Proyeksi Iklim 2025, La Nina Lemah di Awal Tahun, Selebihnya Normal
Kondisi ENSO pada tahun 2025 diproyeksikan dalam kondisi normal sekalipun di awal tahun bakal terjadi La Nina lemah.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Tampak proses perbaikan tiang listrik 20 KV yang roboh diterjang angin kencang di Desa Sambungrejo, Kecamatan Sukodono, Sidoarjo, Jawa Timur, pada Senin (4/11/2024). Angin kencang menyebabkan tiga tiang listrik roboh di kawasan tersebut. Selain merusak tiang listrik, hujan disertai angin juga menyebabkan pohon roboh serta sejumlah bangunan rusak. Masyarakat diimbau untuk mengantisipasi bencana hidrometeorologi yang meningkat saat musim pancaroba.
JAKARTA, KOMPAS — La Nina lemah yang diprediksi bakal berlangsung hingga awal tahun 2025 berpotensi menambah hujan hingga 20 persen dari kondisi normal, tetapi setelahnya dalam kondisi normal. Kondisi ini bisa mendukung produktivitas tanaman pangan, tetapi juga berisiko meningkatkan ancaman bencana hidrometerologi.
Menurut laporan terbaru Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam ”Pandangan Iklim 2025”, La Nina lemah diprediksi akan berlangsung hingga awal tahun 2025. Berikutnya, kondisi ENSO (El Nino-Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) berada dalam kondisi netral sepanjang tahun 2025.
Suhu udara permukaan rata-rata bulanan di wilayah Indonesia mulai Januari sampai Desember 2025 diprediksi mengalami anomali berkisar +0.3 sampai dengan +0.6 derajat celsius pada Mei hingga Juli 2025, dengan rata-rata sebesar 0,4 derajat celcius lebih hangat. Wilayah yang perlu diwaspadai mengalami anomali suhu tinggi, antara lain, daerah-daerah di Sumatera bagian selatan, Jawa, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
”Berdasarkan kondisi dinamika atmosfer dan laut tersebut, BMKG memprediksi sebagian besar wilayah Indonesia pada tahun 2025 akan mengalami curah hujan tahunan kategori Normal dengan jumlah curah hujan tahunan berkisar 1.000-5.000 mm per tahun,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, di Jakarta, Senin (4/11/2024).
KOMPAS/AHMAD ARIF
Proyeksi iklim tahun 2025. La Nina lemah yang diprediksi bakal berlangsung hingga awal tahun 2025 berpotensi menambah hujan hingga 20 persen dari kondisi normal, tetapi setelahnya dalam kondisi normal.
Menurut Dwikorita, sebanyak 67 persen wilayah Indonesia akan berpotensi mendapatkan curah hujan tahunan lebih dari 2.500 mm per tahun atau kategori tinggi. Daerah ini meliputi sebagian besar Aceh, sebagian Sumatera Utara, sebagian besar Sumatera Barat, sebagian Riau bagian barat, sebagian Jambi, sebagian besar Bengkulu, dan sebagian Sumatera Selatan. Wilayah lain yang mengalami kondisi ini meliputi sebagian besar Kepulauan Bangka Belitung, sebagian Lampung bagian utara, sebagian Banten, sebagian Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah bagian barat, sebagian kecil Jawa Timur, sebagian besar Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi bagian tengah dan selatan, sebagian Bali, sebagian kecil Nusa Tenggara Timur, sebagian besar Kepulauan Maluku, dan sebagian besar Papua.
Curah hujan tahun 2025 yang mayoritas diprediksi hujan normal hingga di atas normal sangat cocok untuk mendukung peningkatan produktivitas tanaman pangan di wilayah sentra pangan.
Sementara itu, sebanyak 15 persen wilayah Indonesia diprediksi mengalami curah hujan di atas normal yang meliputi sebagian kecil Pulau Sumatera, sebagian kecil Kalimantan Timur bagian timur, sebagian Sulawesi bagian tengah dan utara, sebagian kecil Sulawesi Selatan, sebagian kecil Sulawesi Tenggara, sebagian kecil Nusa Tenggara Timur, sebagian kecil Kepulauan Maluku, dan sebagian Papua bagian tengah.
”Terdapat pula 1 persen wilayah Indonesia yang diprediksi mengalami hujan tahunan di bawah normal, yaitu meliputi sebagian kecil Sumatera Selatan bagian barat, sebagian kecil Nusa Tenggara Timur, sebagian kecil Maluku Utara, sebagian Papua Barat bagian utara. Namun, juga perlu diwaspadai wilayah-wilayah yang akan mengalami kondisi hari tanpa hujan yang berkepanjangan terutama di Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur,” kata Dwikorita.
Rekomendasi BMKG
Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan, dalam pandangan iklim tersebut BMKG telah menyertakan sejumlah rekomendasi umum untuk sektor-sektor terkait atau terdampak oleh fenomena iklim. Curah hujan tahun 2025 yang mayoritas diprediksi hujan normal hingga di atas normal sangat cocok untuk mendukung peningkatan produktivitas tanaman pangan di wilayah sentra pangan.
Sementara daerah sentra produksi pangan yang diprediksi mengalami hujan di bawah normal diharapkan dapat melakukan antisipasi dengan menyesuaikan pola tanam dan ketersediaan air, serta disarankan untuk memilih bibit komoditas yang lebih sesuai dengan kondisi tersebut.
KOMPAS/AGUS SUSANTO (AGS)
Buruh tani beristirahat seusai menanam benih padi varietas IR 42 yang berumur 25 hari di areal persawahan Desa Sumbereja, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
”Dengan upaya dukungan intensifikasi, seperti irigasi dan upaya pendukung lainnya, wilayah sentra produksi pangan tersebut masih berpotensi menghasilkan produktivitas tanaman pangan yang baik,” ujar Ardhasena.
Sementara itu, wilayah yang terdapat potensi jumlah curah hujan tahunan 2025 melebihi rata-rata atau di atas kondisi normalnya, menurut Ardhasena, perlu mengantisipasi potensi bencana hidrometeorologi ekstrem basah dan dampak turunannya, seperti banjir dan tanah longsor. Risiko bakal meningkat pada puncak musim hujan.
Wilayah yang berpotensi mengalami curah hujan di bawah normal juga perlu mengambil langkah antisipatif karena hal itu dapat memicu kekeringan dan dampak lanjutannya berupa kebakaran hutan dan lahan. Fenomena ini terutama bakal terjadi pada puncak musim kemarau.
”Perlu meningkatkan optimalisasi fungsi infrastruktur sumber daya air pada wilayah urban atau yang rentan terhadap banjir, seperti penyiapan sistem drainase, sistem peresapan dan tampungan air, agar secara optimal dapat mencegah terjadinya banjir,” kata Ardhasena.
Dampak La Nina
Terkait antisipasi potensi dampak La Nina lemah pada awal tahun 2025, Ardhasena mengatakan, terdapat potensi penambahan curah hujan hingga 20 persen di atas normalnya yang dapat menyebabkan peningkatan frekuensi bencana hidrometeorologi. Dengan demikian, kementerian/lembaga dan pemerintah daerah terkait perlu meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana tersebut.
Ardhasena mengatakan, risiko kekeringan dan kebakaran hutan tetap harus diperhatikan pada musim kemarau meskipun prediksi curah hujan cenderung di atas normal pada Juli-September 2025. Kewaspadaan ini tetap diperlukan mengingat data catatan bencana menunjukkan bahwa setiap tahun selalu terdapat kejadian kebakaran hutan dan lahan. Kewaspadaan juga diperlukan untuk antisipasi suhu udara yang naik pada Mei-Juli 2025.