Apa yang Terjadi pada Orang dengan Alzheimer?
Risiko alzheimer di Indonesia semakin besar. Namun, pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan penyakit ini masih minim.
Beberapa informasi yang Anda akan dapatkan dari artikel ini adalah:
1. Apa itu alzheimer? Apakah sama dengan demensia?
2. Apa yang terjadi dengan orang yang terkena alzheimer?
3. Seberapa besar beban penyakit alzheimer di Indonesia?
4. Bagaimana mencegah alzheimer?
Apa itu alzheimer? Apakah sama dengan demensia?
Jumlah orang dengan alzheimer di Indonesia diperkirakan meningkat secara signifikan seiring dengan kondisi penuaan penduduk. Usia harapan hidup yang meningkat, jumlah populasi warga lansia yang bertambah, serta faktor risiko alzheimer yang makin besar turut berkontribusi dalam meningkatkan jumlah kasus alzheimer.
Namun, sekalipun risiko alzheimer semakin besar, pengetahuan dan kesadaran warga akan penyakit ini masih minim. Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang belum sepenuhnya memahami alzheimer. Sebagian besar orang selalu mengaitkan alzheimer dengan orang yang pikun. Hal tersebut juga kerap dianggap lumrah seiring menuanya usia.
Baca juga: Alzheimer Masih Terabaikan, Banyak Kasus Tidak Terdeteksi
Ternyata persepsi masyarakat selama ini kurang tepat. Sebetulnya, yang terjadi adalah demensia, atau gejala ketika otak mengalami gangguan dalam fungsi lainnya, seperti membuat keputusan, komunikasi, perilaku, dan emosi.
Demensia merupakan istilah umum untuk menggambarkan kumpulan gejala penurunan fungsi kognitif, seperti daya ingat, emosi, pengambilan keputusan, dan fungsi otak lainnya. Dalam kondisi yang sedemikian parah, hal itu mengganggu kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari, activity daily living (ADL).
Baca juga: Alzheimer dan Demensia: Pengertian, Faktor Risiko, Pengobatan, dan Pencegahan
Adapun alzheimer adalah salah satu bentuk demensia yang paling sering terjadi. Penyakit ini secara perlahan menggerogoti memori dan kemampuan berpikir. Biasanya ini dimulai dari kehilangan daya ingat.
Alzheimer juga didefinisikan sebagai ganggunan penurunan fungsi otak yang memengaruhi daya ingat, emosi, dan perilaku lainnya, seperti pengambilan keputusan dan komunikasi. Satu dari sepuluh orang yang berusia di atas 65 tahun mengidap alzheimer. Setiap tiga detik, satu orang terdiagnosa alzheimer. Penyakit alzheimer adalah jenis demensia yang terbanyak, yakni 60-70 persen.
Apa yang terjadi dengan orang yang terkena alzheimer?
Pada tahap awal, penderita penyakit alzheimer akan mengalami gangguan daya ingat yang sifatnya ringan atau pikun, seperti lupa nama benda atau tempat, serta lupa kejadian atau isi percakapan yang belum lama terjadi. Seiring waktu, gejala tersebut akan bertambah parah.
Pada tahap lanjut, penderita penyakit alzheimer sulit bicara atau menjelaskan suatu hal, sulit untuk merencanakan sesuatu, sulit membuat keputusan, kerap terlihat bingung, serta mengalami perubahan kepribadian. Pasien penyakit alzheimer juga biasanya akan kesulitan mengenal wajah orang lain.
Baca juga: Alzheimer, Beratnya Merawat Lupa
Perlahan-lahan, semakin banyak bagian otak yang rusak, dan gejala yang timbul pun menjadi lebih parah. Semakin tua usia, semakin rentan untuk terkena penyakit ini. Demensia juga dapat disertai dengan gangguan perilaku dan kepribadian, seperti depresi, halusinasi, agitasi, dan lainnya, sehingga memperberat perawatan dan pendampingannya.
Menurut Alzheimer’s Disesase International (ADI), penyakit alzheimer pertama-tama akan menyerang sistem kerja sel otak yang berkaitan dengan memori, yakni di area hipokampus dan lobus temporalis. Hasil autopsi penderita alzheimer kerap menunjukkan adanya penumpukan protein abnormal (amyloid plaques) dan lilitan serat (neurofibrilarry atau tangles) di jaringan otak.
Baca juga: Bahaya Alzheimer Merenggut Daya Pikir Manusia
Alzheimer’s Association menjelaskan, sebagian besar pakar mempercayai dua hal ini memiliki andil besar dalam merusak sel-sel otak dengan cara memutus koneksi antarsel. Pasalnya, otak manusia tersusun dari 100 miliar sel saraf yang saling terkoneksi dan interdependen, kerusakan di satu bagian saja dapat menyebar ke bagian otak lainnya. Alzheimer lantas dapat berujung pada kematian permanen sel-sel saraf otak, bahkan hingga mengakibatkan penyusutan volume otak.
Seberapa besar beban penyakit alzheimer di Indonesia?
Berdasarkan data yang dilaporkan dari Sistem Informasi Rumah Sakit Online Kementerian Kesehatan, jumlah kasus baru alzheimer pada periode 2019-2023 untuk kasus rawat jalan 83.500 orang dan kasus rawat inap 2.400 orang.
Jumlah itu jauh dari estimasi yang dihitung oleh Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) University of Washington terhadap beban kasus penyakit bahwa jumlah kasus alzheimer di Indonesia diperkirakan mencapai 1,2 juta kasus.
Baca juga: Merawat Asa Lansia Alzheimer dengan Hati
Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Imran Pambudi, di Jakarta, Minggu (8/9/2024), mengutarakan, pengetahuan dan kesadaran warga terkait penyakit alzheimer yang masih kurang menjadi penyebab utama tingginya gap antara estimasi jumlah kasus alzheimer dan kasus terdiagnosis serta mendapatkan pengobatan. Gejala alzheimer pun masih dianggap sebagai gejala biasa pada orang lansia.
Imran menambahkan, penyebab lainnya bisa karena masih adanya stigma pada gejala yang dialami oleh orang dengan alzheimer. Gejala yang muncul pada orang dengan alzheimer hampir menyerupai gejala pada orang dengan gangguan jiwa, misalnya emosi tidak terkontrol, halusinasi, serta perubahan perilaku dan kepribadian.
Stigma terhadap penyakit tersebut membuat keluarga ataupun orang di sekitar penderita alzheimer enggan memeriksakan kondisi itu ke fasilitas kesehatan. Padahal, hal itu membuat kondisi orang dengan alzheimer bisa memburuk.
Bagaimana mencegah alzheimer?
Sebuah penelitian menunjukkan, orang berusia 65 tahun ke atas yang memiliki gaya hidup sehat bisa hidup lebih lama, yaitu 3,1 tahun lebih lama untuk wanita dan 5,7 tahun lebih lama untuk pria. Mereka juga menghabiskan lebih banyak sisa tahun mereka tanpa penyakit alzheimer.
Hasil penelitian yang diterbitkan di British Medical Journal edisi April 2022 ini dirilis oleh Rush University Medical Center, Amerika Serikat, pertengahan Mei 2022. Studi ini merupakan kerja sama Rush University dengan University of Bern dan Harvard TH Chan School of Public Health.
Baca juga: Gaya Hidup Sehat Dapat Mencegah Alzheimer
Kajian ini mengungkap lima kebiasaan sehat, yaitu pola diet mediterranean-DASH intervention for neurodegenerative delay (MIND), tetap terlibat dalam aktivitas kognitif seperti membaca dan mengerjakan teka-teki, aktif secara fisik setidaknya selama 150 menit seminggu, tidak merokok, serta membatasi penggunaan alkohol (tidak lebih dari satu gelas sehari untuk perempuan dan dua gelas sehari untuk laki-laki).
Warga lansia sehat bisa hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk itu, orang lansia perlu menerapkan gaya hidup sehat, seperti pada program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) yang dicanangkan Kementerian Kesehatan. Pembudayaan program itu dengan cek kesehatan rutin, tidak merokok, rajin berolahraga, diet seimbang, istirahat cukup, dan mengelola stres.
Baca juga: Jaga Kualitas Hidup Lansia untuk Cegah Depresi dan Demensia
Beberapa waktu lalu, Kepala Sekolah Lansia Fatmawati Yus Rusams mengutarakan, kelompok orang lansia harus memegang prinsip hidup sehat, mandiri, aktif, produktif, dan bermartabat.
”Aktivitas rutin sangat penting bagi warga lansia setelah memasuki masa pensiun. Hal ini karena kegiatan rutin dapat menjaga kesehatan fisik dan psikis mereka. Para warga lansia harus tetap bahagia di masa tua dan beraktivitas sesuai dengan hobi yang diminati,” ujar Yus Rusams.