Puluhan pestisida dikaitkan dengan insiden kanker prostat dan petani menjadi kelompok yang berisiko.
Oleh
AHMAD ARIF
·2 menit baca
KOMPAS/SRI REJEKI
Para buruh tani menyemprotkan pestisida pada tanaman kentang di Desa Lingga Julu, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu.
JAKARTA, KOMPAS — Para peneliti telah mengidentifikasi 22 pestisida yang secara konsisten terkait dengan kejadian kanker prostat. Hasil studi ini menunjukkan adanya hubungan potensial antara pestisida tertentu dan peningkatan insiden dan kematian akibat kanker prostat.
Penelitian tersebut diterbitkan di jurnal Cancer pada Selasa (5/11/2024), dengan penulis pertama, Simon John Christoph Soerensen, dari Department of Urology, Stanford University School of Medicine, Stanford. Riset dilakukan di Amerika Serikat.
Soerensen dan tim menggunakan regresi linier untuk menganalisis asosiasi antara penggunaan tahunan 295 pestisida berbeda dan tingkat kejadian dan kematian kanker prostat di AS. Data dianalisis dalam dua kelompok, yaitu penggunaan pestisida tahun 1997–2001 dengan hasil tahun 2011–2015 dan penggunaan tahun 2002–2006 dengan hasil tahun 2016–2020.
Sebanyak 22 pestisida menunjukkan asosiasi langsung yang konsisten dengan kejadian kanker prostat di kedua kelompok. Di antara 22 pestisida yang menunjukkan hubungan langsung yang konsisten dengan kejadian kanker prostat di kedua analisis berbasis waktu, ada tiga yang sebelumnya telah dikaitkan dengan kanker prostat, termasuk 2,4D, salah satu pestisida yang paling sering digunakan di AS. Ke-19 kandidat pestisida lain yang sebelumnya tidak dikaitkan dengan kanker prostat mencakup 10 herbisida, beberapa fungisida dan insektisida, serta fumigan tanah.
Empat pestisida yang dikaitkan dengan insiden kanker prostat juga dikaitkan dengan kematian lebih tinggi akibat kanker prostat, yaitu tiga herbisida (trifluralin, kloransulam-metil, dan diflufenzopir) serta satu insektisida (tiametoksam). Hanya trifluralin yang sebelumnya telah digolongkan oleh Badan Perlindungan Lingkungan AS sebagai ”kemungkinan karsinogen manusia”. Sementara tiga lainnya dianggap ”tidak mungkin bersifat karsinogenik” atau memiliki bukti ”non-karsinogenisitas”.
”Penelitian ini menunjukkan pentingnya mempelajari paparan lingkungan, seperti penggunaan pestisida, untuk menjelaskan beberapa variasi geografis yang kita amati dalam insiden dan kematian akibat kanker prostat di seluruh Amerika Serikat,” kata Soerensen.
Dengan memanfaatkan temuan ini, menurut Sorensen, penelitian dapat memperbaiki data faktor risiko kanker prostat dan upaya pengurangan jumlah pria yang terkena penyakit ini.
Semakin muda
Kanker prostat termasuk jenis kanker kedua yang paling umum terjadi pada laki-laki di dunia, mengacu data American Institute for Cancer Research. Kanker prostat kebanyakan terjadi pada laki-laki usia 60 tahun ke atas, tetapi muncul tren peningkatan kasus kanker prostat pada laki-laki usia 15–40 tahun.
Di Indonesia, menurut data Global Cancer Statistics, kanker prostat menempati urutan kelima yang paling umum terjadi pada laki-laki, dengan jumlah kasus baru sebanyak 13.563 pada 2020.
Muncul tren peningkatan kasus kanker prostat pada laki-laki usia 15–40 tahun.
Terlepas dari tingginya kecenderungan kejadian kanker prostat pada laki-laki di dunia, para peneliti tidak mengetahui pasti apa penyebab kanker prostat. Meski demikian, beberapa faktor risiko telah diidentifikasi, misalnya mutasi gen, ras, dan pola diet. Temuan riset Soerensen dan tim tentang cemaran pestisida menambah daftar faktor risiko kanker prostat.
Penelitian ini juga memperkuat laporan-laporan sebelumnya mengenai keterkaitan kanker prostat, pestisida, dan petani. Misalnya, riset berbasis peninjauan terhadap 49 studi yang diterbitkan antara tahun 1993 dan 2015 oleh Camille Ragin dari Fox Chase Cancer Center di American Journal of Men’s Health yang mengungkap hubungan positif antara kanker prostat dan pestisida atau pekerjaan pertanian.