Kekebalan Alami Dapat Meningkatkan Kinerja Vaksin Malaria
Peneliti dari Copenhagen University selangkah lebih maju memahami malaria. Mereka menemukan perbedaan penting antara kekebalan atau antibodi yang didapat secara alami dan kekebalan setelah vaksinasi malaria.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
Selama bertahun-tahun, para ilmuwan dari seluruh dunia berusaha memahami lebih dalam tentang infeksi parasit malaria yang setiap tahun telah membuat setengah juta anak di Afrika meninggal. Melalui studi terbaru, para peneliti telah selangkah lebih maju dalam memahami malaria karena menemukan perbedaan penting antara kekebalan yang didapat secara alami dan kekebalan setelah vaksinasi.
Para peneliti dari Copenhagen University, Denmark, melalui hasil studi yang terbit di jurnal Nature pada 5 Oktober 2021 menemukan bahwa kekebalan terhadap malaria diperkirakan bekerja secara berbeda. Sistem kekebalan tubuh menggunakan beberapa jenis sel lain untuk melawan infeksi parasit malaria.
Dalam studi ini, para peneliti membandingkan dua sampel darah. Sampel darah pertama dari orang Ghana yang telah terinfeksi malaria dan kedua dari orang-orang yang berpartisipasi dalam uji klinis Fase 1 vaksin malaria eksperimental.
Profesor di Departemen Imunologi dan Mikrobiologi Copenhagen University Lars Hviid menjelaskan, antibodi yang diproduksi tubuh saat terinfeksi malaria terlihat berbeda dari antibodi setelah vaksinasi. Hal ini menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh manusia memiliki respons yang lebih efisien saat terinfeksi secara alami.
”Kami telah menemukan bahwa antibodi seseorang terlihat berbeda, tergantung orang tersebut telah divaksinasi atau terinfeksi malaria. Artinya, tubuh meluncurkan beberapa mekanisme pertahanan lain dan sebagai gantinya tubuh menggunakan sel pembunuh alami,” ujarnya dikutip dari laman resmi Copenhagen University, Senin (15/11/2021).
Kami telah menemukan bahwa antibodi seseorang terlihat berbeda, tergantung orang tersebut telah divaksinasi atau terinfeksi malaria. Artinya, tubuh meluncurkan beberapa mekanisme pertahanan lain dan sebagai gantinya tubuh menggunakan sel pembunuh alami
Menurut Lars, sistem imun dapat memicu berbagai mekanisme untuk mempertahankan tubuh. Pertahanan terhadap infeksi parasit, virus, dan bakteri kerap disebut makrofag. Ketika seseorang terkena serangan dari luar, sistem kekebalan dapat menghasilkan antibodi yang menempel pada benda asing yang perlu dilawan.
”Mereka kemudian dikenali oleh beberapa sel kecil yang disebut makrofag yang tertarik pada antibodi dan memakannya seperti bakteri atau virus. Ini pada dasarnya merupakan sistem kerja kekebalan tubuh terhadap sebagian besar penyakit menular,” katanya.
Menyerupai kanker
Sel pembunuh alami kerap dipahami para peneliti sebagai salah satu senjata terbaik tubuh untuk melawan sel kanker. Namun, diperkirakan pertahanan tubuh terhadap malaria memiliki ciri-ciri yang sama dengan sistem kekebalan tubuh melawan kanker.
Dalam istilah populer, kata Lars, seseorang dapat mengatakan bahwa sistem kekebalan memiliki pertahanan yang lebih khusus untuk melawan malaria daripada infeksi khas lainnya. Ia memandang selama ini, manusia telah berevolusi dengan cara tersebut karena malaria merupakan penyakit yang menular dan mematikan serta sulit dipahami.
”Studi kami menunjukkan strategi baru untuk mengembangkan vaksin malaria yang lebih baik di masa depan. Sebab, saat ini kami tahu bagaimana tubuh memobilisasi pertahanan dengan sel pembunuh alami dan kami dapat menirunya melalui vaksin,” ucapnya.
Malaria telah menjadi penyakit yang mengancam umat manusia selama ribuan tahun. Laporan malaria dunia dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terbaru yang diterbitkan pada November 2020 mencatat, terdapat 220 juta kasus klinis dan 400.000 kematian akibat malaria yang terjadi pada 2019. Mayoritas kasus terjadi di wilayah Afrika.
Dalam studi lainnya dari peneliti Copenhagen University yang diterbitkan di Journal Experimental Medicine, Januari 2021, diketahui bahwa malaria juga dapat menipu sistem pertahanan otak. Salah satu kondisi terburuk dari penyakit ini yaitu malaria serebral yang dapat menyebabkan konsekuensi neurologis parah dan dapat mengakibatkan kematian.
”Penelitian kami menunjukkan bahwa jenis parasit malaria tertentu dapat melintasi penghalang darah-otak dengan memanfaatkan mekanisme yang juga digunakan oleh sel-sel kekebalan dalam kasus-kasus khusus. Ini adalah terobosan besar dalam pemahaman malaria serebral dan sebagian menjelaskan proses penyakit yang terlihat pada infeksi otak,” ungkap Anja Ramstedt Jensen, salah satu penulis laporan tersebut.