Teror Bom Batu Pijar dari Gunung Ile Lewotobi di Tengah Malam
Erupsi Gunung Api Lewotobi Laki-laki terjadi tanpa peringatan dini, warga berlarian di tengah hujan batu.

Kondisi Gunung Lewotobi Laki-laki di Flores Timur pada Rabu (5/11/2024) dari Desa Klatanlo, Kecamatan Wulanggutang. Pada Minggu (3/11/2024) tengah malam, gunung api ini erupsi tiba-tiba, tanpa peringatan dini, sehingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Hampir tengah malam, Minggu (3/11/2024), Petrus Muda Kurang (51), Kepala Desa Klatanlo, Kecamatan Wulanggutang, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, terbangun dari tidur lelap karena merasa haus. Setelah minum, dia duduk sejenak sambil merokok. Saat itu hujan gerimis dengan suara guntur dan kilat menyambar-nyambar. Tiba-tiba terdengar bunyi ledakan keras dan tanah terasa bergetar.
Ledakan keras itu membangunkan istri dan anak-anak Petrus. Mereka hendak lari keluar dari kamar tidur, tetapi dicegah Petrus.
”Saya keluar untuk melihat-lihat, pakai santer HP karena listrik tiba-tiba padam. Ternyata kamar mandi di belakang rumah sudah hancur,” katanya.
Baca juga: Tim PVMBG dan BNPB Datangi Gunung Lewotobi Laki-laki, Petakan Bahaya Erupsi
Pada saat itu, batu besar kembali menghujani dapur rumahnya, yang seketika ambruk. Petrus segera menyadari bahwa Gunung Lewotobi Laki-laki yang berjarak sekitar empat kilometer dari rumahnya tengah meletus. "Saya lihat ke dapur menyala. Lalu saya, istri dan anak-anak lari ke arah jalan aspal (Jalan Trans Flores, Maumere ke Larantuka) depan eks pabrik kopi," kata dia.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F11%2F05%2F3f2868ec-150b-4ebc-8d99-359f18c4f86c_jpg.jpg)
Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, kembali terjadi pada Senin (8/1/2024).
Petrus berlari sambil berteriak mengajak warganya berkumpul di jalan aspal dan meninggalkan desa. ”Tak ada peringatan dini sehingga warga juga tidak siap. Suasana malam itu benar-benar kacau. Orang panik berlarian menyelamatkan diri,” katanya.
Malam itu, 1.300-an jiwa warga Desa Klatanlo, desa terdekat dari puncak gunung ini, berlarian di tengah hujan batu pijar, ”Salah seorang warga saya yang sedang berlari terkena batu, kedua kakinya putus,” katanya.
Namun, Petrus dan warga desanya tak punya pilihan selain melarikan diri. Mereka yang masih tertinggal di dalam rumah juga tak aman.
Inilah ketidakpastian alam, yang di luar pemantauan kami.
”Kebanyakan korban di dalam rumah, tertimpa hujan batu yang merobohkan bangunan dan membakarnya,” katanya.
”Desa kami sekitar 4 kilometer dari puncak gunung. Selama ini tidak pernah hujan batu sampai ke desa. Saat erupsi besar pada Januari 2024 juga hanya hujan abu,” kata Petrus.

Sebanyak sembilan orang warga Desa Klatanlo meninggal akibat erupsi ini dan banyak yang terluka. "Saya belum tahu jumlah total warga yang terluka, masih di data,” kata Petrus.
Menurut Petrus, warga juga sudah menyadari risiko tinggal di dekat Ile Lewotobi. ”Tetapi, kalau ada peringatan dini untuk mengungsi, sebenarnya korban bisa dihindarkan. Kami pasti akan mengungsi kalau diperintah mengungsi, seperti juga sebelumnya. Namun, kali ini memang tidak ada peringatan, semua tiba-tiba,” katanya.
Teror bom batu pijar juga dirasakan Rosalia Onan (38), warga Desa Hokeng Jaya, yang berjarak sekitar 4,5 kilometer dari puncak Gunung Ile Lewotobi. ”Sebenarnya sejak pukul 21.00 malam itu sudah hujan dan kilat. Tetapi, kami tidak pernah mengira akan ada letusan gunung api. Kami mengira hujan biasa, karena saat ini mulai hujan,” kata Rosalia.
Baca juga: Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki, Tanggap Darurat 58 Hari
Warga Desa Hokeng, rata-rata baru terbangun dan mengungsi setelah hujan batu terjadi. ”Saya terbangun setelah mendengar ledakan seperti bom dan tanah bergetar,” katanya.
Menurut Rosalia, atap seng rumahnya berlubang karena batu-batuan panas. "Pecahan batu juga membakar kain Mama sehingga kami kasih air sampai mati,” katanya.

Suasana bangunan Asrama Emaus I yang rusak terdampak material erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki di Desa Klatanlo, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Senin (4/11/2024). Badan Pencarian dan Pertolongan atau Basarnas yang berbasis di Kabupaten Maumere menyatakan data korban meninggal akibat erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki per Senin 4 November 2024 pukul 11.51 Wita berjumlah 10 orang.
Rosalia sempat bertahan di dalam rumah bersama empat anak dan ibunya. Mereka berlindung di bawah tumpukan meja, menunggu hujan batu mereda. ”Kami tidak punya kendaraan untuk mengungsi. Jadi, sudah pasrah dan berdoa. Kami takut ke luar rumah,” katanya.
Rosalia baru mengungsi ketika hujan batu mereda. Dia dan keluarganya selamat dan rumahnya masih berdiri, sekalipun banyak mengalami kerusakan. ”Rumah kakak saya terbakar dan ada dua rumah tetangga lagi yang juga hancur,” katanya.
Sebagaimana disampaikan Petrus, Rosalia juga mempertanyakan tentang tiadanya peringatan dini. ”Kenapa setelah letusan baru berubah status Awas. Sebelumnya tidak ada pemberitahuan. Saya tahu status Lewotobi jadi Awas pagi hari, melihat FB (Facebook) penjaga gunung di sini, Kakak Bobi,” katanya.
Tidak terprediksi
Ketua Tim Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Heruningtyas Desi Purnamasari, Badan Gelogi, mengatakan, skala erupsi Gunung Lewotobi kali ini di luar kebiasaan sehingga tidak terprediksi. ”Usaha kami sudah maksimal, tetapi memang ada proporsi ketidakpastian dari alam,” katanya.
Baca juga: Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki, Saat Batu Api Jatuh Tepat di Kamar Suster Nikolin
Menurut Heruningtyas, status Gunung Ile Lewotobi baru menjadi Awas, dengan rekomendasi bahaya sekitar 7 km dari puncak baru dinaikkan bersamaan dengan letusan. ”Tetapi, ini bukan berarti kami tidak memantau Gunung Ile Lewotobi. Pengamat tidak tidur, 24 jam memantau gunung ini. Pos 24 jam tidak pernah kosong,” katanya.
Kenapa setelah letusan baru berubah status Awas. Sebelumnya tidak ada pemberitahuan.
Heruningtyas mengatakan, pada 1 November 2024, pihaknya sebenarnya sudah mendapatkan laporan tentang kenaikan gempa vulkanik di Gunung Lewotobi Laki-laki. ”Kami peroleh data kenaikan seismik, tetapi data deformasi dan SO2 tidak ada kenaikan signifikan, seperti di kenaikan aktivitas pada Januari 2024 saat status gunung ini kami naikkan Awas," katanya.

Personel Basarnas menyisir permukiman terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki di Desa Hokeng Jaya, Flores Timur, NTT, Senin (4/11/2024). Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki mengakibatkan 10 orang warga meninggal dan sebanyak 1.043 mengungsi.
Tanggal 1-2 November aktivitas gunung ini kembali. ”Kami mengasumsikan bahwa gunung ini masih seperti biasanya. Kami tidak menyangka kalau erupsinya bakal besar,” katanya.
Para petugas gunung api di PVMBG ini mengaku mengalami dilema. ”Kami juga tidak bisa sembarangan menaikkan status gunung api karena konsekuensinya harus mengevakuasi warga. Seperti saat Januari 2024, kami rekomendasikan warga zona 5 km mengungsi. Ada ribuan warga yang mengungsi, tetapi erupsinya hanya di sekitar kawah dan hujan abu di beberapa desa terdekat,” katanya.
Menurut Heruningtyas, tanggal 3 siang pihaknya ke lapangan untuk mengecek adanya terobosan asap di sebelah timur laut, tetapi hal itu lebih disebabkan kondisi hujan.
”Aliran lava lebih panas, ketemu air hujan maka lebih banyak. Kami tidak menemukan anomali visual apa pun. Kami juga sudah berencana naik ke atas untuk memastikan karena terpantau gempa dalam, yang menunjukkan ada pengisian magma, tetapi belum ada gempa permukaan,” katanya.
Baca juga: 10 Orang Tewas dan Puluhan Bangunan Terbakar akibat Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki
Hingga menjelang tengah malam pada 3 November, tiba-tiba terpantau erupsi. ”Data kami menunjukkan erupsi besar itu pukul 23.57 Wita. Saat itulah kami naikkan status Awas itu. Tetapi, kami memang kesulitan menyampaikan informasinya ke masyarakat. Saat itu hujan dan mati lampu,” katanya.
Heruningtyas mengatakan, erupsi eksplosif yang tiba-tiba dari Gunung Lewotobi Laki-laki belum pernah terjadi sepanjang pemantauannya. ”Menurut sejarah, aktivitas di Gunung Lewotobi itu efusif, aliran lava, erupsi abu. Belum pernah lontaran batu sampai sejauh ini. Ini mungkin karakter erupsi dalam periode ratusan tahun sekali, inilah ketidakpastian alam, yang di luar pemantauan kami," katanya.