Merkuri masih dijual bebas secara daring di media sosial. Hal itu menandai lemahnya pengawasan peredaran bahan beracun dan berbahaya tersebut.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penarikan merkuri pada sektor penambangan emas skala kecil atau PESK sampai saat ini belum dapat dilakukan secara keseluruhan. Bahkan, masih ada merkuri ilegal yang dijual secara daring di media sosial.
Senior Advisor Nexus3 Foundation Yuyun Ismawati menyampaikan, menurut informasi yang didapat dari asosiasi petambang, ada sekitar 1,2 juta PESK di Indonesia yang membutuhkan 3.500 ton merkuri per tahun. Namun, informasi ini barus sebatas survei yang dilakukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan lembaga lingkungan nonpemerintah belum dapat membuktikannya secara langsung.
”Emas yang diproduksi dari sektor PESK ini ada sekitar 80 sampai 150 ton per tahun. Hal inilah yang juga disasar dalam Undang Undang Mineral dan Batubara yang baru bahwa PESK bisa mengajukan izin dan dikenakan iuran pertambangan rakyat,” ujarnya dalam webinar terkait perkembangan kondisi penghapusan merkuri pada sektor PESK, di Jakarta, Rabu (6/10/2021).
Data tahun 2020 yang diolah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menunjukkan, hingga akhir 2020 masih ada 197 titik PESK di sejumlah wilayah di Indonesia. Dari jumlah itu, 15 titik di antaranya berada di kawasan taman nasional atau cagar alam.
Menurut Yuyun, salah satu alasan merkuri dan sinabar (batu batah merah berunsur merkuri) masih dijual bebas karena di Indonesia belum ada larangan yang tertuang dalam regulasi. Merkuri di Indonesia baru sebatas dikategorikan sebagai bahan beracun dan berbahaya (B3). Padahal, merkuri seharunya masuk dalam bahan kimia yang dilarang diperjualbelikan.
”Dalam peraturan di Indonesia juga tidak ada sanksi pidana dan hanya ada saksi administrasi. Ini membuat tidak ada efek jera bagi para penjual ataupun pemodal,” katanya.
Dalam peraturan di Indonesia juga tidak ada sanksi pidana dan hanya ada saksi administrasi. Ini membuat tidak ada efek jera bagi para penjual dan pemodal.
Dari peninjauan yang dilakukan Nexus3 Foundation, sampai kini merkuri masih mudah diperoleh di media sosial. Bahkan, akun penjual merkuri juga mencantumkan nomor telepon. Yuyun meyakini semua penjual tersebut berstatus ilegal. Ia pun menyayangkan penegak hukum yang kurang optimal dalam menangkap penjual merkuri ini.
Yuyun menilai saat ini sudah ada upaya pemerintah mengatasi merkuri di sektor PESK. Namun, bila ingin mendukung PESK, pemerintah juga harus mencari tempat dengan konsentrasi emas yang mencukupi agar kegiatan penambangan bisa berkelanjutan.
”Pemerintah harus memperkuat aturan larangan penggunaan merkuri di sektor pertambangan. Penjualan merkuri secara daring juga harus diatur. Kami menunggu Kementerian Perdagangan untuk mengeluarkan peraturan untuk menindak penjual merkuri secara daring. Kami juga berharap ada sanksi pidana bagi penjual dan pemodal,” katanya.
Kepala Pusat Standardisasi Instrumen Kualitas Lingkungan Hidup (PSIKLH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Eva Betty Sinaga mengatakan, pemantauan merkuri di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1994. Berbagai pemantauan dilakukan, mulai dari pengujian merkuri di kerang hijau hingga PESK di sejumlah wilayah.
Dalam memantau merkuri di lingkungan, kata Eva, ke depan PSIKLH akan terus memperkuat kapasitas teknis. Sejumlah upaya dilakukan, di antaranya mengembangkan metode pengujian metil merkuri dan pengadaan ruang pembersih serta pengujian merkuri dalam air hujan. PSIKLH juga akan mengembangkan standar dalam pemantauan merkuri sehingga dapat dipakai oleh laboratorium daerah.
Teknologi tanpa merkuri
National Project Manager GOLD-ISMIA Baiq Dewi Krisnayanti menyatakan, teknologi pengolahan emas tanpa merkuri telah banyak tersedia di dunia. KLHK beserta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) juga telah membangun fasilitas pengolahan emas tanpa merkuri.
GOLD-ISMIA juga mengembangkan desain rekayasa detail (DED) untuk pembangunan alat berupa fixed plant, mobile plant, dan individual processing plant. Individual processing plant yang kami kembangkan ini bertujuan merangkul para petambang yang tidak memiliki modal atau batuan yang cukup banyak untuk diolah.
”Pada akhir proyek GOLD-ISMIA, kami ditargetkan untuk menghindari penggunaan merkuri sebanyak 15 ton melalui pengenalan praktik lingkungan dan teknologi terbaik serta praktik PESK yang ramah lingkungan,” ujarnya.