Penetapan Anggaran Pendidikan 20 Persen Batal Mengacu pada Pendapatan Negara
Wacana mengubah acuan pemenuhan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN tidak akan dibahas Badan Anggaran DPR.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Skema penghitungan 20 persen dana pendidikan dari APBN tetap mengacu pada belanja negara. Keputusan tersebut menutup potensi penurunan besaran dana pendidikan yang dialokasikan dari APBN.
”Kami mendapatkan informasi dari Badan Anggaran DPR jika skema penghitungan 20 persen dana pendidikan dari APBN tetap mengacu pada belanja negara. Kami tentu sangat mengapresiasi keputusan tersebut karena menutup potensi penurunan besaran anggaran pendidikan yang dialokasikan dari APBN,” ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda, di Jakarta, Minggu (15/9/2024).
Huda mengutarakan, Komisi X DPR (salah satunya membidangi pendidikan) terus melobi Banggar DPR untuk tidak mengubah acuan penetapan 20 persen dana pendidikan dari belanja menjadi pendapatan.
Wacana mengubah acuan ini muncul dalam rapat Banggar DPR bersama dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu lalu. Perubahan ini untuk memastikan agar besaran dana pendidikan tidak terlalu membebani APBN. Namun, di sisi lain, perubahan tersebut akan menurunkan besaran 20 persen dana pendidikan dari APBN hingga Rp 130 triilun.
”Kami melobi ke teman-teman di Banggar, termasuk membuat diskusi publik yang dihadiri banyak tokoh untuk memberikan tekanan supaya wacana perubahan jangan sampai jadi,” ungkap Huda.
Butuh perbaikan
Kendati demikian, Huda mengingatkan perlu perbaikan mendasar pola distribusi dana pendidikan dari APBN. Berdasarkan kesimpulan Panitia Kerja Pembiayaan Pendidikan DPR RI, diketahui jika ada beberapa persoalan krusial dalam distribusi 20 persen Dana Pendidikan APBN sehingga ratusan triliun rupiah yang dikucurkan belum sepenuhnya jadi daya pengungkit optimalisasi layanan penyelenggaraan pendidikan di Tanah Air.
Selama ini proses perencanaan, implementasi, dan evaluasi mandatory spending atau belanja wajib 20 persen APBN untuk dana pendidikan tidak dilakukan secara optimal. Distribusi pembagian 20 persen dana pendidikan dari APBN menunjukkan ada indikasi sekadar untuk memenuhi batas minimal 20 persen tanpa dipikirkan mengenai hasil dan dampaknya bagi optimalisasi layanan pendidikan di Indonesia.
Panja Pembiayaan Pendidikan, lanjut Huda, juga menyimpulkan jika telah terjadi pelanggaran substantif terhadap pengunaan dana pendidikan 20 persen dari APBN untuk Transfer ke Daerah dan Desa (TKDD). Dalam proses TKDD untuk pendidikan ini, ternyata pelaksanaannya tidak pernah dievaluasi sehingga ada potensi pengunaan TKDD bukan untuk fungsi pendidikan.
”Padahal, alokasi dana pendidikan 20 persen dari APBN untuk TKDD sangat besar, bahkan lebih dari 50 persen. Ternyata pelaksanaannya tidak ada evaluasi secara khusus. Maka wajar jika layanan pendidikan di daerah juga tidak optimal,” kata Huda.
Huda menjelaskan, hasil temuan dan rekomendasi Panja Pembiayaan Pendidikan telah disampaikan kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
”Kami berharap agar hasil rekomendasi Panja Pembiayaan Pendidikan menjadi pertimbangan serius dalam perbaikan mekanisme distribusi anggaran pendidikan dari APBN ke depan. Harapannya, pemerintahan Prabowo-Gibran menjadikan rekomendasi Panja Pembiayaan Pendidikan sebagai dasar perbaikan distribusi anggaran pendidikan sehingga pemanfaatan dana pendidikan dari APBN bisa optimal,” kata Huda.
Sementara itu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim menegaskan, pihaknya berkomitmen untuk terus mengawal pelaksanaan program yang berdampak luas kepada masyarakat. Anggaran pendidikan dipastikan untuk melaksanakan program prioritas Kemendikbudristek agar layanan pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi berjalan optimal.
Pembiayaan program wajib dan prioritas yang berdampak langsung pada masyarakat, seperti Program Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K), bagi peserta didik dari keluarga tidak mampu dipastikan terpenuhi. Selain itu, tunjangan guru dan dosen, peningkatan kualitas guru, revitalisasi perguruan tinggi negeri, pembinaan perguruan tinggi swasta, hingga dukungan untuk pendidikan SMK.
Secara terpisah, Koordiantor Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Ubaid Matraji menuturkan, cara pemerintah mengalokasikan dana pendidikan diduga kuat dijalankan tanpa melihat payung besar aturan perundang-undangan pendidikan yang termaktub dalam UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Mengacu pada UU Sisdiknas, pembiayaan pendidikan kedinasan semestinya di luar jatah 20 persen. Pada praktiknya, pembiayaan pendidikan kedinasan selalu dimasukkan dalam hitungan 20 persen. ”Anggaran pendidikan harus memastikan kebutuhan prioritas pendidikan terpenuhi sesuai amanat UUD 1945 dan UU Sisdiknas. Jika dirasa kurang, bisa juga menambah lebih dari 20 persen anggaran pendidikan,” kata Ubaid.