Kenaikan Suhu Lingkungan Meningkatkan Kematian Populasi
Penelitian terbaru di Amerika Serikat menunjukkan, kenaikan suhu lingkungan meningkatkan kematian populasi. Fenomena serupa juga telah ditemukan di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
AFP/ ASAAD NIAZI
Suasana di Sungai Efrat dekat jembatan penyeberangan yang diselimuti badai pasir berat di Kota Nasiriyah di Provinsi Dhi Qar selatan, Irak, Senin (23/5/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Setiap penambahan satu hari panas ekstrem dalam sebulan meningkatkan 0,07 kematian tambahan per 100.000 orang dewasa di Amerika Serikat. Temuan ini menguatkan sejumlah penelitian sebelumnya tentang dampak buruk kenaikan suhu global terhadap kesehatan populasi, termasuk yang ditemukan di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Penelitian terbaru tentang kaitan kenaikan panas ekstrem dengan kematian populasi ini diterbitkan secara daring di JAMA Network Open edisi 19 Mei 2022. Studi ditulis oleh Sameed Ahmed M Khatana dari University of Pennsylvania di Philadelphia dan tim. Analisis tersebut mencakup jumlah hari yang sangat panas pada bulan-bulan musim panas dari 2008 hingga 2017 dan tingkat kematian dari semua penyebab.
Para peneliti menemukan bahwa jumlah rata-rata hari panas ekstrem selama bulan-bulan musim panas di 3.108 wilayah setingkat kabupaten di Amerika Serikat yang berdekatan mencapai 89 hari. Setiap hari panas ekstrem tambahan dalam sebulan dikaitkan dengan 0,07 kematian tambahan per 100.000 orang dewasa setelah memperhitungkan ”pengganggu” waktu-invarian, tren waktu sekuler, dan ukuran lingkungan dan ekonomi yang bervariasi waktu.
Perubahan iklim dan konsekuensinya akan berdampak sangat besar kepada masyarakat kita dalam hal kesehatan, dan kesehatan kardiovaskular memainkan peranan penting.
Peningkatan yang lebih besar dalam tingkat kematian ditemukan untuk orang dewasa yang lebih tua versus yang lebih muda (0,19 kematian per 100.000 individu), orang dewasa pria versus wanita (0,12 kematian per 100.000 individu), dan orang dewasa kulit hitam non-Hispanik versus kulit putih non-Hispanik (0,11 kematian per 100.000 individu).
Penyakit kardiovasukular
Dalam presentasinya di Sesi Ilmiah Tahunan ke-71 American College of Cardiology pada Maret 2022, Khatana memaparkan, panas ekstrem menyumbang 600-700 kematian tambahan akibat penyakit kardiovaskular setiap tahun selama periode satu dekade di AS. Lonjakan kematian selama gelombang panas paling menonjol pada pria dan orang dewasa kulit hitam non-Hispanik menunjukkan perubahan iklim dapat memperburuk kesenjangan penyakit jantung yang ada untuk kelompok-kelompok ini di tahun-tahun mendatang.
Menurut Khatana, panas dapat menyebabkan peningkatan ketegangan pada jantung dan memicu kejadian seperti serangan jantung. Selain itu, beberapa faktor risiko penyakit jantung, seperti diabetes—serta obat jantung, seperti diuretik dan beta blocker—dapat memengaruhi kemampuan seseorang untuk mengatur suhu tubuh dan membuatnya sulit untuk menangani panas yang ekstrem.
”Hasil ini menunjukkan tingkat penuh dari efek kesehatan yang merugikan dari panas yang ekstrem lebih luas dari yang disadari sebelumnya. Perubahan iklim dan konsekuensinya akan berdampak sangat besar kepada masyarakat kita dalam hal kesehatan, dan kesehatan kardiovaskular memainkan peranan penting,” tutur Sameed Ahmed Khatana.
Temuan di Indonesia
Dampak buruk kenaikan suhu permukaan terhadap kesehatan masyarakat di Indonesia juga telah ditemukan. Ike Anggraini, pengajar dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman, Samarinda, dalam diskusi daring, Rabu (18/5), menyebutkan, deforestasi telah menghilangkan fungsi pendinginan dari hutan. Tempat berteduh hilang, mengganggu evapotranspirasi dan siklus air. Dalam jangka panjang, deforestasi juga meningkatkan emisi karbon sehingga berkontribusi terhadap pemanasan global. Dampaknya pada kesehatan terutama dari meningkatnya paparan panas.
Ike dan tim peneliti The Nature Conservancy (TNC) telah melakukan serangkaian studi di Kalimantan Timur, khususnya Kabupaten Berau, terkait dampak deforestasi, kenaikan suhu, dan terhadap kesehatan. Studi mereka yang dipublikasikan di jurnal Lancet Planetary Health pada 2021 menemukan deforestasi di Berau dalam kurun 16 tahun telah meningkatkan suhu maksimum harian di kawasan ini rata-rata sebesar 0,95 derajat celsius, yang berdampak pada meningkatnya angka kematian populasi.
Dengan menganalisis data di pusat kesehatan masyartakat, ditemukan adanya kaitan antara kenaikan suhu 1 derajat di Berau ini dengan meningkatnya 7,3-8,5 persen kematian dari semua penyebab, atau 101-118 tambahan kematian per tahun pada 2018.
Selain itu, peningkatan suhu ini juga menyebabkan peningkatan waktu kerja yang tidak aman sebesar 0,31 jam per hari di daerah yang terdeforestasi dibandingkan dengan 0,03 jam per hari di daerah yang mempertahankan tutupan hutan. Hal ini bisa memengaruhi produktivitas bekerja, khususnya mereka yang bekerja di luar ruangan.