Batasan Pejuang Lingkungan Ditetapkan Secara Hati Hati
Oleh
Brigitta Isworo Laksmi
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS Batasan dan definisi tentang pejuang lingkungan hidup dan kriminalisasi perlu dirumuskan dengan amat hati-hati. Tujuannya agar ketentuan itu di kemudian hari jangan sampai dicabut karena tidak sejalan dengan peraturan-peraturan yang sudah ada.
Pertama perlu dirumuskan apa itu pejuang lingkungan serta batasannya. ”Terkait kriminalisasi, kan, sudah masuk di undang-undang yang lain. Ini soal impunitas. Jangan sampai dikriminalisasi di sini, tetapi dia melanggar peraturan lain,” ujar Inspektur Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ilyas Asaad seusai diskusi Walhi tentang urgensi peraturan menteri mengenai anti-SLAPP sebagai implementasi Pasal 66 UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Rabu (1/8/2018), di Jakarta.
Pasal 66 menyebutkan, setiap orang yang memperjuangkan hak lingkungan hidup yang baik dan sehat yang didasarkan pada itikad baik tidak dapat dituntut secara pidana ataupun digugat secara perdata.
Manajer Kebijakan Eksekutif Nasional Walhi Boy Jerry Even Sembiring mengatakan, pasal itu dalam penjelasannya justru direduksi. ”Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi korban dan/atau pelapor yang menempuh cara hukum akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Ini direduksi, dibatasi hanya bagi yang menempuh cara hukum,” ujarnya.
Selain itu, tidak ada satu peraturan perundangan pun yang mendefinisikan apa yang dimaksud pejuang lingkungan hidup.
”Harus ada sinergitas dengan aparat keamanan karena sering terlihat sudah ada keberpihakan dari aparat keamanan yang melakukan kekerasan,” ujar Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Walhi Khalisah Khalid.
Walhi mencatat ada 302 konflik lingkungan hidup-agraria pada 2017 dan 163 orang dikriminalisasi. Dari 13 provinsi, 182 kasus sedang ditangani.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Abdul Haris Semendawai mengatakan, perlindungan pejuang lingkungan sulit karena amat luas.