Kadar Omega-3 dan Omega-6 yang Tinggi, Risiko Kanker Lebih Rendah
Penelitian terbaru mengungkap kaitan tingginya konsumsi omega-3 dan omega-6 dengan risiko kanker yang lebih rendah.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Suasana jasa pembakaran ikan segar di Pasar Senja TPI Lewoleba, Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur, Selasa (17/9/2024).
JAKARTA, KOMPAS — Kadar asam lemak omega-3 dan omega-6 yang lebih tinggi dikaitkan dengan risiko yang lebih rendah terhadap beberapa jenis kanker, termasuk kanker otak, usus besar, lambung, dan paru-paru. Temuan baru yang melibatkan lebih dari 250.000 peserta ini mengungkap potensi lemak sehat ini dalam pencegahan kanker, terlepas dari indeks massa tubuh atau gaya hidup.
Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa manfaat omega-6 sangat efektif untuk orang dewasa muda, terutama wanita. Sementara itu, manfaat omega-3 lebih menonjol pada kelompok usia tua, pada pria, dan pada perokok aktif. Hasil kajian ini membuka pintu bagi penyesuaian pola makan yang dapat membantu mengurangi risiko kanker.
Hasil penelitian dari tim University of Georgia (UGA) ini dipublikasikan dalam International Journal of Cancer edisi Oktober 2024. ”Kadar omega-3 dan omega-6 yang lebih tinggi dikaitkan dengan tingkat kanker yang lebih rendah,” kata Yuchen Zhang, penulis utama penelitian dan mahasiswa doktoral di UGA’s College of Public Health, dalam keterangan yang dirilis kampus ini pada Senin (4/11/2024).
KOMPAS/NASRUN KATINGKA
Sajian ikan bakar di salah satu warung makan khas Pangkep di Kota Jayapura, Papua, Jumat (18/10/2024).
Menurut Zhang, temuan risetnya menunjukkan pentingnya mendapatkan lebih banyak asam lemak dalam asupan makanan. Hal temuannya menunjukkan, peserta dengan kadar omega-3 yang lebih tinggi memiliki tingkat kanker usus besar, lambung, dan paru-paru yang lebih rendah, selain tingkat kanker saluran pencernaan lainnya yang lebih rendah. Sementara kadar omega-6 yang tinggi dikaitkan dengan tingkat 14 kanker yang lebih rendah, termasuk kanker otak, melanoma ganas, kandung kemih, dan lainnya.
Menurut Zhang, penelitian ini mengandalkan data dari penelitian yang dilakukan di Inggris Raya terhadap lebih dari 250.000 orang yang diteliti selama lebih dari satu dekade. Dari peserta tersebut, hampir 30.000 orang terkena beberapa bentuk kanker selama periode penelitian.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hubungan antara kadar asam lemak dan risiko terkena kanker. Namun, tidak ada penelitian yang dapat secara meyakinkan menentukan apakah asam lemak omega-3 dan omega-6 mengurangi tingkat kanker atau meningkatkan kemungkinan bertahan hidup setelah diagnosis kanker.
Data juga menunjukkan, manfaat kadar asam lemak omega-3 dan omega-6 yang tinggi tidak bergantung pada faktor risiko lain, seperti indeks massa tubuh (IMT), penggunaan alkohol, atau aktivitas fisik.
Sumber omega
Dikenal sebagai ”lemak sehat”, asam lemak omega-3 dan omega-6 sangat penting bagi kesehatan manusia. Banyak literatur sebelumnya yang menunjukkan bahwa asam lemak omega-3 dapat melindungi tubuh dari penyakit kardiovaskular.
Ada dua sumber utama asam lemak omega-3, yaitu sumber laut yang menyediakan EPA (eicosapentaenoic acid) dan DHA (docosahexaenoic acid), dan sumber makanan nabati yang menyediakan ALA (Asam Alfa Linolenat). Pangan laut yang banyak mengandung banyak omega-3 di antaranya ikan makerel, kembung, ikan teri, kerang, dan beragam boga bahari lain. Sementara sumber nabati terutama dari kacang-kacangan, seperti kedelai.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Karyawan kios Satu Hati yang menjual aneka camilan, termasuk kacang mete, di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, melayani pembeli, Kamis (4/4/2024).
Sementara itu, omega-6 banyak terdapat pada makanan berbasis kacang-kacangan, seperti tempe dan tahu, telur, alpukat, dan biji-bijian. Hingga kini masih menjadi kontroversi soal persamaan manfaat antara sumber nabati atau sumber laut. Selain itu, tidak ada konsensus tentang dosis optimal dari berbagai sumber.
Manfaat lain omega-3
Berbagai manfaat lain dari konsumsi omega-3 telah dipublikasikan, termasuk keterkaitan diet pranatal dengan risiko autisme pada anak. Penelitian di The American Journal of Clinical Nutrition pada Selasa (3/9/2024) yang ditulis Kristen Lyall dari AJ Drexel Autism Institute, Drexel University, dan tim menunjukkan, konsumsi ikan yang rendah dan penggunaan suplemen omega-3 selama kehamilan dapat dikaitkan dengan terjadinya diagnosis autisme atau sifat terkait autisme yang dilaporkan oleh orangtua.
Peserta hamil di Amerika Serikat melaporkan tidak pernah makan ikan atau mengonsumsinya kurang dari sebulan sekali selama kehamilan mereka.
”Studi kami berkontribusi pada semakin banyaknya bukti yang menunjukkan peran diet prenatal dalam hasil terkait autisme pada keturunan,” kata Lyall dan tim.
KOMPAS/MOHAMMAD HILMI FAIQ
Proses masak ikan mas arsik di Lapo Marpadotbe, Rawamangun, Jakarta Timur, April 2017.
Dalam kajian sebelumnya yang dipublikasikan di Public Health Nutrition pada Maret 2024, tim ECHO Cohort ini mengungkapkan bahwa sekitar 25 persen dari peserta hamil di Amerika Serikat melaporkan tidak pernah makan ikan atau mengonsumsinya kurang dari sebulan sekali selama kehamilan mereka. Bahkan, lebih sedikit peserta yang melaporkan mengonsumsi suplemen minyak ikan omega-3.
Peneliti ECHO Cohort, Emily Oken, dari Harvard Medical School, yang terlibat di dua penelitian ini, mengatakan, rangkaian temuan tersebut menggarisbawahi perlunya pesan kesehatan masyarakat yang lebih baik tentang pedoman konsumsi ikan bagi ibu hamil mengingat tren meningkatnya diagnosis autisme di dunia.