Permintaan Lemah Bisa Dorong Kejatuhan Industri Minyak dan Gas
Persaingan teknologi bersih bersama dengan kebijakan pemerintah untuk mencapai target iklim dan keamanan energi mendorong industri bahan bakar fosil menuju penurunan jumlah cadangan.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·5 menit baca
REUTERS/MAXIM SHEMETOV
Depo minyak di fasilitas minyak perusahaan raksasa minyak Arab Saudi, Aramco, yang terletak di Abqaiq, Arab Saudi, terekam pada 12 Oktober 2019.
DUBAI, KAMIS — Permintaan bahan bakar fosil yang menurun ditambah dengan meningkatnya risiko bagi investor dapat memangkas nilai cadangan minyak, gas, dan batubara hingga dua pertiga. Kondisi itu diperkirakan dapat mengirimkan gelombang kejutan sebagai efek-efek turunannya melalui ekonomi global.
Sebuah lembaga kajian keuangan nirlaba yang fokus pada penyelarasan pasar modal dengan kebijakan iklim, Carbon Tracker, memperkirakan nilai laba yang diproyeksikan untuk sektor ini juga bisa turun hingga dua pertiga.
Persaingan teknologi bersih bersama dengan kebijakan pemerintah untuk mencapai target iklim dan keamanan energi mendorong industri bahan bakar fosil menuju penurunan jumlah cadangan.
Penurunan cadangan itu sudah terdeteksi sejak beberapa tahun lalu, khususnya sejak cadangan itu mencapai puncak. ”Penurunan terminal cadangan dimulai ketika permintaan memuncak," kata penulis utama Kingsmill Bond, ahli strategi energi baru Carbon Tracker, kepada AFP, Rabu (3/6/2020).
"Permintaan batubara global, misalnya, memuncak pada 2013 dan tidak pernah pulih lagi ke tingkat itu," ujar Bond.
Sebelum pandemi Covid-19, banyak analis memperkirakan permintaan global terhadap minyak dan gas akan mencapai puncaknya pada pertengahan tahun 2020-an. Proyeksi Badan Energi Internasional (IEA), misalnya, memperkirakan minyak akan mengalami lonjakan permintaan menjelang akhir dekade 2010-2020 ini.
Namun, krisis ekonomi yang dipicu oleh kebijakan penutupan atau penguncian wilayah merespon pandemi Covid-19 di seluruh dunia mulai Maret dapat mempercepat proses itu.
AFP/FAYEZ NURELDINE
Kawasan penyulingan minyak Abqaiq milik perusahaan Arab Saudi, Aramco, seperti terlihat dalam foto yang diambil pada 20 September 2019. Aramco, Rabu (11/3/ 2020), mengumumkan keputusan untuk menaikkan kapasitas produksi minyaknya hingga 13 juta barel per hari.
"Kita sekarang mungkin telah melihat puncak permintaan bahan bakar fosil secara keseluruhan," kata Bond yang mendedikasikan waktu selama 25 tahun terakhirnya dalam penelitian ekuitas.
"Ketika goncangan berantai menghantam sektor yang sudah menghadapi penurunan secara struktural, maka puncak permintaan tergapai," ujarnya lagi.
IEA memperkirakan penurunan permintaan hingga delapan persen dalam bahan bakar fosil pada tahun 2020 karena pandemi Covid-19. "Tidak ada yang tahu berapa banyak pemulihan pada 2021," kata Bond.
Namun, kata Bond, jika pemulihannya setengah dan jika industri bahan bakar fosil kembali ke tingkat pertumbuhan satu persen, bakal diperlukan waktu hingga 2025 untuk kembali ke tingkat 2019.
"Pada saat itu, teknologi energi terbarukan akan cukup besar untuk memasok semua pertumbuhan permintaan energi,” ujarnya.
Dari Dubai dilaporkan Arab Saudi dan Rusia telah menyetujui kesepakatan pendahuluan untuk memperpanjang rekor penurunan produksi minyak hingga satu bulan, Rabu (3/6/2020). Hal itu dapat meningkatkan tekanan pada negara-negara dengan tingkat kepatuhan buruk untuk menekan produksi minyak mereka.
Namun, belum ada kesepakatan mengenai apakah akan mengadakan pertemuan kebijakan output OPEC+ pada Kamis (4/6/2020) ini. Hambatan utamannya adalah bagaimana menangani negara-negara yang telah gagal melakukan pemotongan pasokan dalam jumlah yang dibutuhkan berdasarkan pakta yang ada.
REUTERS/AHMED YOSRI
Seorang pekerja sedang mengisi bahan bakar pada kendaraan roda empat di sebuah stasiun pengisian bahan bakar untuk umum di Riyadh, Arab Saudi, 16 Februari 2020.
OPEC+ sepakat untuk memangkas produksi dengan tingkat jumlah yang mencapai rekor sebesar 9,7 juta barrel per hari, atau sekitar 10 persen dari produksi global, pada Mei dan Juni ini.
Hal itu untuk mengangkat harga yang terpukul oleh jatuhnya permintaan terkait penutupan wilayah selamam pandemi Covid-19. Namun alih-alih mengurangi penurunan produksi pada bulan Juli, OPEC+ berdiskusi mempertahankan pemotongan tersebut di luar Juni.
"Arab Saudi dan Rusia sejalan dengan perpanjangan selama satu bulan," kata satu sumber OPEC. "Setiap perjanjian tentang perpanjangan pemotongan tergantung pada negara-negara yang belum sepenuhnya memenuhi Mei memperdalam pemotongan mereka dalam beberapa bulan mendatang untuk mengimbangi kelebihan produksi mereka.”
Pada 2019, energi terbarukan -- terutama matahari dan angin -- sudah menyumbang 72 persen dari semua ekspansi di sektor listrik, demikian laporan Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) pada bulan lalu.
Sekarang adalah waktu untuk merencanakan penutupan secara teratur aset bahan bakar fosil dan mengelola dampak ekonomi global daripada mencoba untuk mempertahankan (energi) yang tidak berkelanjutan
Ketika teknologi alternatif mengambil semua faktor pertumbuhan, maka teknologi sebelumnya memasuki penurunan terminal. Ambang itu biasanya dilewati ketika teknologi baru memiliki pangsa pasar hingga lima persen.
Energi terbarukan telah mencapai sekitar seperempat dari pembangkit listrik, tetapi -- tidak termasuk hidro, yang memiliki potensi ekspansi yang lebih kecil -- baru mencakup sekitar empat persen dari konsumsi energi primer global.
"Sekarang adalah waktu untuk merencanakan penutupan secara teratur aset bahan bakar fosil dan mengelola dampak ekonomi global daripada mencoba untuk mempertahankan (energi) yang tidak berkelanjutan," kata Bond.
SINA SCHULDT/DPA VIA AP
Para pesepeda melintasi wilayah Emden, Jerman, 3 Juni 2020. Pemerintah Jerman ingin meningkatkan kapasitas enerrgi lisrik tenaga angin lepas pantai lima kali lipat pada tahun 2040 untuk menggantikan energi fosil.
Pemotongan dividen oleh Shell -- pertama kali oleh Shell sejak Perang Dunia II -- dan hilangnya nilai saham Repsol hampir lima miliar euro (5,6 miliar dollar AS) tahun lalu, serta gelombang kebangkrutan di sektor minyak shale AS menunjukkan kemungkinan perubahan struktural.
Namun, perusahaan minyak dan gas memperkirakan pertumbuhan permintaan untuk produk mereka. Sistem bahan bakar fosil secara keseluruhan telah berinvestasi sekitar 5 triliun dollar AS per tahun untuk infrastruktur pasokan dan permintaan baru selama beberapa tahun berjalan.
Ukuran ekonomi bahan bakar fosil mencapai sekitar 10 triliun dollar AS dalam infrastruktur untuk memfasilitasi pasokan dan 22 triliun dollar AS dalam infrastruktur permintaan. Itu berarti penurunannya yang cepat dapat menimbulkan ancaman bagi stabilitas keuangan.
Perusahaan-perusahaan di seluruh sistem bahan bakar fosil bernilai 18 triliun dollar AS dalam ekuitas terdaftar, mencapai seperempat dari total nilai pasar ekuitas global.
Pada tahun 2018, Bank Dunia menilai keuntungan di masa depan dari minyak, gas dan batubara yang diberikan selama kurang lebih 50 tahun sebesar 39 triliun dollar AS.
RANIA SANJAR/AFP
Petugas di SPBU di Riyadh, Arab Saudi, 11 Mei 2020, mengisi ulang tangki mobil pelanggannya. Arab Saudi dan Rusia telah menyetujui kesepakatan pendahuluan untuk memperpanjang rekor penurunan produksi minyak hingga satu bulan, Rabu, 3 Juni 2020.
Carbon Tracker menghitung bahwa jika permintaan turun dua persen per tahun -- sejalan dengan tujuan Perjanjian Paris untuk membatasi pemanasan global di bawah dua derajat Celcius -- maka keuntungan masa depan itu akan turun hampir dua pertiga hingga 14 triliun dollar AS.
Sebaliknya, produsen yang memproyeksikan pengembalian ke bisnis seperti biasa, adalah bank dengan laba lebih dari 100 triliun dollar AS. Jatuhnya keuntungan di masa depan akan sangat mengancam negara-negara minyak yang ekonominya bergantung pada pendapatan ekspor minyak.
Penghasil minyak dan gas terbesar di dunia adalah Arab Saudi, Rusia, Irak dan Iran. Mereka yang paling rentan terhadap ketidakstabilan itu termasuk Venezuela, Ekuador, Libya, Aljazair, Nigeria dan Angola. (AFP/REUTERS)