Kamp 800 Imigran Ilegal di Calais Dibongkar Polisi Perancis
Calais terus saja menjadi tempat singgah para migran dari Timur Tengah dan Afrika. Mereka berharap dapat melintasi Selat Inggris menuju Inggris.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
CALAIS, RABU — Kepolisian Perancis membongkar tenda-tenda yang menampung 800 kaum imigran ilegal di kota pelabuhan Calais, Perancis utara, Selasa (29/9/2020).
Aksi kepolisian itu adalah yang terbesar sejak langkah serupa digelar empat tahun silam. Tenda-tenda atau kamp-kamp itu menampung para imigran ilegal dan pengungsi asal negara-negara di Afrika dan Timur Tengah.
Operasi polisi mulai digelar pada Selasa menjelang fajar dan berlangsung sehari penuh atau hingga Rabu (30/9/2020) pagi. Lepas tengah hari, aparat telah mengevakuasi lebih dari 600 orang. Mereka diangkut dengan 30 bus. Ada 34 orang yang ditahan polisi.
Calais terus saja menjadi tempat singgah para imigran ilegal dari Timur Tengah dan Afrika. Mereka berharap dapat melintasi Selat Inggris menuju Inggris.
Di Calais, mereka mendirikan kamp-kamp darurat. Sejak awal tahun ini, otoritas Perancis telah mencegat setidaknya 1.317 imigran ilegal ketika mereka mencoba mencapai Inggris. Beberapa di antara mereka nekat berusaha masuk ke daratan Eropa dengan cara berenang.
”Kami ingin menghindari konsentrasi dan titik berkumpul baru di Calais,” kata Louis Le Franc, pejabat tinggi pemerintah di Calais, saat ditemui di lokasi pembongkaran.
Menurut Le Franc, operasi kali ini adalah pembongkaran kamp Calais terbesar sejak kamp serupa yang disebut Jungle (Hutan) antara 2015 dan 2016. Operasi kala itu dilakukan terhadap lebih dari 9.000 migran.
Prefektur Pas-de-Calais menyatakan ada sekitar 500 tenda di lokasi itu. Kamp-kamp itu menimbulkan masalah serius terkait kondisi keamanan, kesehatan dan ketenangan, terutama bagi staf dan pasien di pusat kesehatan terdekat.
Para imigran yang dievakuasi selanjutnya dibawa ke pusat penerimaan di Pas-de-Calais, departemen lain di Perancis utara, dan wilayah lain di negara itu.
Mayoritas migran adalah kaum laki-laki, terutama dari Somalia, Sudan, Iran, Irak, dan Eritrea. ”Ini adalah operasi untuk memberi orang tempat berlindung yang aman. Para imigran yang tinggal di kawasan hutan ini dalam kondisi yang sangat sulit,” kata Le Franc. ”Penting untuk mengeluarkan para migran sebelum musim dingin.”
Perancis utara telah lama menjadi magnet bagi orang-orang yang ingin menyelundupkan diri ke Inggris. Mereka umumnya berupaya menyeberang dengan perahu kecil.
Banyak yang mencoba menyusup di salah satu dari puluhan ribu truk dan mobil yang menyeberang setiap hari dengan feri dan kereta api. Pada Agustus, seorang remaja Sudan tewas tenggelam saat mencoba mencapai Inggris bersama satu temannya menggunakan sebuah perahu karet.
Otoritas Perancis telah berjanji untuk menghindari lahirnya kembali konsentrasi kamp yang disebut Hutan. Hutan kala itu, menurut catatan pemerintah, pernah menampung 10.000 orang.
Namun, nyatanya kamp-kamp serupa terus bermunculan. Para imigran ilegal dan pengungsi berdatangan. Mereka melarikan diri dari perang dan kemiskinan di negara asal mereka dan mencari kehidupan yang lebih baik di Eropa.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) mengkritik taktik polisi Perancis. Masuk dalam materi kritikan adalah langkah mereka menyita tenda para imigran ilegal dan barang-barang lainnya.
Pada Desember 2018, misalnya, ombudsman HAM Perancis mengatakan, para imigran ilegal di Prancis utara telah menjadi sasaran pelanggaran hak-hak dasar mereka yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Saat evakuasi sedang berlangsung pada Selasa pekan ini, para imigran ilegal terlihat mengantre untuk masuk ke bus. Mereka dikelompokkan berdasarkan kebangsaan mereka.
Tenda, selimut, sepatu, dan pakaian mereka ditinggalkan begitu saja di lokasi pembongkaran. ”Tujuan kami adalah juga untuk melawan secara aktif para penyelundup dan eksploitasi penderitaan manusia,” kata Le Franc.
Asosiasi HAM di Perancis mengatakan, operasi seperti itu tidak ada gunanya. Maya Konforti dari kelompok Auberge des Migrants mengatakan, orang-orang yang dievakuasi itu akan kembali lagi ke kamp-kamp mereka dalam beberapa hari.
”Kita menghabiskan banyak uang untuk memindahkan lusinan orang di bus, tetapi hal itu sama sekali tidak ada gunanya. Itulah yang terjadi, tidak ada yang lain,” katanya.
Para imigran ilegal sebenarnya tahu bahwa sedikit dari mereka yang memenuhi syarat untuk memperoleh suaka di Perancis. Karena hal itu, menurut Konforti, mereka yakin dan percaya bahwa Inggris adalah kesempatan terakhir mereka. Mereka pun bakal terus berusaha untuk sampai ke negara itu dengan segala cara.
Yolaine Bernard dari kelompok HAM Salam mengatakan, banyak imigran ilegal yang lolos dari operasi terbaru itu. Mereka pun bakal berada di jalan-jalan Calais tanpa selimut, tanpa tenda. Mereka tidak lagi punya apa-apa, tidak ada pakaian lagi.
Pemerintah memperkirakan sekitar 1.000 imigran tinggal di sekitar Calais. Sementara menurut kelompok-kelompok HAM, jumlahnya mendekati 1.500 orang.
Kelompok advokasi dan bantuan bagi imigran Anafe pada Selasa mengeluarkan laporan khusus. Isinya tentang kecaman atas dugaan pelanggaran HAM di perbatasan Perancis. Pejabat yang mencegah pendatang baru mengajukan klaim suaka dinilai sebagai bentuk pelanggaran HAM. (AFP)