Kadar timbal dalam darah pada anak-anak di daerah yang terpapar timbal sangat tinggi dan di atas ambang batas normal. Perlu upaya lebih cepat untuk mengatasi paparan timbal akibat pengelolaan aki bekas ilegal ini.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Paparan timbal dari pengelolaan atau daur ulang aki bekas ilegal tidak hanya membahayakan lingkungan, tetapi juga mengancam kesehatan masyarakat, terutama anak-anak. Seluruh pihak diminta untuk mempercepat perbaikan pengelolaan aki bekas, di antaranya pada rantai pasok, pengawasan, dan penegakan hukum.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin mengemukakan, pengelolaan atau daur ulang aki bekas masih sangat tradisional dengan tungku sederhana pada era 1970 hingga 1980-an. Upaya daur ulang aki bekas ini kemudian berkembang menjadi lebih modern dan lebih baik yang dikelola oleh pabrik pada 1990-an.
”Namun, menjelang tahun 2000, terjadi permintaan yang sangat tinggi karena kita masih diperbolehkan impor aki bekas. Kondisi tingginya permintaan ini memicu terjadinya peleburan secara ilegal dan berlanjut sampai sekarang,” ujar Ahmad dalam webinar bertajuk ”Mencegah dan Memantau Pencemaran Timbal di Lingkungan”, Rabu (23/3/2022).
Aliran aki bekas menuju pelebur ilegal harus dipotong sehingga dapat dialihkan ke pelebur berizin yang memiliki metodologi dan teknologi yang ramah lingkungan.
Paparan timbal akan meluas ke sekitar wilayah pengelolaan aki bekas ilegal seperti di wilayah Desa Cinangka, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Saat melakukan pembersihan pada 2013-2014, KPBB menemukan hampir setiap sudut desa memiliki permasalahan dengan paparan timbal, khususnya di permukaan tanah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kemudian melakukan pembersihan kembali pada 2016.
Namun, permodelan paparan timbal yang dilakukan dengan menggunakan data meteorologi dan geofisika menunjukkan paparan timbal dari Cinangka dapat mencapai 20 kilometer. Hal serupa terlihat pada daur ulang aki bekas ilegal dari beberapa wilayah di Jabodetabek, seperti di Parung Panjang, Cipondoh, Rawa Buaya, Lebakwangi, dan Pegangsaan Dua.
Kasus paparan timbal di seluruh desa juga terjadi di Pesarean, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Paparan timbal ini tidak hanya dari proses daur ulang aki bekas, tetapi juga timbunan sisa peleburan. Selain berbahaya bagi lingkungan, kondisi ini juga mengancam kesehatan masyarakat.
Data KPBB tahun 2010 menunjukkan, kadar timbal dalam darah (BLL) pada anak-anak di Pesarean rata-rata 32,27 mikrogram per desiliter, dengan angka tertinggi mencapai 65 mikrogram per desiliter. Angka ini cukup tinggi karena ambang batas normal BLL sesuai ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terbaru adalah 5 mikrogram per desiliter.
Menurut Ahmad, meski sudah dilakukan pembersihan di seluruh desa, terdapat titik-titik area yang masih memerlukan proses tindak lanjut untuk memastikan tidak ada lagi timbal terdeteksi. Pembersihan pun kembali dilakukan KLHK tahun 2021.
”Aliran aki bekas menuju pelebur ilegal harus dipotong sehingga dapat dialihkan ke pelebur berizin yang memiliki metodologi dan teknologi yang ramah lingkungan. Namun, bila pelebur ilegal masih tetap mau mengolah aki bekas, harus memperbaiki metodologi dan teknologi atau mereka bisa bergeser sebagai pemasok ke pelebur berizin,” tuturnya.
Besarnya dampak dari paparan timbal membuat Ahmad terus mendorong berbagai pihak untuk melakukan langkah cepat perbaikan pengelolaan aki bekas. Salah satu upaya yang perlu dilakukan saat ini adalah dengan menyelenggarakan rapat koordinasi teknis (rakornis) pengelolaan aki bekas dengan mengundang perusahaan-perusahaan pelebur berizin untuk memetakan rantai pasok mereka.
Dalam rakornis tersebut, Ahmad menilai perlu adanya pembahasan tentang peningkatan kapasitas dan legalisasi rantai pasok berizin dan mengondisikan pelaksanaan penegakan hukum secara ketat. Di sisi lain, baik KLHK maupun pihak kepolisian perlu meningkatkan koordinasi dalam mengefektifkan pengelolaan aki bekas serta merencanakan pemantauan pelaksanaan legalisasi rantai pasok berizin.
Selain itu, KLHK juga perlu mengeluarkan surat edaran agar bupati/wali kota melaksanakan bimbingan teknis pelegalan titik pengumpulan sementara aki bekas sebelum diambil oleh para pihak. Diharapkan juga ke depan bisa berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan untuk menerapkan pengampunan pajak (tax amnesty) dalam proses tersebut.
Rute pajanan
Direktur Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Anas Maruf menyatakan, anak-anak, wanita hamil, dan wanita usia subur sangat rentan terhadap dampak racun timbal. Rute utama pajanan dan penyerapan timbal ini ialah dihirup (inhalasi), konsumsi (ingesti), dan kontak kulit (absorpsi).
Menurut Anas, pada tingkat populasi, dampak utama pajanan timbal muncul pada perkembangan neuro-kognitif anak-anak dan penyakit kardiovaskular di masa dewasa. Adapun risiko lebih besar pada anak-anak ialah penurunan kemampuan kognitif, kecerdasan, perhatian, penalaran, dan perilaku sosial. Semua hal ini pada akhirnya berkontribusi pada peningkatan kesehatan masyarakat dan beban ekonomi.
Saat ini, Kemenkes sudah membuat sejumlah peraturan dan kebijakan tentang ambang batas serta pencegahan dan pengendalian dampak kesehatan timbal. ”Kami juga sedang berproses untuk menyatukan standar baku dari air, udara, tanah, bangunan, dan pangan,” ungkap Anas.
Pelaksana Tugas Direktur Pengaduan, Pengawasan, dan Sanksi Administrasi Direktorat Jenderal Penegakan Hukum(Gakkum) KLHK Vinda Damayantimenyebutkan, Ditjen Gakkum telah menerima informasi adanya dugaan peningkatan peleburan aki bekas ilegal di masa pandemi. Sebab, terdapat keleluasaan mereka dengan dalih mengatasi kesulitan ekonomi.
”Ditjen Gakkum telah melakukan pemetaan terhadap rantai pasok daur ulang aki bekas di Indonesia. Dari hasil pemetaan, kami menyimpulkan ada lima pihak yang terlibat, yaitu penghasil, pengumpul, pemanfaat, pelebur, dan industri daur ulang. Kami telah menindak tegas dengan melakukan upaya penegakan hukum,” ucapnya.