Perluas Cengkeraman di Tengah Pandemi, China Dinilai Jadi Ancaman
Jepang menilai China memanfaatkan kekuatan militer dan nonmiliter untuk memaksakan klaim di beberapa kawasan. Upaya itu untuk mengubah ”status quo” melalui pemaksaan agar tercipta keadaan yang terpaksa diterima.
Oleh
Kris Mada/Pascal S Bin Saju
·3 menit baca
China dilaporkan tidak saja meningkatkan kehadirannya di Laut China Selatan. Jepang pun menilai China sebagai ancaman serius karena juga memaksakan klaimnya di Laut Jepang.
TOKYO, SELASA — Jepang menuding China berusaha mengubah status quo untuk memperluas cengkeraman dan pengaruh di tengah pandemi Covid-19 di Laut China Timur dan Laut Jepang. Sementara India dan Amerika Serikat mengantisipasi China di Samudra Hindia dan Laut China Selatan. Jepang melihat China sebagai ancaman serius di kawasan.
Tudingan Jepang dicantumkan dalam buku putih Defence of Japan 2020 yang disiarkan, Selasa (14/7/2020). China disebut menyebarkan informasi yang tidak benar (disinformasi) di tengah ketidakpastian dan kebingungan publik dunia terkait pandemi dan kegiatan Angkatan Laut China telah menjadi sebuah masalah serius.
Pemerintah Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menyetujui kajian yang mengatakan China terus berusaha untuk mengubah status quo di Laut China Timur dan Laut China Selatan. Tokyo secara terbuka menyebutkan, Beijing memanfaatkan kekuatan militer dan nonmiliter guna memaksakan klaim sepihaknya di kawasan.
”Untuk mengubah status quo melalui pemaksaan agar tercipta keadaan yang terpaksa diterima,” kata buku putih itu.
Buku Putih Pertahanan Jepang juga menggambarkan intrusi yang terus-menerus China di perairan sekitar pulau sengketa Senkaku (menurut Jepang) atau Diaoyu (menurut China). Pulau tersebut terletak di pertemuan Laut China Timur dan Laut Jepang.
Sebelumnya, April lalu, China mendirikan dua distrik administratif secara sepihak di Laut China Selatan, wilayah yang diklaim juga oleh Taiwan, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Brunei.
Tokyo mengatakan, Beijing merampas Pasifik dan Laut Jepang dengan memanfaatkan kekuatan laut dan udara. Tokyo juga menilai Beijing berusaha memperluas pengaruhnya di Samudra Hindia, yang sudah lama menjadi keprihatinan India.
Menurut Tokyo, China terus meningkatkan kemampuan beroperasi di perairan lebih jauh seperti Samudra Hindia dalam beberapa tahun ini.
”China mempromosikan inisiatif sabuk dan jalannya. Dukungan China pada pembangunan pelabuhan di negara-negara Samudra India dan Kepulauan Pasifik dapat mengarah kepada ketersediaan pangkalan untuk kepentingan militernya. Militer China mungkin berperan di belakang layar melalui inisiatif seperti melawan pembajakan dan pemberantasan terorisme,” kata buku itu.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, mengatakan, Buku Putih Pertahanan Jepang penuh prasangka dan informasi palsu tentang China. Jepang telah melakukan usaha terbaiknya untuk membesar-besarkan apa yang disebut ”ancaman China”.
”China selalu tegas mempertahankan kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunannya. Semua serangan atau mendiskreditkan China adalah sia-sia,” kata Zhao seperti dikutip AP. Zhao mendesak Jepang agar berhenti menggelorakan ketegangan dan bekerja sama dengan China.
Buku putih dikeluarkan beberapa jam setelah Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo berkomentar soal klaim China di Laut China Selatan. ”Beijing menggunakan intimidasi untuk menggerogoti hak berdaulat negara-negara Asia Tenggara di Laut China Selatan, merusak akses mereka atas sumber daya lepas pantai, memaksakan kekuasaan unilateral, dan mengganti hukum internasional dengan ’yang kuat yang benar’,” kata pernyataan Pompeo.
Menurut Pompeo, China tidak punya dasar hukum untuk memaksakan kehendak sepihak di kawasan. Beijing tidak punya landasan hukum internasional untuk mengklaim ”sembilan garis putus-putus” di Laut China Selatan.
”China tidak bisa memaksakan klaim maritim termasuk klaim atas zona ekonomi eksklusif (ZEE),” lanjut Pompeo sambil mengingatkan, Beijing telah gagal membuktikan klaimnya di Laut China Selatan. AS menolak klaim itu.
Kedutaan Besar China di Washington DC, AS, mengecam pernyataan Pompeo. Beijing menuding Washington membelokkan fakta, memperburuk keadaan di kawasan, dan mencoba menyemai perbedaan di antara China dan negara di kawasan. Pernyataan Pompeo tidak dapat dibenarkan.
”Sembari mengamankan kedaulatan wilayah, hak dan kepentingan maritimnya, China berkomitmen menyelesaikan sengketa melalui perundingan dan konsultasi dengan negara-negara yang terlibat langsung,” kata Kedutaan China dikutip Global Times.
Samudra Hindia
Menteri Pertahanan Jepang Taro Kono mengatakan, Beijing berusaha mengubah status quo di berbagai penjuru dunia. Ia menyoroti perkembangan perbatasan India-China, Laut China Selatan, Laut China Timur, dan Laut Jepang. ”Kita perlu segera memahami niat China,” ujarnya seperti dikutip media Jepang, Mainichi dan Kyodo.
Semenara itu, China juga telah merisaukan India karena meningkatnya kehadiran China di Samudra Hindia. Upaya Beijing memperluas pengaruhnya di negara-negara kepulauan di Samudra Hindia telah lama membuat New Delhi marah. Dinamika itu, antara lain, terkait patroli kapal China, termasuk kapal selam, di kawasan.
Dinamika juga terkait, antara lain, penyerahan Pulau Feydhoo Finolhu, Maladewa, kepada perusahaan China untuk masa kontrak 50 tahun. Beberapa waktu lalu situs Maldives.net.tv melaporkan, penyerahan itu diikuti konsesi atas 14 pulau tanpa penghuni. India khawatir, reklamasi pulau-pulau itu bisa serupa dengan nasib pulau-pulau di Laut China Selatan.
Nirupama Rao, Menlu India periode 2009-2011, mengingatkan, China kini berusaha menyaingi India di Samudra Hindia. ”China jelas berusaha meningkatkan keunggulannnya melalui daya jangkau Angkatan Laut dan pembangunan aneka pelabuhan dan fasilitas terkait di kawasan. Kita tahu semua fasilitas jelas punya potensi militer. Jadi, kita harus meningkatkan aset, khususnya di Samudra Hindia,” ujarnya dalam diskusi terkait konflik perbatasan India-China.
Samudra Hindia dikelilingi negara-negara dengan penduduk total 2,6 miliar jiwa dan dilalui 50 persen kapal niaga global. Hingga 70 persen kapal pengangkut minyak melintas di sana. Sejumlah taksiran menyebut 60 persen cadangan minyak dan 40 cadangan gas global berada di lingkar Samudra Hindia.
Latihan militer India dan Jepang di Samudra Hindia, akhir Juni atau awal Juli 2020 mengindikasikan bahwa kedua negara semakin dekat untuk menghadapi China.
Pakar Asia Selatan pada Universitas Nasional Australia, David Brewster, mengatakan, India nyaris kalah dalam segala hal dari China. Keunggulan New Delhi hanya pada Samudra Hindia. Pakar India dan China sepakat pada fakta itu. (AP/REUTERS)