Pastikan Pemanfaatan Anggaran Pendidikan, Bukan Mengubah Besarannya
Anggaran pendidikan 20 persen dari APBN perlu dievaluasi pemanfaatannya, bukan besarannya.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Anggaran pendidikan wajib minimal 20 persen dari APBN tidak perlu lagi diutak-atik karena secara normatif sudah final dan sebagai komitmen pemerintah mencerdaskan kehidupan bangsa. Saat ini, yang justru mendesak ialah membenahi pemanfaatan anggaran pendidikan secara efektif.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla di acara diskusi kelompok terfokus bertajuk ”Menggugat Kebijakan Anggaran Pendidikan” yang digelar Komisi X DPR dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi di Jakarta, Sabtu (7/9/2024), mengatakan, anggaran negara terbatas, sedangkan banyak kebutuhan lain yang juga prioritas dilaksanakan. Karena itu, komitmen anggaran pendidikan minimal 20 persen yang memang harus dipenuhi, harus dimanfaatkan secara efektif.
”Negara maju memprioritaskan pendidikan. Sebab, pendidikan untuk meningkatkan sumber daya manusia. Meskipun anggaran penting, yang utama bukan anggaran dulu baru bikin program, tetapi harus tahu apa yang ingin dicapai. Selain itu, orang yang mengelola pendidikan juga harus tepat. Karena itu, yang harus dilakukan bagaimana menjamin efektivitas anggaran pendidikan yang ada, bukan menggugat anggaran,” tutur Kalla.
Kalla menambahkan, Indonesia tidak perlu harus belajar dari Finlandia maupun Singapura soal pendidikan. Sebab, jumlah penduduk negara tersebut sedikit dengan pendapatan per kapita yang besar.
”Kita harus belajar dari India, China, Jepang, atau Korea Selatan. Terutama India, banyak warganya yang bisa jadi pemimpin perusahaan besar di dunia. China pun kini menjadi negara maju karena pendidikan. Jika studi banding, ya, ke negara-negara itu,” kata Kalla.
Perlu evaluasi
Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie menuturkan, setelah 21 tahun kebijakan alokasi anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN perlu dievaluasi. ”Apalagi dengan praktik yang tidak sesuai kenyataan, anggaran pendidikan sudah 20 persen, tetapi pendidikan makin mahal. Jadi, banyak sekali masalah implementasi, bukan lagi soal normatif karena sudah selesai dan ditetapkan dalam konstitusi dan undang-undang,” papar Jimly.
Jimly menegaskan, evaluasi tentang anggaran pendidikan ini berfokus pada implementasinya mengingat capaian mutu, relevansi, dan pemerataan pendidikan yang masih jauh dari harapan. ”Paling penting, mantapkan kesungguhan ideologis atau sikap dan motivasi ideologis bahwa pendidikan diutamakan,” kata Jimly.
Jimly mengatakan, perencanaan dan penganggaran pendidikan masih banyak yang belum benar. Padahal, masalah pendidikan kompleks. Untuk itu, butuh satuan tugas khusus di bawah presiden/wapres atau kementerian koordinator.
Pakar Pendidikan Komaruddin Hidayat mengatakan, ada kearifan lokal (local wisdom)yang dapat menjadi acuan dalam pengembangan pendidikan, termasuk lewat pendidikan pesantren.
”Justru para politisi dan pemerintah perlu belajar dari masyarakat. Saya dari dunia pesantren, tetapi mendapat SDM guru yang bagus sehingga mendapat pendidikan yang berkualitas dan tercerahkan. Karena itu, pemerintah perlu mengidentifikasi local wisdom dan memfasilitasi. Jangan memandang pemerintah yang paling tahu. Justru local wisdom masyarakat dalam pendidikan ini dikembangkan,” tutur Komaruddin.
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan kebudayaan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Amich Alhumami, mengatakan, anggaran 20 persen pendidikan awalnya hanya untuk memenuhi kewajiban konstitusi. Ketika komponen gaji pendidik dimasukkan, ada penambahan tunjangan profesi pendidik, implikasi ini tidak terhitung. Akibatnya, anggaran pendidikan tidak mencukupi untuk peningkatan kualitas.
”Kita harus memastikan perbaikan kualitas belanja pendidikan. Jika anggaran pendidikan tepat, semisal bisa menambah beasiswa pendidikan, dapat membantu lompatan akses pendidikan keluarga miskin. Intervensi seperti beasiswa meningkatkan akses kuliah mahasiswa miskin dan dapat dioptimalkan sehingga tidak ada keluhan uang kuliah tunggal atau UKT mahal,” kata Amich.
Evaluasi tentang anggaran pendidikan ini berfokus pada implementasinya mengingat capaian mutu, relevansi, dan pemerataan pendidikan yang masih jauh dari harapan.
Putut Hari Satyaka, Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Keuangan, mengatakan, anggaran merupakan keputusan politik bersama antara pemerintah dan DPR. ”Kami berharap, Kemendikbudristek dapat menetapkan penggunaan anggaran pendidikan sesuai standar yang ada dan distribusinya untuk menjamin mutu pendidikan nasional,” katanya.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengungkapkan bahwa Komisi X khawatir ada pemotongan APBN. Namun, pihaknya berkomitmen untuk terus mendukung alokasi anggaran pendidikan 20 persen. ”Isu anggaran 20 persen sebagaimana amanat undang-undang ini terus kami gaungkan sampai di akhir periode kami,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Suharti menyampaikan, betapa pentingnya pendidikan dalam pembangunan bangsa. Salah satu upaya yang perlu diperjuangkan adalah bagaimana pemerintah dapat lebih berpihak dalam pembiayaan program prioritas pendidikan.