Iran secara bertahap mengurangi komitmen atas perjanjian nuklir tahun 2015 sebagai balasan atas sikap unilateral Amerika Serikat. Teheran ingin para pihak melakukan kewajiban mereka.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
TEHERAN, MINGGU — Kepala Badan Atom Iran Ali Akbar Salehi, Minggu (13/9/2020), di Teheran, mengatakan, sebanyak 1.044 sentrifugal di pabrik pengayaan uranium Iran di Fordow, Provinsi Qom, aktif. Teheran pertama kali mengumumkan dimulainya kembali pengayaan di Fordow pada November lalu.
Pengayaan itu kembali dilakukan setelah Amerika Serikat pada 2018 menarik diri dari penjanjian nuklir Iran 2015 atau dikenal dengan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA). Langlah itu ditanggapi Iran dengan mengurangi komitmennya pada JCPOA. Namun, di sisi lain, Iran masih berupaya mendesak mitra lain dalam perjanjian itu, yaitu Inggris, Perancis, Rusia, China, dan Jerman, untuk bisa menyelamatkan JCPOA.
Pengaktifan mesin sentrifugal di situs Fordow merupakan langkah keempat Iran yang secara bertahap mengurangi komitmen atas perjanjian nuklir Iran tahun 2015. Langkah-langkah mundur Iran lainnya termasuk melampaui pembatasan perjanjian pada cadangan uranium yang diperkaya dan tingkat pengayaan, pengembangan sentrifugal canggih, dan mengabaikan batas jumlah sentrifugal.
”Kebijakan langkah keempat pengurangan komitmen JCPOA telah sepenuhnya dilaksanakan dan kami telah mengaktifkan ’sayap’ Fordow,” kata Salehi saat menanggapi pernyataan beberapa anggota parlemen bahwa Iran belum menerapkan pengurangan komitmen JCPOA di situs nuklir Fordow. Pernyataan itu, antara lain, diwartakan kantor berita Iran, IRNA.
”Sesuai dengan kebijakan pengurangan komitmen JCPOA, sebanyak 1.044 sentrifugal terlibat dalam proses pengayaan di Fordow dan sebagai pelaksana kebijakan ini kami sepenuhnya memenuhi tugas itu,” kata Salehi.
Setelah mengurangi komitmennya pada JCPOA, otoritas Iran mengatakan, mereka pengayaan sesuai dengan kebutuhan dan material yang diperkaya dijanjikan untuk ditumpuk. Salehi menggarisbawahi bahwa Iran secara nyata terlibat dalam tantangan politik dengan arogansi global.
”Republik Islam Iran telah terlibat dalam tantangan ini sejak kemenangan Revolusi Islam 1979 dan tantangan tersebut secara bertahap berubah menjadi sebuah masalah nuklir. Namun, kami akhirnya berhasil mengisolasi AS dalam tantangan ini dan ini merupakan pencapaian yang sangat berharga bagi Republik Islam Iran,” kata Salehi.
Pada 14 Agustus lalu, Dewan Keamanan PBB menolak resolusi AS yang bertujuan memperpanjang embargo penjualan senjata ke Iran yang berakhir pada Oktober. Namun, Washington yang sejak beberapa bulan lalu berupaya keras menekan Iran dengan instrumen sanksi tidak surut langkah. Pada 20 Agustus, Washington mengaktifkan lagi sanksi PBB atas Iran.
Namun, sejumlah mitra utama AS di Barat menolaknya. Di sisi lain, Iran juga mencoba untuk tetap menjaga JCPOA. Salah satu upaya yang dilakukan, pada 4 September, Iran membuka pintu untuk inspektur Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) memeriksa pada satu situs nuklir Iran.
Dalam pernyataan bersama pada November tahun lalu, Inggris, Perancis, Jerman, dan Uni Eropa mengatakan, keputusan Iran untuk memulai kembali kegiatan di Fordow ”tidak konsisten” dengan kesepakatan 2015. Pihak-pihak dalam kesepakatan itu telah meminta Iran untuk kembali ke komitmennya, tetapi Teheran menegaskan langkah-langkah tersebut dapat dibatalkan begitu manfaat ekonomi dari kesepakatan itu terwujud.
Salah satu dinamika terpanas tahun ini terjadi pada Januari lalu. Serangan pesawat tak berawak AS menewaskan komandan tinggi militer Iran, Qasem Soleimani, di Baghdad.
Ketegangan AS-Iran
Ketegangan antara Teheran dan Washington telah meningkat sejak AS menarik diri dari kesepakatan tersebut. Salah satu dinamika terpanas tahun ini terjadi pada Januari lalu. Serangan pesawat tak berawak AS menewaskan komandan tinggi militer Iran, Qasem Soleimani, di Baghdad. AS juga mendorong perpanjangan embargo senjata terhadap Iran yang mulai berakhir secara bertahap pada Oktober. Washington pun mendorong pemberlakuan kembali sanksi terhadap Iran.
Pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan, 4 September, bahwa persediaan uranium yang diperkaya Iran sekarang berada di lebih dari sepuluh kali lipat dari batas yang ditetapkan dalam kesepakatan nuklir Iran tahun 2015. Batasannya ditetapkan pada 300 kilogram (661 pon) uranium yang diperkaya dalam bentuk senyawa tertentu. Jumlah itu setara dengan 202,8 kg uranium. Merujuk pada laporan PBB, stok Iran sekarang mencapai lebih dari 2.105 kilogram uranium.
Masih terkait aktivitas nuklir Iran, pada awal pekan lalu, Salehi mengatakan, pihaknya telah meluncurkan fasilitas sentrifugal canggih baru. Fasilitas itu semata untuk menggantikan satu fasilitas yang rusak parah akibat sabotase di pabrik bahan bakar nuklir, utamanya di Natanz, pada Juli lalu.
”Telah diputuskan untuk membuat stasiun yang lebih modern, lebih besar, dan lebih baik di sekitar Natanz, dan pelaksanaan proyek ini telah dimulai,” kata Salehi, sebagaimana disiarkan televisi pemerintah. ”Kami memulai pekerjaan pendahuluan dengan memasok peralatan dan menyiapkan serangkaian ruang produksi untuk sentrifugal canggih.”
Mesin sentrifugal canggih digunakan dalam proses pengayaan uranium. Iran mengatakan, bulan lalu, bahwa ledakan di pabriknya di Natanz disebabkan oleh sebuah tindakan sabotase.
Setelah ledakan Juli, Iran mengirim peringatan ke Washington dan Israel. Dua negara itu menuduh Teheran mengembangkan program nuklir militer rahasia, klaim yang selalu dibantah Iran.
Juru bicara energi atom Iran, Behrouz Kamalvandi, mengatakan bahwa mereka telah mengidentifikasi sejumlah pihak yang bertanggung jawab dalam ledakan itu. Namun, ia tidak merinci pernyataannya. (AFP)