Pelibatan Warga Sangat Signifikan dalam Kurangi Sampah
Peningkatan kemampuan masyarakat dalam pengelolaan sampah sangat penting untuk mengurangi dan mengatasi persoalan ini sekaligus dapat meningkatkan nilai ekonomi.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah sungai di Indonesia masih mengalami polusi berat akibat limbah industri dan banyaknya sampah domestik. Peningkatan kemampuan masyarakat dalam pengelolaan sampah sangat penting untuk mengurangi dan mengatasi persoalan ini sekaligus dapat meningkatkan nilai ekonomi.
Manajer Program Kehutanan Yayasan Kehati Imanudin Utoro mengatakan, upaya pengelolaan sampah berbasis pemberdayaan masyarakat tersebut dilakukan karena timbulan sampah tidak hanya akan mengakibatkan dampak buruk bagi lingkungan, tetapi juga keanekaragaman hayati di Indonesia.
Secara tidak langsung, sampah akan mengemisikan gas rumah kaca penyebab pemanasan global. Bahkan, dari kajian Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), sampah berkontribusi sebanyak 6 persen dari gas rumah kaca. Pemanasan global ini akan menyebabkan pemutihan karang serta hilangnya habitat di pesisir dan pegunangan.
Sebagian besar masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA) dan tercecer ke sungai.
Sementara secara langsung, sampah yang tidak terkelola dengan baik akan mengganggu ekosistem dan rantai makanan. Sebab, sampah tersebut akan menyebabkan polusi udara, air, tanah, dan pada akhirnya dapat meningkatkan kematian satwa.
Pemberdayaan masyarakat dalam mengatasi permasalahan sampah di sungai salah satunya dilakukan Yayasan Kehati melalui program Revive Citarum. Pengelolaan sampah di sungai Citarum sangat penting karena Citarum merupakan salah satu sungai terkotor, tetapi memiliki peran yang signifikan dalam penyediaan sumber air utama bagi masyarakat.
”Pemerintah memang sudah melakukan upaya pemulihan melalui Citarum Harum, tetapi kami melihat pendekatannya sangat militeristik. Oleh karena itu, perlu pendekatan lain yang bisa diterima masyarakat,” ujarnya dalam diskusi bertajuk ”Pengelolaan Sampah Berbasis Pemberdayaan Masyarakat di Aliran Sungai”, Jumat (19/2/2021).
Imanudin mengatakan, Revive Citarum memiliki empat kegiatan utama, yakni pengelolaan sampah berbasis masyarakat, pembentukan forum industri peduli lingkungan, peningkatan pengetahuan industri dalam pengelolaan limbah, dan pemberian apresiasi untuk industri.
Sektor industri juga perlu dilibatkan dalam penanganan sampah di Citarum. Sebab, dari kajian Yayasan Kehati, sumber pencemaran Citarum 60 persen berasal dari limbah domestik, 30 persen dari limbah industri, dan 10 persen dari limbah peternakan dan pertanian.
Program pengelolaan sampah berbasis masyarakat di antaranya melakukan komposting dengan kapasitas 20 meter kubik sampah organik per bulan dan dilakukan di daerah yang sering terjadi banjir. Budidaya maggot juga dilakukan dengan kapasitas 3 ton sampah organik per bulan dan memberikan nilai ekonomi sebanyak Rp 4 juta-Rp 6 juta per bulan.
Selain program Revive Citarum, pengelolaan sampah berbasis pemberdayaan masyarakat di aliran sungai juga dilakukan oleh Komunitas Peduli Ciliwung (KPC) Kota Bogor sejak 2009. Koordinator KPC Kota Bogor Een Irawan Putra mengatakan, sejak 2009 hingga 2017, komunitas mengadakan kegiatan Lomba Mulung Sampah Ciliwung (LMSC) dengan melibatkan lebih dari 2.500 orang setiap tahun.
Kegiatan dari KPC kemudian dijadikan program oleh Wali Kota Bogor dengan membentuk tim satuan tugas naturalisasi Sungai Ciliwung. Program yang telah menjadi salah satu prioritas di Kota Bogor ini melibatkan langsung komunitas dan warga di 13 kelurahan yang dilalui Ciliwung.
Kegiatan naturalisasi Ciliwung yang dilakukan saat ini telah membuat sejumlah perubahan. Itu di antaranya sudah tidak ditemukannya lagi titik timbulan sampah di sempadan sungai, terbentuknya data daerah rawan bencana dan destinasi wisata baru, hingga meningkatnya program bank sampah di setiap RW.
Head of Strategic Services Waste4Change Ridho Malik mengatakan, dari data manajemen pengelolaan sampah, hanya 7,5 persen sampah di Indonesia yang di daur ulang. Sementara sebagian besar masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA) dan tercecer ke sungai.
Guna mendorong ekosistem daur ulang sampah meningkat, Ridho menilai pentingnya melengkapi dan menegakan regulasi yang sudah berlaku. Peran pemerintah juga perlu diubah dari regulator menjadi operator. Ini akan membuat sarana dan prasana terpenuhi dan jangkauan akan menjadi lebih luas.