Mendongeng bukan hanya sekadar pengantar tidur karena dapat meningkatkan perkembangan kognitif dan emosional anak-anak.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kemampuan bercerita atau mendongeng seorang guru di tingkat pendidikan anak usia dini atau PAUD merupakan faktor penting untuk pengembangan kognitif dan emosional anak-anak. Teknik bercerita yang efektif oleh guru dapat memengaruhi berbagai aspek perkembangan anak, mulai dari keterampilan bahasa hingga empati dan kreativitas.
Pendongeng dari Academy Dongeng, Mohammad Sultoni Alkautsar, menjelaskan, mendongeng adalah metode pembelajaran yang paling mudah untuk menanamkan nilai-nilai baik kepada anak. Mendongeng dengan cara yang interaktif dan melibatkan anak-anak dalam diskusi dapat meningkatkan keterampilan bahasa mereka serta membangun rasa percaya diri.
”Menyampaikan pesan bisa dengan puisi, film, musik, dan sebagainya, tetapi yang paling sederhana adalah dengan bercerita. Usahakan selipkan nasihat baik di dalam cerita,” kata pria yang akrab disapa Kak Toni, Rabu (11/9/2024), di Jakarta.
Seorang pendongeng harus menjadi orang yang jujur kepada anak-anak.
Seorang anak dengan rasa ingin tahunya yang besar memiliki setidaknya tiga gaya belajar, yakni visual, auditori, dan kinestetik. Gaya belajar visual adalah gaya belajar yang mengutamakan penglihatan, auditori mengutamakan pendengaran, dan kinestetik mengutamakan gerak tubuh.
Oleh karena itu, seorang pendongeng harus punya kemampuan untuk menggunakan ekspresi wajah, intonasi suara, dan gerakan tubuh yang dapat meningkatkan daya tarik cerita. Metode ini tidak hanya membantu anak-anak memahami cerita secara lebih mendalam tetapi juga merangsang imajinasi mereka.
Tak hanya itu, alat peraga dongeng juga penting untuk membantu memahami isi cerita, meningkatkan kemampuan bahasa, dan menarik minat anak. Alat peraga untuk mendongeng ada banyak macamnya, seperti boneka tangan, alat tulis, peralatan rumah tangga, dan sebagainya.
”Alat peraga itu untuk menguatkan cerita, bukan untuk merusak cerita, jadi jangan pula terlalu sibuk dengan alat peraganya,” ujarnya.
Seorang pendongeng harus menjadi orang yang jujur kepada anak-anak. Jika di tengah cerita menimbulkan diskusi dengan pertanyaan anak-anak yang belum bisa dia jawab, anak tersebut harus diajak untuk berdiskusi mencari jawabannya bersama-sama.
”Kadang-kadang saat kita mendongeng ada anak yang interupsi bertanya, sebisa mungkin kita harus menjawabnya dengan jujur untuk memunculkan naratif juga di anak-anak,” kata Toni.
Guru TK Negeri Pembina Klungkung, Bali, Ni Luh Putu Jesi Agustini, mengakui, tidak semua guru bisa mendongeng dengan baik. Sering kali mereka kehabisan ide cerita, kebingungan memeragakan sebuah adegan, atau kesulitan mengatur vokal untuk membedakan karakter dalam cerita.
Selain itu, tingkat konsentrasi setiap anak-anak berbeda sehingga guru terkadang tidak bisa sepenuhnya mendongeng tetapi juga menjaga konsentrasi anak-anak agar menyimak dongeng yang sedang diceritakan.
”Kendala paling sering itu soal properti, misalnya cerita tentang kisah Timun Mas, itu agak sulit propertinya. Solusinya biasanya kami membuat media peraga dari alat bekas,” kata Ni Luh.
Direktur Guru PAUD dan Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Santi Ambarrukmi menambahkan, pemahaman dan keterampilan bercerita atau mendongeng ini penting untuk dimiliki setiap guru PAUD. Sebab, penanaman nilai luhur tentang budi pekerti dan kebangsaan bisa dimulai sejak usia dini.
Kemendikbudristek telah menyediakan pelatihan teknis mendongeng yang bisa diikuti guru PAUD untuk mengembangkan kompetensinya. Santi menegaskan, mendongeng bukan hanya kegiatan menidurkan anak, melainkan juga upaya meningkatkan perkembangan pada otak kanan anak yang, antara lain, berfungsi dalam hal psikologi, emosi, serta imajinasi.
”Dari setiap pelatihan itu, guru-guru kami minta untuk mengaplikasikannya langsung kepada anak-anak di satuan pendidikan mereka,” kata Santi.