Kenaikan Suhu dan Kemenangan Donald Trump Membayangi Perundingan Iklim
Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat dikhawatirkan akan memengaruhi pendanaan iklim global.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
KOMPAS
Donald Trump Deklarasikan Kemenangan Atas Kamala Harris di pilpres AS.
JAKARTA, KOMPAS — Konferensi Perubahan Iklim di Baku, Azerbaijan, minggu depan dibayangi dengan kenaikan suhu pada 2024 yang mencapai rekor baru. Di sisi lain, situasi politik juga penuh ketidakpastian menyusul kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat.
Konferensi Perubahan Iklim (COP) ke-29 di Baku, Azerbaijan, akan dimulai pada 11 November 2024. Sejumlah perwakilan masyarakat sipil di Indonesia, yang akan menghadiri konferensi ini mengaku khawatir dengan perkembangan terbaru terpilihnya Donald Trump, dalam pemilihan presiden Amerika Serikat.
JUMARTO YULIANUS
Aliansi Peduli Krisis Iklim Indonesia melakukan Pawai Peduli Krisis Iklim di Jakarta, Sabtu (26/10/2019).
Eka Melisa, Direktur Perubahan Iklim dari Kemitraan, dalam diskusi di Jakarta pada Jumat (8/11/2024) mengatakan, kemenangan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat dipastikan akan berdampak pada kebijakan pendanaan iklim global. Dalam masa kepemimpinannya pada 2017-2021, Trump telah membawa AS keluar dari komitmen Persetujuan Paris (Paris Agreement). Trump sendiri dalam berbagai kesempatan menyatakan tidak percaya dengan perubahan iklim.
Sebagaimana dilaporkan Reuters, Trump telah mengatakan bahwa ia akan menarik AS dari Persetujuan Paris 2015 pada awal masa jabatan keduanya sebagai presiden. Bahkan, para penasihat kebijakannya telah mengusulkan untuk mengeluarkan AS dari Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) yang diratifikasi oleh Senat AS pada tahun 1992.
Melihat perkembangan ini, menurut Eka, Indonesia perlu mempertimbangkan peran negara-negara yang bersekutu dalam BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan), mengingat pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah menyatakan keinginan bergabung. BRICS berupaya mendorong perubahan sistem keuangan global dari dominasi negara-negara Barat saat ini.
”Kita perlu melihat konstelasi pendanaan iklim, siapa yang mendanai, bagaimana memanfaatkan jaringan ekonomi negara-negara BRICS untuk kepentingan Indonesia,” katanya.
Pendanaan Iklim
Tory Kuswardono, Direktur Eksekutif Yayasan Pikul, mengatakan, upaya mengatasi perubahan iklim dunia memerlukan biaya besar. ”Perhitungan standing committee, kebutuhan pendanaan iklim global setiap tahunnya hingga 2030 mencapai 8 triliun dollar AS,” kata Tory.
Perhitungan baru ini menggantikan target 100 miliar dollar AS per tahun yang dicanangkan dalam COP15 di Kopenhagen pada 2009. ”Estimasi ini menunjukkan jumlah yang semakin besar dan terus-menerus membesar,” kata Tory.
Pendanaan bukan hanya mencakup mitigasi dan adaptasi iklim, tetapi juga dampak dari kehilangan dan kerusakan (loss and damage) terhadap aset sumber daya alam dan perlindungan alam/keanekaragaman hayati, yang semakin meningkat seiring dengan menguatnya pemanasan global.
Tory mengingatkan, di tengah menguatnya kebutuhan pendanaan, setiap negara perlu lebih kritis terhadap dana-dana investasi yang merusak alam. Mengacu laporan Program Lingkungan PBB (UNEP) pada 2003, investasi untuk proyek-proyek berbasis alam (nature-based solutions) hanya sebesar 200 juta dollar AS, dibandingkan investasi dana publik dan swasta 7 triliun dollar AS yang merusak alam dan keanekaragaman hayati.
Suhu global diperkirakan bakal memanas lebih dari 2,7 derajat celsius di akhir abad ini.
Dana itu digunakan, antara lain, untuk pembangunan pembangkit listrik berbahan baku fosil dan emisi akibat perang Ukraina dan konflik berat Israel-Palestina. Dana dalam laporan itu bahkan belum memperhitungkan kerusakan yang ditimbulkan akibat perusakan lingkungan dan dampaknya terhadap masyarakat lokal dan hak asasi manusia.
Penurunan emisi
Menurut Tory, COP ke-29 kali ini juga akan fokus membahas peningkatan kontribusi penurunan emisi yang ditentukan secara nasional (NDC). ”Berdasarkan perhitungan saat ini, target Persetujuan Paris untuk membatasi kenaikan suhu Bumi di 1,5 derajat celsius tidak akan tercapai, sehingga negara-negara yang meratifikasinya perlu memastikan NDC masing-masing sesuai dengan target atau memperbarui dengan target baru yang lebih agresif,” kata Tory.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Makam desa yang telah dikepung laut di Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, 16 Mei 2023.
Laporan terbaru dari Layanan Perubahan Iklim Copernicus (European Copernicus Climate Change Service/C3S) Uni Eropa, yang dikeluarkan pada Kamis (7/11/2024), menyebutkan, setelah 10 bulan di tahun 2024, kini hampir dapat dipastikan bahwa tahun 2024 akan menjadi tahun terhangat yang pernah tercatat. Suhu global diproyeksikan bakal mencapai 1,55 derajat celsius lebih hangat daripada tingkat praindustri, menjadi penanda baru terlewatinya ambang batas 1,5 derajat celsius yang disepakati Persetujuan Paris.
Sementara itu, Buletin Gas Rumah Kaca tahunan WMO (Organisasi Meterologi Dunia) yang dikeluarkan akhir Oktober 2024 lalu menyebutkan, tingkat gas rumah kaca kembali melonjak ke rekor baru. Hal ini dipastikan akan menyebabkan planet ini mengalami peningkatan suhu lebih ekstrem di tahun-tahun mendatang, apalagi penyerapan karbon oleh hutan yang juga berkurang akibat kebakaran. Suhu global diperkirakan bakal memanas lebih 2,7 derajat celsius di akhir abad ini.
Menurut Nadia Hadad, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Indonesia saat ini tengah dalam proses mengirimkan kembali dokumen NDC kedua. Dalam NDC terakhir (2022), Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 915 juta ton setara CO2 atau 31,89 persen dari total proyeksi emisi karbon pada 2030. Jika mendapatkan dukungan dan kerja sama internasional, komitmen Indonesia akan ditingkatkan menjadi 1.240 juta ton setara CO2 atau 43,2 persen dari total proyeksi emisi pada 2030.
Dokumen NDC tersebut telah disiapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di pemerintahan sebelumnya, dan perlu diserahkan dengan tenggat akhir tahun 2024. Nadia mengatakan belum mengetahui persis isi dokumen tersebut, tetapi ia berharap NDC kedua punya pemihakan yang tegas terhadap masyarakat rentan.
”Sebanyak 64 organisasi telah mengirimkan masukan kepada pemerintah untuk mendefinisikan masyarakat rentan dalam NDC kedua,” kata Nadia.
Definisi masyarakat rentan yang di dalamnya termasuk masyarakat adat, perempuan, anak-anak, petani, nelayan, dan kelompok disabilitas perlu disebutkan secara eksplisit. ”Ini penting agar implikasinya jelas pada kebijakan-kebijakan turunannya,” katanya.