Merawat Asa Lansia Alzheimer dengan Hati
Warga lansia pengidap alzheimer butuh pendampingan sepenuh hati agar mereka tetap bahagia dan berdaya.
Aura penuh keceriaan dari senyum dan tawa kakek-kakek dan nenek-nenek memenuhi setiap sudut ruang lantai empat Gedung Administrasi Rumah Sakit Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, pada Rabu (4/9/2024). Namun, di balik senyuman lembut dan tatapan samar mereka, ada perjuangan yang tak terlihat. Perjuangan untuk melawan alzheimer.
Keceriaan terlihat sejak mereka satu per satu berdatangan dengan sambutan hangat dari fasilitator Tenteram Senior Care, lembaga yang didedikasikan untuk meningkatkan mutu hidup para lanjut usia, dengan perhatian khusus pada penyandang demensia, termasuk alzheimer. Acara dimulai dengan sarapan bersama dengan menu bubur kacang hijau dan teh hangat sembari saling berkenalan.
Setelah perut terisi, fasilitator kemudian mengajak kakek dan nenek untuk berkumpul dalam satu lingkaran kecil serta menggerakkan anggota tubuhnya. Mereka memijat telinga, menggerakkan pergelangan tangan, hingga menggerakkan kesepuluh jari tangan mereka.
Gerakan-gerakan ini disebut senam otak. Stimulasi gerak tidak hanya bermanfaat bagi tubuh, tapi juga menjaga kesehatan otak. Olahraga ringan setiap hari bisa menjadi langkah kecil untuk mencegah demensia dan menjaga kebugaran mental, khususnya bagi warga lanjut usia atau lansia.
Tidak susah merawat lansia ini kalau semua dilakukan dengan hati.
Sekitar 15 menit berlalu, para kakek dan nenek dipersilahkan duduk untuk mendengarkan edukasi kesehatan kulit lansia bersama Mulqi Handaru Priyanto, dokter Dermatologi dan Venereologi dari RSUI. Mulqi memanggil semua peserta dengan sebutan ”kakak” untuk meningkatkan jiwa muda dalam tubuh para lansia ini.
Selain senam otak dan diskusi kesehatan, kegiatan dilanjutkan dengan makan siang bersama, karaoke menyanyikan lagu-lagu kenangan para kakek-nenek, bermain untuk melatih motorik warga lansia, seperti mengisi teka-teki silang, melukis, mewarnai, lempar bola, dan menari. Semua dilakukan untuk melatih motorik dan kesehatan mental warga lansia agar tidak mudah demensia.
”Masalah utama pada warga lansia ini, kan, sebenarnya kesepian dan tidak ada aktivitas lagi. Sekarang mereka justru kembali tersenyum bersama teman-temannya di sini, bahkan selalu menunggu hari Rabu setiap minggunya,” kata Ketua Tenteram Senior Care Velly Saafrianti.
Baca juga: Gaya Hidup Sehat Dapat Mencegah Alzheimer
Velly mengungkapkan, semua pendamping dari Tenteram Senior Care bukanlah orang-orang yang memiliki latar belakang psikologi atau kesehatan, melainkan alumni Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) angkatan 1983.
Mereka mendirikan yayasan ini sejak Maret 2024 lalu berangkat dari kekhawatiran kurangnya layanan kesehatan mental warga lansia. Namun, satu orang lansia dikenai biaya Rp 300.000 per pertemuan untuk mengikuti rangkaian kegiatan di Tenteram Senior Care.
Penting untuk diingat bahwa alzheimer tidak hanya memengaruhi kondisi penderita, tetapi juga keluarga mereka. Dukungan dari lingkungan terdekat dan layanan kesehatan seperti ini menjadi bagian integral dari perawatan yang harus diperluas.
”Tidak susah merawat lansia kalau semua dilakukan dengan hati,” ucapnya.
Fasilitas terbatas
Hal ini berbeda dengan yang dialami Joko Sumitro (39) di Balikpapan, Kalimantan Timur. Dia merawat beberapa warga lansia yang hidup menggelandang dan dijaring dinas sosial dengan fasilitas lebih terbatas, termasuk yang mengidap alzheimer, di panti Panti Jompo Bhakti Abadi Balikpapan.
Joko merupakan penerus pengurus panti setelah ayahnya berpulang pada tahun 2018. Di tengah kesibukan pribadi dan keluarga, ia akhirnya mau tak mau mempelajari berbagai penanganan penghuni panti yang berdiri sejak 1989 tersebut.
Sebagian besar penghuni panti tak terhubung dengan keluarga. Oleh karena itu, perawat sepertinya mesti hadir mengisi ruang afeksi penghuni panti. Yang ia bisa lakukan adalah meningkatkan kualitas hidup penghuni panti di masa tua dengan perhatian cukup.
Saat ia baru membuka pintu panti, seorang lelaki lanjut usia langsung memanggilnya dengan terbata-bata di atas dipan. ”Hati saya jatuh. Saya sedih,” kata warga lansia itu. Sebagai ketua yayasan sekaligus pendamping di panti, ia langsung menghampiri dan meyakinkan hati kakek berambut putih itu masih ada di tubuhnya. Joko lantas bertanya apa yang ia rasakan dan apa yang ia butuhkan.
Setelah lelaki itu merasa tenang, Joko memintanya untuk meminum air bening yang akan diantar ke kamar tersebut. Joko kemudian beralih ke ruangan lain yang dihuni tujuh perempuan lansia.
Baca juga: Kesepian Meningkatkan Risiko Penyakit Parkinson
Suasana di sana lebih ceria. Joko disambut ucapan selamat siang dan beberapa orang menanyakan kabar. Di antara mereka duduk seorang lansia di kursi roda, karib dipanggil Linda Damayanti (56), di halaman belakang.
Ia terserang stroke. Linda hanya mengulang-ulang kalimat yang sama, sangat lambat berbicara, kerap salah menyebut sesuatu, dan menangis. Dari catatan riwayat yang panti terima, Linda salah satu di antara lima penghuni panti yang diduga terserang alzheimer.
”Kami belum memeriksakan ke dokter karena tidak semua bisa kami daftarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sebagian penghuni panti tidak punya kartu tanda pengenal,” kata Joko.
Joko bercerita, mau tak mau dia harus belajar berbagai kondisi dan penyakit tua yang diderita penghuni panti. Selain mempelajari catatan kesehatan yang diberikan dinas sosial, ia juga rutin ikut pelatihan dan mencari tahu di internet.
Hal itu mesti ia lakukan karena pengelola panti hanya tiga orang. Joko bahkan harus ada di panti setiap pukul 12.00-18.00 Wita. Pada malam hari, ia bekerja sebagai sopir di sebuah perusahaan onderdil alat berat.
Khusus untuk penderita stroke dan diduga terserang alzheimer seperti Linda, panti mempekerjakan perawat yang memandikan dan mencucikan baju. Untuk kebutuhan psikologis, Joko kerap mengajak bicara mereka.
Baca juga: Orang Kesepian Memiliki Cara Berpikir yang Berbeda
Joko tak pernah menyangkal apa yang Linda katakan. Saat Kompas memotret Linda, perempuan berambut putih itu memanggil dengan melambaikan tangan lambat. Namun, ia kemudian terdiam. Beberapa saat kemudian, Linda melihat kamera yang Kompas bawa. Ia mengangguk-anggukkan kepala.
”Ma...suk... ko...ko...ran?” kata Linda. Joko kemudian menjelaskan perlahan tentang maksud Kompas datang ke panti dan mengizinkan Kompas untuk memotret.
Joko mengatakan, penghuni panti yang diduga mengidap alzheimer perlu dirawat suasana hatinya. Itu akan membuat kualitas hidupnya lebih baik. Untuk itu, ia tak pernah memaksa dan menyalahkan segala tindakan dan perkataan orang-orang tersebut.
Baginya, penghuni panti yang diduga mengidap alzheimer perlu perhatian khusus. Lantaran bantuan dari pemerintah dan donatur hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok penghuni panti, pendekatan psikologis yang paling mungkin ia berikan kepada penyandang alzheimer. ”Harus sabar dan profesional. Cuma itu yang mungkin bisa meningkatkan kualitas hidup warga lansia di sini,” kata Joko.
Merawat sampai akhir hayat
Sementara di Panti Werdha Hargo Dedali, Surabaya, Jawa Timur, sekitar 30 penghuni lansia, sebagian di antaranya mengalami demensia, ”dititipkan” kerabat. Penanggung jawab wajib menanggung biaya bulanan senilai Rp 3,5 juta-Rp 4 juta. Penghuni berasal dari Surabaya atau luar ibu kota Jatim. Penghuni memiliki keluarga atau wali yang menjadi penanggung jawab di Surabaya.
Panti ini didirikan pada 31 Januari 1987 oleh putra putri pejuang kemerdekaan di Surabaya bekerja sama dengan Kementerian Sosial, Dinas Sosial Jatim, serta Dinas Sosial Kota Surabaya dengan kapasitas 100 orang. Ada 20 pegawai dan perawat menangani penghuni. ”Penghuni di sini hidup sampai berpulang atau tergantung keluarga,” kata Ketua Yayasan Hargo Dedali, Endang Sinargianti.
Maksimal setiap 6 bulan, penghuni diperiksa kondisi kesehatannya terutama perburukan akibat demensia alzheimer. Selain itu, jika diperlukan, ada pemeriksaan kesehatan kejiwaan di Rumah Sakit Jiwa Menur Jawa Timur, sekitar 1,3 kilometer di barat laut panti werdha.
Baca juga: Memahami Peran Makanan dalam Memodifikasi Risiko Alzheimer
Pengelola menyarankan penghuni rutin dikunjungi kerabat agar penghuni tidak merasa ditinggalkan atau kesepian yang bisa memicu situasi tertekan lalu berubah emosi dan perilakunya. ”Prinsipnya, mendampingi ODD menuntut kesabaran dan kebesaran hati, apalagi mereka adalah kerabat bahkan orangtua kita,” kata Endang.
Klinik memori
Adapun di Bandung, Jawa Barat, klinik memori menjadi tumpuan harapan para pengidap alzheimer agar bisa hidup lebih lama. Misalnya, klinik memori di Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin (RSHS) Bandung yang merupakan fasilitas kesehatan bagi pasien dengan demensia atau gangguan ingatan lainnya, mulai dari stroke hingga alzheimer.
Di klinik tersebut, perawatan dilakukan secara interdisiplin dengan melakukan asesmen fungsi otak dan status mental pasien sebagai fungsi luhur. Klinik tersebut berbaur dengan berbagai layanan di Poliklinik Saraf yang berada di lantai 5 Gedung Anggrek RSHS. Pasien barunya bertambah sekitar 30 orang setiap bulannya yang sebagian besar berasal dari Jawa Barat.
Kepala Klinik Memori RSHS Paulus Anam mengatakan, delusi adalah salah satu pertanda pasien mengidap alzheimer. Namun, serangkaian tes dan analisis tetap harus dilakukan untuk memastikan pasien karena penyakit ingatan ini dapat memengaruhi kehidupan mereka.
”Kami tidak bisa sembarangan menyatakan seseorang itu pikun karena ada konsekuensi hukumnya. Orang demensia, terutama karena alzheimer, tidak bisa lagi mengambil keputusan sendiri, mulai dari bekerja, berniaga, hingga menandatangani perjanjian dan wasiat,” kata Paulus.
Baca juga: Jaga Kualitas Hidup Lansia untuk Cegah Depresi dan Demensia
Sementara para pengidap alzheimer di Indonesia mencapai lebih dari 1 juta jiwa. Sekitar 80 persen dari total orang Indonesia yang mengalami demensia disebabkan oleh alzheimer. Bahkan, angka tersebut cenderung bertambah karena semakin banyak orang warga Indonesia yang berjalan menuju usia senja.
Persebaran klinik memori menjadi langkah awal bagi masa depan penanganan alzheimer di Indonesia. Pihak RSHS telah siap dengan pengobatan alzheimer paling mutakhir dengan seluruh fasilitas yang memadai. Pengobatan ini memakai Lecanumab dan Donanemab yang berfungsi mengatasi penyakit alzheimer tipe ringan, tetapi terapi ini butuh penyaringan ketat karena harus tepat sasaran.
Menurut Paulus, RSHS sudah siap menyambut pengobatan itu. Selain memiliki peralatan yang dibutuhkan, seperti PET Scan hingga MRI 3 Tesla, para petugas juga bisa memeriksa pasien dengan indikator yang dibutuhkan untuk menentukan kondisi alzheimer yang dialami pasien.