Arab Saudi mengatakan telah mengusulkan rencana untuk mempercepat implementasi Perjanjian Riyadh. Salah satu isinya, perdana menteri Yaman akan membentuk pemerintahan baru dalam waktu 30 hari yang akan mengakomodasi STC.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
AFP/NABIL HASAN
Petempur yang setia pada separatis Dewan Transisi Selatan Yaman (STC) beristirahat di setelah bertempur dengan pasukan pemerintah yang didukung Arab Saudi untuk menguasai Zinjibar, ibu kota provinsi Abyan selatan, di daerah Sheikh Salim, 23 Mei 2020.
SANA’A, RABU – Kelompok separatis di Yaman selatan, Dewan Transisi Selatan (STC), Rabu (29/7/2020), menyatakan meninggalkan pemerintahan sendiri, yang mereka bentuk pada April lalu. Mereka siap menerapkan kesepakatan pembagian kekuasaan dengan pemerintahan Presiden Yaman Abdurrabbuh Mansour Hadi di bawah mediasi Arab Saudi.
Pernyataan tersebut disampaikan juru bicara STC, Nizar Haitham, dalam unggahan di Twitter. Dia mengatakan, pengumuman itu datang setelah Arab Saudi dan Uni Emirat Arab menekan STC agar membatalkan keputusan memisahkan diri dari pemerintah Yaman di bawah Hadi.
STC mendeklarasikan pemerintahan sendiri di Aden, Yaman selatan, dan beberapa provinsi di wilayah selatan negara itu pada akhir April lalu. Mereka menuding pemerintahan Presiden Hadi gagal menjalankan tugas dan berkonspirasi menghambat aspirasi warga selatan. Pemerintahan Hadi dukungan Riyadh juga dituding korup dan melakukan banyak kesalahan dalam mengatur negara.
Kedua kubu itu semula berada dalam satu barisan melawan kelompok Houthi yang menguasai ibu kota Sana\'a sejak 2014. Dengan deklarasi STC tersebut, konflik di Yaman berubah menjadi perseteruan tiga kubu.
Sebelum STC menyempal, Yaman telah terbelah menjadi dua kelompok yang saling bermusuhan, yakni kubu Houthi dan kubu pemerintahan Hadi. Houthi menguasai ibu kota Sana’a, sedangkan Hadi beberapa kali memimpin dari pengasingan di Arab Saudi. Sejauh ini belum ada tanggapan maupun komentar dari kubu Houthi atas perkembangan terbaru sebagaimana dinyatakan STC itu.
AFP
Para petempur Pasukan Sabuk Keamanan dukungan Uni Emirat Arab (UEA), yang didominasi para anggota Dewan Transisi Selatan (STC), mengendarai tank di kota Shuqrah, sebelah timur Aden, Yaman selatan, Selasa (27/8/2019).
Arab Saudi mengatakan, telah mengusulkan rencana untuk "mempercepat" implementasi Perjanjian Riyadh, seperti dilaporkan kantor berita Arab Saudi, SPA, Rabu pagi. Rencananya, Perdana Menteri Yaman Maeen Abdulmalik Saeed akan membentuk pemerintahan baru dalam waktu 30 hari. Langkah itu akan disertai dengan penunjukan gubernur baru dan direktur keamanan untuk ibu kota Aden secara de facto.
Kelompok separatis Yaman itu telah menandatangani perjanjian pembagian kekuasaan di Riyadh pada November tahun lalu. Hal itu sebagai upaya memadamkan pertempuran di selatan yang kerap dijuluki "perang saudara dalam perang saudara".
Namun, Perjanjian Riyadh itu tidak berfungsi. Perjanjian itu gagal memenuhi tenggat waktu untuk dilakukannya langkah-langkah utama, termasuk membentuk kabinet baru dengan perwakilan yang sama untuk orang selatan dan reorganisasi kekuatan militer.
"Upaya Arab Saudi telah berhasil menyatukan pemerintah Yaman dan STC dalam menerima mekanisme yang diusulkan oleh kerajaan untuk mengimplementasikan Perjanjian Riyadh," kata Wakil Menteri Pertahanan Arab Saudi Pangeran Khalid bin Salman melalui Twitter.
REUTERS/MOHAMED AL-SAYAGHI
Warga Yaman yang terlantar akibat konflik di negeri mereka menanti pembagian bantuan Program Pangan Dunia PBB (WFP) di sebuah sekolah di Sana’a, Yaman, 21 Agustus 2019.
“Upaya menyatukan para pemimpin politik Yaman dan mencapai konsensus tentang mekanisme untuk menerapkan Perjanjian Riyadh menunjukkan kemungkinan penyelesaian perbedaan di Yaman melalui dialog tanpa menggunakan kekuatan militer,” lanjut Khalid.
Perjalanan panjang
Kelompok di Yaman selatan adalah kubu yang memiliki perjalanan panjang dalam sepak terjangnya di Yaman. Yaman Selatan adalah negara merdeka sejak 1967 ketika pasukan kolonial Inggris menarik diri untuk membuka jalan bagi terciptanya negara satu partai komunis yang didukung Uni Soviet. Tahun 1990, Yaman Selatan bersatu dengan utara.
Upaya Yaman Selatan untuk memisahkan diri lagi pada tahun 1994 memicu perang saudara singkat. Perang itu berakhir setelah pasukan dari utara dan sekutu milisi mereka berhasil menduduki selatan. Pada September 2014, pemberontak Houthi yang berbasis di utara menguasai ibu kota Sanaa dan sebagian besar wilayah utara.
Kondisi itu mendorong Presiden Hadi untuk melarikan diri ke kota kedua Aden, bekas ibu kota selatan. Arab Saudi pun membentuk koalisi militer untuk menopang pasukan Hadi. Pada April 2017, Hadi memecat Gubernur Aden, Aidarous al-Zoubeidi, seorang pendukung otonomi untuk wilayah yang sebelumnya merdeka itu.
Langkah itu mendorong demonstrasi ribuan warga Aden. Dalam tantangan terbuka kepada Hadi, Zoubeidi pada Mei 2017 meluncurkan otoritas paralel untuk mengelola provinsi selatan yang disebut STC. Pada Januari 2018, pasukan separatis yang didominasi oleh pendukung STC merebut hampir semua wilayah Aden dan mengepung istana kepresidenan, memicu tiga hari bentrokan yang menewaskan 38 orang.
Kelompok itu, yang disebut sebagai Pasukan Sabuk Keamanan, didukung oleh Uni Emirat Arab (UEA). Abu Dhabi sebenarnya adalah anggota kunci koalisi yang dipimpin Saudi dalam membantu Hadi melawan pemberontakan Huthi. Bentrokan baru antara Pasukan Sabuk Keamanan dan pasukan pro-pemerintah pecah di Aden pada Agustus 2019. Lanjutan konflik itu juga yang mengantarkan deklarasi pemisahan diri STC pada April tahun ini. (AFP/AP)