Keyakinan Diri Anak-anak Marjinal Dukung Kesuksesan Belajar
Anak-anak marjinal berhak untuk sukses. Pendidikan jadi jalan untuk mendukung prestasi yang baik.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
Anak-anak marjinal, terutama dari keluarga miskin ataupun disabilitas dapat mengalami kerugian yang signifikan secara akademis, dengan banyak anak yang tertinggal dalam prestasi akademis. Mereka menghadapi peluang yang lebih rendah dalam menyelesaikan pendidikan menengah atau lebih tinggi dan menerima nilai yang lebih buruk dalam ujian negara.
Namun, bagi anak-anak dari keluarga miskin yang memiliki keyakinan diri kuat terhadap kemampuan akademis mereka sendiri dapat membantu mereka melawan rintangan dan mencapai keberhasilan akademis. Dalam realitasnya, banyak anak yang hidup dalam kemiskinan berprestasi di sekolah.
Tim Peneliti dari Sekolah Psikologi, Trinity College Dublin, Irlandia, seperti dikutip dari British Journal of Developmental Psychology, Jumat (13/9/2024), menawarkan wawasan baru mengenai faktor-faktor pendorong keberhasilan anak-anak dari keluarga tidak beruntung, Penelitian yang dipimpin oleh Jillian Sheehan dan Kristin Hadfield dari sekolah psikologi ini difokuskan pada ketahanan akademis anak-anak dari latar belakang berpenghasilan rendah, khususnya dalam matematika.
Ketahanan akademis anak dari keluarga tidak beruntung dinamis dan multisistemik. Hal ini dimulai dari sikap sosial emosional dan perilaku anak, dukungan orangtua, hingga sekolah bermutu.
Penelitian ini memanfaatkan data dari 1.715 anak yang berpartisipasi dalam studi longitudinal Growing Up in Ireland dan mengikuti mereka dalam tiga gelombang kumpulan data. Dari sini ditemukan bahwa remaja dari keluarga berpenghasilan rendah dengan kesulitan sosial emosional dan perilaku yang lebih rendah serta konsep diri intelektual yang kuat (keyakinan pada kemampuan akademis mereka sendiri) memiliki kinerja matematika yang lebih baik.
Selain itu, tingkat konflik orangtua-anak yang lebih rendah, harapan pendidikan orangtua yang lebih tinggi terhadap anak, dan pendidikan orangtua yang lebih tinggi juga muncul sebagai prediktor signifikan terhadap kinerja matematika yang lebih baik. Mereka juga belajar di sekolah yang berkualitas baik.
”Keberhasilan di sekolah dapat menjadi jalan utama bagi kaum muda untuk memutus siklus ketertinggalan. Dengan memahami berbagai faktor yang membentuk ketahanan akademis, kita dapat mengembangkan intervensi yang tepat sasaran untuk memberdayakan kaum muda dari latar belakang berpendapatan rendah dan meningkatkan hasil pendidikan mereka,” jelas Kristin Hadfield, asisten profesor di sekolah psikologi.
Secara khusus, lanjut Kristin, temuan dari penelitian menunjukkan bahwa strategi yang menangani keyakinan kaum muda terhadap kemampuan mereka sendiri, serta masalah emosional dan perilaku mereka, dapat menjadi penting dalam meningkatkan ketahanan akademis.
Mereka memperoleh manfaat dari penetapan tujuan untuk diri mereka sendiri.
Sementara itu, penulis utama studi Jillian Sheehan mengatakan, kenyataan pahitnya adalah bahwa prestasi akademik dalam kerangka pendidikan saat ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang jauh melampaui karakteristik internal anak. ”Penelitian kami menggarisbawahi peran penting orangtua, guru, pendidik, peneliti, dan pembuat kebijakan dalam upaya mencapai pemerataan pendidikan di negara ini,” ujar Jillian.
Menurut Jillian, temuan penelitian menawarkan wawasan berharga bagi para pembuat kebijakan, pendidik, dan keluarga saat mereka berupaya menutup kesenjangan prestasi dan mendukung semua siswa dalam mencapai potensi penuh mereka. ”Temuan ini menggarisbawahi pentingnya pendekatan multisistemik yang komprehensif untuk mendukung keberhasilan akademis kaum muda dari latar belakang yang kurang beruntung,” kata Jillian.
Semangat belajar
Keberhasilan mencapai prestasi akademik yang baik juga dapat diraih anak-anak berkebutuhan khusus (ABK). Selama lebih dari satu dekade, para peneliti dari University of Kansas, Amerika Serikat, telah menunjukkan bahwa memberikan siswa, terutama mereka yang berkebutuhan khusus, kepemilikan atas pendidikan mereka akan meningkatkan hasil belajar mereka. Hasil ini dituangkan di Teacher Education and Special Education: The Journal of the Teacher Education Division of the Council for Exceptional Children edisi tahun 2024.
Tim Kansas University Center on Developmental Disabilities baru-baru ini menyelesaikan sebuah proyek untuk menerapkan Self-Determined Learning Model of Instruction (SDLMI). Metode SDLMI merupakan pendekatan yang dapat ditanamkan dalam kelas pendidikan umum atau instruksi khusus bagi siswa penyandang disabilitas untuk memberikan siswa kepemilikan dan tekad atas pendidikan dan kehidupan mereka sendiri. Caranya, yaitu dengan membimbing mereka untuk belajar menetapkan tujuan tentang apa yang ingin mereka pelajari dan capai serta mengambil langkah-langkah untuk mencapai tujuan mereka.
Peneliti telah menerbitkan beberapa penelitian, termasuk analisis menyeluruh yang menunjukkan bahwa ketika program SDLMI mendapat dukungan guru yang kuat, hal itu tidak hanya membantu para pendidik tetapi juga memberikan hasil yang lebih baik bagi semua siswa. Para peneliti menerapkan SDLMI di 15 sekolah dan menguji dampak dari berbagai dukungan bagi guru yang menerapkan pendekatan tersebut dalam kurikulum mereka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru yang menerima instruksi tentang cara menggunakan SDLMI melalui modul daring yang disertai dengan pelatihan menerapkan SDLMI dengan lebih baik. Dan siswa dengan dan tanpa disabilitas yang menetapkan lebih banyak tujuan serta berupaya untuk mencapainya akan memperoleh hasil pendidikan yang lebih baik.
Karrie Shogren, Profesor Terkemuka Ross dan Marianna Beach untuk Pendidikan Khusus dan Direktur Pusat Disabilitas Perkembangan Universitas Kansas, menjelaskan, sekolah menengah atas dalam proyek ini mencerminkan distrik perdesaan, berpendapatan tinggi dan rendah dengan beragam siswa dan guru. Sekolah secara acak ditugaskan untuk menggunakan SDLMI di salah satu departemen inti mereka. Guru juga mendapatkan dukungan untuk menerapkannya ke dalam kurikulum mereka, baik melalui modul daring atau melalui modul dengan dukungan pelatihan tatap muka tambahan untuk guru.
”Kami dapat memastikan bahwa siswa dapat menggunakan SDLMI dalam pendidikan umum untuk menetapkan dan mencapai tujuan pembelajaran mereka. Saat mereka menetapkan tujuan, mereka lebih termotivasi. Mereka memperoleh manfaat dari penetapan tujuan untuk diri mereka sendiri,” kata Shogren.
Menurut Shogren, saat guru mendukung siswa melalui SDLMI, siswa dengan dan tanpa disabilitas dapat menetapkan tujuan berdasarkan pengetahuan tentang diri mereka sendiri. Guru dapat mendukung dan memberdayakan mereka untuk bersemangat dalam belajar. Hal ini berhasil untuk semua orang.