Alat Tes Cepat Dalam Negeri Perluas Jangkauan Uji Massal
Alat tes cepat buatan dalam negeri membuka peluang perluasan kapasitas penapisan kesehatan melalui serangkaian tes massal. Keunggulan alat ini adalah waktu analisis yang lebih cepat dan harganya lebih murah.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, dan Laboratorium Hepatika berkolaborasi memproduksi alat tes cepat Covid-19. Alat ini berpotensi memperluas kapasitas penapisan kesehatan melalui tes massal. Keunggulan alat ini adalah waktu analisis yang lebih cepat dan harganya lebih murah.
Penelitian bersama untuk memproduksi alat tes cepat ini telah dilakukan sejak Maret lalu. Adapun alat tes cepat buatan yang diciptakan ketiga lembaga itu diberi nama RI-GHA.
Ketua Tim Peneliti RI-GHA Sofia Mubarika Hayana mengatakan, alat tes cepat itu telah diuji di laboratorium dengan menggunakan 40 sampel positif Covid-19 yang sudah dikonfirmasi lewat polymerase chain reaction (PCR). Hasil sensitivitasnya 98 persen positif.
Selanjutnya, pengujian spesifisitas dilakukan terhadap 100 koleksi serum, tahun 2015, dari RSUD Mataram, Nusa Tenggara Barat. Hasil uji tersebut menunjukkan 96 persen untuk Immunoglobulin M (IgM) dan 100 persen Immunglobulin G (IgG).
”Dari situ, kami sepakat bisa langsung dilepas. Untuk itu, dilakukan uji lapangan oleh tim validasi ke sejumlah rumah sakit. Uji lapangan dilakukan di sejumlah kota, yaitu Jakarta, Solo, Semarang, dan Surabaya, menggunakan 3.000 alat,” kata Mubarika di Puskesmas Mlati II, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (18/6/2020).
Puskesmas Mlati II menjadi salah satu dari 25 fasilitas kesehatan di Kabupaten Sleman yang menjadi lokasi uji coba alat tes cepat tersebut. Tes cepat menyasar sekitar 1.300 tenaga kesehatan dari sejumlah puskesmas itu. Hal ini merupakan bagian uji lapangan alat tes cepat.
Uji lapangan merupakan upaya menjamin tingkat akurasi dari alat tersebut. Hasil uji lapangan ditargetkan sudah bisa diperoleh pada pertengahan Juli.
Mubarika menyebutkan, uji lapangan mulai dilakukan awal Juni. Langkah itu merupakan upaya menjamin tingkat akurasi dari alat tersebut. Hasil uji lapangan ditargetkan sudah bisa diperoleh pada pertengahan Juli.
Mubarika menyampaikan, keunggulan alat tes cepat buatan dalam negeri itu adalah kecepatannya menganalisis dan harganya yang murah. Rata-rata waktu yang dibutuhkan alat tersebut untuk menganalisis sampel darah berkisar 10-15 menit. Adapun harga produksinya hanya Rp 50.000 per unit. Padahal, alat tes cepat yang selama ini beredar di pasaran harganya mencapai Rp 135.000 hingga Rp 450.000 per unit.
”Dengan harga murah dan dipesan juga oleh Kemenkes (Kementerian Kesehatan), harapannya nanti akan disebarkan di puskesmas-puskesmas sehingga cakupan untuk screening deteksi Covid-19 lebih luas. Ini akan terlihat sebetulnya berapa jumlah kasus populasi kita yang terinfeksi,” ujar Mubarika.
Bupati Sleman Sri Purnomo mengungkapkan, penemuan alat tes cepat buatan dalam negeri itu dapat berdampak positif dengan peningkatan kapasitas penapisan kesehatan. Harga alat tes cepat yang murah memungkinkan tes cepat acak dilakukan dalam skala besar. Harapannya, kualitas alat tes cepat itu juga dapat diandalkan dengan tingkat akurasinya yang tinggi.
”Ini (tes cepat) nanti bisa terjangkau, lebih bisa dilaksanakan di mana-mana sehingga nanti gambaran-gambaran yang ada di Indonesia bisa semakin jelas,” ujar Sri.
Selain tenaga kesehatan puskemas, RI-GHA juga akan diujikan kepada warga di Kabupaten Sleman. Tes cepat dengan metode sampling akan dilakukan ke 76 dusun di Sleman, dengan kapasitas tes sekitar 30 orang per dusun.
Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM Ova Emilia menyampaikan, penemuan alat tes cepat ini membuktikan pandemi tidak membatasi dunia akademik untuk berkreasi. Inovasi justru muncul di tengah segala keterbatasan. Inovasi itu juga muncul untuk membantu penyelesaian persoalan bersama yang saat ini dihadapi segenap masyarakat.