebih awal ke Roma.
”Keadaan serangan brutal ini belum diketahui dan belum ada upaya yang akan dilakukan untuk menjelaskan apa yang terjadi,” kata Di Maio.
Attanasio menjadi diplomat senior di Kantor Perwakilan Italia di Kinshasa sejak 2017. Ia bergabung dengan layanan diplomatik pada tahun 2003 dan sebelumnya bertugas di Swiss, Maroko, serta Nigeria.
Diplomat di Kinshasa mengatakan, Attanasio menderita luka tembak di perut dan dibawa ke rumah sakit di Goma dalam kondisi kritis, hingga akhirnya meninggal. Militer Kongo mengatakan, pasukan sedang mencari para penyerang.
Kekerasan bersenjata
Kongo, negara di jantung Afrika, dilanda perang saudara dan rangkaian kekerasan tiada henti. Pada 1988 pecah perang saudara yang secara resmi berakhir pada 2003. Menjelang akhir perang yang dikenal sebagai Perang Kongo II itu, PBB membentuk Monusco pada 1999 dan mandatnya diperpanjang sampai dengan sekarang.
Status sebagai pasukan pemelihara perdamaian tidak menghentikan serangan terhadap Monusco. Juni 2020, Pembantu Letnan Dua (Anumerta) Rama Wahyudi dari Indonesia juga tewas kala regunya diserang kelompok bersenjata di Kivu Utara. Rama, salah seorang prajurit TNI, bertugas di Monusco.
Kompas/Riza Fathoni
Para prajurit TNI mengusung peti jenazah Pelda Anumerta Rama Wahyudi menuju ambulans saat upacara pelepasan keberangkatan jenazah di hanggar Skadron Udara 17 Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (3/7/2020).
Sejak Monusco dibentuk, Indonesia rutin mengirimkan prajurit untuk bergabung di dalamnya. Selain Rama, banyak anggota Monusco yang tewas atau terluka akibat serangan kelompok bersenjata.
PBB berulang kali mengungkapkan keprihatinan atas kekerasan di Kongo. Pekan lalu, Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) menyebut, kelompok bersenjata jadi bagian persoalan yang mengganggu kehidupan warga sipil, menuai ketakutan, dan menyemai bencana.
Sepanjang 2020, lebih dari 2.000 warga sipil tewas di Ituri, Kivu Selatan, dan Kivu Utara. Pada 2021, korban terus bertambah, baik dari warga setempat maupun warga asing.
”Serangan kelompok bersenjata diduga dilakukan bersama pasukan Kongo atau kelompok lain. Warga sipil terperangkap di tengah konflik,” kata juru bicara UNHCR, Babar Baloch.
UNHCR mengatakan, banyak kesaksian dari warga sipil terkait kekerasan yang sengaja ditujukan kepada mereka. ”Antara Desember 2020 dan Januari 2021 setidaknya tujuh serangan dilancarkan di Masisi, salah satu distrik di Kivu Utara,” kata Baloch.
ALEXIS HUGUET/AFP
Kendaraan medis atau ambulans rumah sakit Kivu Utara, Kongo timur, mengangkut jenazah para korban serangan di sebuah jalan di desa Kibumba, sekitar 25 km dari Goma, ibu kota Provinsi Kivu Utara, Senin (22/2/2021). Salah satu korban serangan itu adalah Duta Besar Italia untuk Kongo
Kini, UNHCR mengurus sedikitnya 88.000 pengungsi di 22 tempat penampungan di sekitar Kivu Utara. Jumlah pengungsi di tempat penampungan lain lebih besar.
Badan PBB untuk Anak-anak (Unicef) menyebut, hingga 3 juta anak-anak Kongo terancam. Total ada 5,2 juta pengungsi Kongo akibat kekerasan yang tidak kunjung padam di negara itu.
”Anak-anak yang terusir dari rumahnya ketakutan, miskin, dan terancam kekerasan. Dari generasi ke generasi hanya berpikir soal bertahan hidup,” kata Kepala Perwakilan Unicef di Kongo Edouard Beigbeder.
Kantor HAM PBB (OHCHR) menyebut, kekerasan kelompok bersenjata di Kongo berpeluang menjadi kejahatan terhadap kemanusiaan. OHCHR menunjuk langsung Pasukan Aliansi Demokrasi (ADF) dan tentara Kongo dalam laporan mereka. (AP/AFP/REUTERS/RAZ/CAL)