Korona Memicu Paket Stimulus Terbesar dalam 100 Tahun Terakhir
G-20 mengucurkan 5 triliun dollar AS bagi penanggulangan pandemi Covid-19 di dunia. Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G-20 diminta berkoordinasi untuk mewujudkan langkah-langkah yang dapat diterapkan.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
SAUDI PRESS AGENCY VIA AP
Raja Salman bin Abdulazis memimpin rapat darurat G-20 secara daring dari Riyadh, Kamis (26/3/2020), untuk menyusun rencana aksi penanggulangan Covid-19.
RIYADH, JUMAT — Negara-negara pengendali 85 persen perekonomian dunia, G-20, menjanjikan paket stimulus senilai total 5 triliun dollar AS untuk menanggulangi dampak penyakit Covid-19. Paket stimulus itu paling besar dibandingkan yang pernah dikucurkan dalam 100 tahun terakhir.
Janji paket stimulus itu diungkap selepas rapat darurat G-20, Kamis (26/3/2020) malam. Lewat rapat virtual perdana sepanjang sejarah G-20 itu, para kepala negara-negara dengan perekonomian terbesar itu mengakui kini warga semakin saling tergantung sekaligus rentang.
”Virus tidak mengenal batas negara,” demikian pernyataan akhir para kepala pemerintahan G-20.
G-20 berjanji akan melakukan semua hal dengan semua perangkat untuk mengurangi dampak sosial dan ekonomi pandemi ini. Pemulihan pertumbuhan global, stabilitas pasar, dan memperkuat daya bangkit juga menjadi fokus.
”Kami sedang memasok 5 triliun dollar AS pada perekonomian dunia dalam bentuk kebijakan anggaran terarah, langkah ekonomi, dan skema penjaminan untuk melawan dampak sosial, ekonomi, dan keuangan dari pandemi. Kami akan terus menyediakan dukungan kebijakan anggaran yang besar,” kata pernyataan itu.
SEKRETARIAT PRESIDEN/MUCHLIS JR
Presiden Joko Widodo mengikuti KTT Luar Biasa G-20 secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (26/3/2020). KTT tersebut membahas upaya negara-negara anggota G-20 dalam menangani pandemi Covid-19.
Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral diminta berkoordinasi untuk mewujudkan langkah-langkah yang dapat diterapkan. Pemerintah G-20 juga mendukung langkah-langkah luar biasa yang diambil bank sentral.
Paket stimulus yang diungkap G-20 itu terbesar sepanjang sejarah, atau setidaknya dalam 100 tahun terakhir. Selepas Perang Dunia II, pembangunan ulang Eropa lewat Marshall Plan menghabiskan 12 miliar dollar AS atau setara 128 miliar dollar AS untuk harga berlaku saat ini. Sementara sepanjang krisis 2008, total paket stimulus global ditaksir 3 triliun dollar AS.
G-20 terdiri atas 19 negara dan Uni Eropa (UE). Sebagian anggota UE, yakni Jerman, Perancis, dan Italia, juga menjadi anggota G-20. Di antara seluruh anggota G-20, AS mengucurkan paket paling besar, yakni 2,2 triliun dollar AS. Belum diketahui apakah paket itu termasuk dua kebijakan senilai total 358 miliar dollar AS yang lebih dulu diluncurkan oleh Washington.
Kesehatan penting
Hal yang jelas, dalam paket 2,2 triliun dollar AS itu ada alokasi 550 miliar dollar AS untuk bantuan langsung tunai. Ada pula 110 miliar dollar AS untuk dana kesehatan darurat selama masa pandemi.
Pembiayaan kesehatan menjadi isu penting. Organisasi Buruh Internasional (ILO) menyebut, 3 miliar dari 7,7 miliar penduduk dunia tidak punya asuransi kesehatan atau akses pada layanan kesehatan. Selain itu, 4 miliar warga dunia juga tidak mendapat manfaat dari program perlindungan sosial. Kelompok itu paling rentan di tengah wabah.
Selain dana, isu kesehatan yang penting adalah ketersediaan obat dan alat medis. G-20 sepakat meningkatkan kapasitas industri kesehatan untuk memenuhi kebutuhan di masa pandemi ini. Alat kesehatan dan obat akan tersedia secara luas dengan harga terjangkau.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan, London akan memberikan 302 juta dollar AS untuk mengembangkan vaksin Covid-19. Dana itu akan disalurkan melalui Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI)
Terpecah
Kala G-20 bersepakat, UE terpecah soal dana penanggulangan Covid-19. Belanda dan Jerman menolak usulan menerbitkan surat utang untuk mendanai program penanggulangan dampak wabah.
”Beberapa anggota mengusulkan obligasi korona. Kami menyampaikan bahwa itu bukan pendapat semua negara. Saya lebih memilih mekanisme stabilisasi Eropa (ESM),” kata Kanselir Jerman Angela Merkel.
PM Belanda Mark Rutte menyebut ESM akan menjadi sumber pinjaman terakhir. Pemanfaatannya juga harus memenuhi sejumlah syarat. Belanda memastikan setuju dengan Jerman.
Sementara Italia dan Spanyol mendorong penerbitan obligasi itu. ”Jangan mengulangi kesalahan selama krisis 2008 yang menebarkan benih perpecahan Eropa,” kata PM Spanyol Pedro Sanchez.
Ketidaksepakatan soal obligasi itu menambah daftar perselisihan internal UE sejak Covid-19 melanda. Roma dan sejumlah anggota UE di Eropa Timur merasa UE tidak bekerja memadai untuk menanggulangi wabah. Solidaritas UE dinilai tidak ada.
Sebaliknya, China dan Rusia justru giat mengirimkan bantuan kepada anggota-anggota UE. Aneka peralatan kesehatan dan sejumlah tenaga medis dikirimkan ke berbagai anggota UE.
Roma marah kala Paris dan Berlin mencegat ekspor alat bantu pernapasan dan sejumlah peralatan medis yang akan dikirim ke Italia. Belakangan, Paris menyatakan persoalan itu dipicu kesalahpahaman. (AP/REUTERS)