Mewaspadai ”Croup”, Manifestasi Baru Omicron pada Anak
Lonjakan Omicron telah menyebabkan komplikasi Covid-19 pada anak kecil yang sebelumnya tidak diketahui, yaitu ”croup” atau ”laringotrakeitis”, gangguan pernapasan karena virus. Kenali gejalanya untuk mencegah kefatalan.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
Lonjakan Omicron telah menyebabkan komplikasi Covid-19 pada anak kecil yang sebelumnya tidak diketahui, yaitu croup atau laringotrakeitis, gangguan pernapasan karena virus. Beberapa kasus ternyata sangat parah sehingga membutuhkan rawat inap dan dosis obat lebih banyak dibandingkan dengan croup yang disebabkan virus lain.
Gejala baru Omicron pada anak ini dilaporkan pertama kalinya dalam jurnal Pediatrics dari American Academy of Pediatrics pada 8 Maret 2022. Laporan yang ditulis dokter di Rumah Sakit Anak Boston, AS, ini didasarkan pada pengamatan terhadap 75 anak yang datang ke unit gawat darurat (UGD) rumah sakit dengan croup dan Covid-19 pada periode 1 Maret 2020 hingga 15 Januari 2022.
Beberapa kasus ternyata sangat parah, membutuhkan rawat inap dan dosis obat yang lebih banyak dibandingkan dengan croup yang disebabkan oleh virus lain. Lebih dari 80 persen gejala croup ini terjadi selama periode Omicron.
”Ada penggambaran yang sangat jelas saat Omicron menjadi varian dominan, di antaranya, kami mulai melihat peningkatan jumlah pasien croup (pada anak),” kata Ryan Brewster, penulis pertama laporan ini dari Department of General Pediatrics, Boston Children’s Hospital.
Croup yang secara medis dikenal sebagai laringotrakeitis adalah penyakit pernapasan yang umum terjadi pada bayi dan anak kecil. Hal ini ditandai dengan batuk menggonggong yang khas dan kadang-kadang sangat keras, napas menderu atau dikenal sebagai stridor.
Gejala ini biasanya terjadi ketika pilek saat infeksi virus menyebabkan peradangan dan pembengkakan di sekitar kotak suara, tenggorokan, dan saluran bronkial. Dalam kasus yang parah, termasuk beberapa yang terlihat di Boston Children’s, dapat menyebabkan penyempitan pernapasan.
Ada penggambaran yang sangat jelas saat Omicron menjadi varian dominan, di antaranya, kami mulai melihat peningkatan jumlah pasien croup (pada anak).
Brewster mengatakan, studi Covid-19 pada hewan telah menemukan bahwa strain Omicron memiliki lebih banyak ”preferensi” untuk saluran napas bagian atas daripada varian sebelumnya, yang terutama menargetkan saluran pernapasan bagian bawah. ”Ini mungkin menjelaskan munculnya croup yang tiba-tiba selama gelombang Omicron,” katanya.
Temuan studi
Sesuai dengan pola umum croup, sebagian besar anak-anak yang mengalami gejala ini saat terinfeksi Covid-19 berusia di bawah 2 tahun, dan 72 persen adalah anak laki-laki. Meskipun tidak ada anak yang meninggal, 9 dari 75 anak dengan croup terkait Covid-19 (12 persen) perlu dirawat di rumah sakit, dan empat di antaranya (44 persen, atau 5 persen dari total) memerlukan perawatan intensif.
Secara keseluruhan, 97 persen anak-anak diobati dengan deksametason. Semua dari mereka yang dirawat di rumah sakit menerima epinefrin rasemat melalui nebulizer, yang disediakan untuk kasus sedang atau berat, seperti yang dilakukan pada 29 persen anak-anak yang dirawat di UGD. Mereka yang dirawat di rumah sakit membutuhkan rata-rata enam dosis deksametason dan delapan perawatan epinefrin nebulasi untuk mengendalikan gejala.
”Sebagian besar kasus croup dapat dikelola dengan rawat jalan dengan deksametason dan perawatan pendukung,” kata Brewster. ”Tingkat rawat inap yang relatif tinggi dan dosis obat yang banyak dibutuhkan pasien croup kami menunjukkan bahwa Covid-19 dapat menyebabkan gejala yang lebih parah dibandingkan dengan virus lain. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan pilihan pengobatan terbaik untuk anak-anak ini,” katanya.
Saran untuk orangtua
Dokter yang juga epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan, croup sebenarnya banyak ditemui pada anak-anak di Indonesia karena virus-virus lain. Namun, temuan terbaru ini perlu jadi perhatian karena gejala croup yang disebabkan Covid-19 bisa lebih parah.
”Pada orang dewasa mungkin tidak terlalu parah, tetapi pada anak bisa lebih berbahaya karena organ mereka belum sempurna. Gejala khasnya memang batuk keras seperti menggonggong dan umumnya terjadi pada malam hari sehingga akan mengganggu waktu tidur anak,” katanya.
Selain batuk keras, anak yang mengalami croup suaranya serak dan napasnya terdengar keras karena adanya cairan peradangan yang menyumbat saluran napas. ”Terutama ini anak di bawah satu tahun karena anatominya belum sempurna,” katanya.
Orangtua dapat merawat anak-anak dengan croup ringan di rumah dengan duduk bersama anak sambil menghirup kabut dingin dari pelembab udara atau uap air panas. Namun, menurut Dicky, jika gejalanya sudah berat harus segera mencari pertolongan.
”Kalau anak di bawah dua tahun yang terkena Covid-19 napasnya sudah berat, terdengar seperti siulan, menandakan ada penyempitan saluran napas. Itu tanda bahaya,” katanya,
Beberapa gejala berat lain anak-anak dengan croup adalah napasnya terdengar bising (stridor) dan batuk menggonggong saat istirahat atau saat anak tenang dan tidak bergerak.
Selain itu, anak mulai kesulitan bernapas yang jelas, tulang dada atau tulang rusuk terlihat mengecil, dan perut anak bergerak lebih dari biasanya saat mengambil napas.
Gejala lain yang perlu diperhatikan adalah lubang hidung melebar, terjadi peningkatan kelelahan atau kantuk, bibir atau ujung jari membiru, dan demam tinggi di atas 37,7 derajat selama lebih dari tiga hari. ”Segera mencari pertolongan dokter karena croup juga bisa fatal,” katanya.
Menurut Dicky, dengan semakin banyaknya gejala baru yang dilaporkan akibat infeksi Omicron, hal ini harus jadi pengingat agar tidak menganggap enteng varian ini. ”Langkah terbaik tetap mencegah penularan, apalagi anak-anak di bawah lima tahun belum bisa divaksin,” ujarnya.