Mesir, Sudan, Etiopia Sepakat Berunding Lagi soal Konflik Bendungan Sungai Nil
Etiopia, Mesir, dan Sudan sepakat untuk melanjutkan kembali perundingan soal konflik Bendungan Sungai Nil Biru. Dalam dua hingga tiga pekan, perundingan diharap bisa menghasilkan solusi yang diterima oleh semua pihak.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
KAIRO, SABTU — Pemimpin tiga negara, yaitu Mesir, Sudan dan Etiopia, mencapai kata sepakat tentang penundaan pengisian air di Bendungan Renaisans Agung Etiopia atau Grand Ethiopean Renaissance Dam (GERD) oleh Pemerintah Etiopia yang semula direncanakan akan dimulai pada Juli mendatang. Kesepakatan penundaan ini melegakan setelah perundingan dua pihak yang difasilitasi Pemerintah Amerika Serikat menemui jalan buntu.
Menteri Air dan Energi Etiopia Seleshi Bekele, Sabtu (27/6/2020), membenarkan adanya kesepakatan itu. Ketiga negara, difasilitasi oleh organisasi Uni Afrika, sepakat untuk memulai kembali perundingan yang sempat macet. Negara-negara yang berkonflik itu sepakat menyelesaikan perundingan dalam dua atau tiga minggu ke depan.
Juru bicara Kepresidenan Mesir Bassam Radi mengatakan, Presiden Abdel Fattah el-Sisi dan para pihak yang terlibat di dalam perundingan itu telah bersepakat untuk tidak mengambil tindakan sepihak, khususnya terkait pengisian air bendungan, tanpa ada kesepakatan akhir.
Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok juga mengindikasikan kebuntuan antara negara-negara lembah Nil telah mereda. Ia mengatakan, negara-negara telah sepakat untuk memulai kembali negosiasi melalui komite teknis dengan tujuan menyelesaikan kesepakatan dalam waktu dua minggu ke depan. Hamdok menambahkan, Pemerintah Etiopia sepakat tidak akan mengisi bendungan sebelum menandatangani kesepakatan bersama.
Namun, terdapat perbedaan antara pernyataan Bekele dan Billene Seyoum, juru bicara Perdana Menteri Etiopia. Seoyum menyatakan, dalam pembicaraan Jumat, tidak ada perbedaan dari posisi awal Etiopia dalam pengisian bendungan. Pernyataan yang dikeluarkan kantor Perdana Menteri Etiopia pada Sabtu menyebutkan, jadwal pengisian bendungan GERD tidak berubah, yaitu awal Juli.
Pernyataan Seyoum tidak berbeda dengan pernyataan Menteri Luar Negeri Etiopia Gedhu Andarghacew pada pekan lalu yang menyebutkan negaranya akan mulai mengisi air di bendungan senilai 4,6 miliar dollar itu pada awal Juli 2020.
Ancaman konflik
Sejak beberapa tahun terakhir, Pemerintah Etiopia menggelontorkan dana lebih kurang 4,6 miliar dollar untuk membangun bendungan GERD, yang berlokasi sekitar 15 kilometer dari perbatasan dengan Sudan, di Sungai Nil Biru. Selain digunakan sebagai pembangkit listrik dengan kapasitas terpasang 6.450 megawatt, bendungan ini digadang-gadang akan membawa keluar jutaan rakyat Etiopia dari kemiskinan.
Akan tetapi, pengisian bendungan dengan menggunakan air dari Sungai Nil Biru, bisa memberikan dampak yang dahsyat bagi 100-an juta rakyat Mesir, yang 90 persen menggantungkan diri pada air di Sungai Nil untuk persediaan airnya.
Meski masih terdapat perbedaan pendapat, kantor Perdana Menteri Etiopia mengatakan bahwa ketiga negara sepakat bahwa Nil dan Grand Renaissance Dam merupakan masalah warga Afrika, dan solusi ala Afrika adalah jalan keluar yang terbaik, tanpa menjelaskan apa yang dimaksud dengan solusi Afrika itu.
Ketua Komisi Uni Afrika Moussa Faki Mahamat mengatakan, negara-negara terkait setuju bahwa proses perundingan akan difasilitasi oleh Uni Afrika. Sebelumnya Mesir dan Sudan sempat meminta bantuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk menjadi penengah.
Mengisi bendungan tanpa persetujuan bisa membuat kebuntuan menjadi titik kritis. Baik Mesir dan Etiopia telah mengisyaratkan langkah-langkah militer untuk melindungi kepentingan mereka. Para ahli mengkhawatirkan, gangguan dalam perundingan dapat menyebabkan konflik terbuka.