Kunjungan Paus Fransiskus Pererat Tali Persaudaraan dan Kerukunan Antarumat Beragama
Kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia telah mengukir makna mendalam bagi seluruh umat beragama.
JAKARTA, KOMPAS - Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia pada 3-6 September 2024 diharapkan dapat membuka luas ruang berdialog dan mempererat tali persaudaraan antarumat beragama. Seluruh acara kunjungan Paus dapat berjalan dengan lancar berkat kerja sama dan partisipasi seluruh pihak.
Uskup Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo menyampaikan, peristiwa tersebut bukan sekadar kunjungan pemimpin negara, melainkan peristiwa iman, tanpa terkecuali bagi seluruh umat beragama. Perjumpaan Paus Fransiskus dengan Imam Besar Masjid Istiqlal dan para pemimpin umat beragama diharapkan semakin memperluas ruang berdialog dan mempererat tali persaudaraan.
”Kehadiran Paus selama 3-4 hari itu sungguh-sungguh dapat menjadi tawaran nilai kehidupan, kesederhanaan beliau, keterbukaan beliau untuk berdialog. Saya kira, saya belum pernah melihat gestur yang bersahabat sedalam itu sebelum saya melihat Bapa Suci kepalanya dicium oleh Imam Besar Nasaruddin Umar, lalu Bapa Suci mencium tangan Imam Besar Istiqlal. Rasa-rasanya, belum pernah saya melihat Paus membuat seperti itu dengan siapa pun,” tuturnya dalam konferensi pers di Katedral Jakarta, Sabtu (7/9/2024).
Perjumpaan tokoh besar tersebut di Masjid Istiqlal pada gilirannya telah memberi makna yang sangat berarti dan mendalam. Kardinal menyebut Masjid Istiqlal bukan sekadar tempat ibadah bagi umat Islam, melainkan turut menjadi rumah persaudaraan.
Ia juga berharap, Deklarasi Istiqlal yang telah ditandatangani oleh para pemimpin umat beragama itu tidak sekadar menjadi dokumen semata. Dokumen tersebut hendaknya ditindaklanjuti melalui gerakan-gerakan sesuai dengan cita-cita yang tercantum di dalamnya.
Kardinal Suharyo mewakili seluruh Panitia Penyambutan Paus mengucapkan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berpartisipasi, khususnya kepada Presiden dan Pemerintah Indonesia. Kesempatan penyambutan Paus Fransiskus di Istana Merdeka, salah satunya, menjadi bentuk keterbukaan Pemerintah Indonesia terhadap keinginan Paus.
”Yang lebih istimewa lagi, yang sangat mengharukan bagi Paus, adalah ketika Presiden menyapa Paus di Stadion Madya. Hal itu tidak terpikirkan. Saat Paus akan memimpin perayaan ekaristi, sudah ada Presiden beserta pejabat-pejabat yang lain sekadar untuk memberikan salam. Ini sungguh-sungguh sangat istimewa,” tutur Suharyo.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pihak-pihak pengamanan yang menurunkan sekitar 44.000 personel, seperti Polri, TNI, Pasukan Pengamanan Presiden, serta Kepolisian Daerah Metro Jaya. Lebih lanjut, apresiasi disampaikan Kardinal kepada kementerian-kementerian terkait, seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Agama, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Kardinal juga mengapresiasi 68 anggota panitia inti, 107 relawan inti, 800 relawan khusus, 1.044 pelayan liturgi, 50 koster, 600 orang paduan suara, 200 orang tim medis, serta tim pengamanan Gelora Bung Karno. Ia turut mengucapkan terima kasih kepada relawan Laudato Si yang telah memastikan kebersihan area GBK seusai misa akbar.
”Saya juga bertanya kepada beberapa peserta dari yang menunggu bus sampai gilirannya datang dari pukul 19.00 WIB sampai pukul 23.30 WIB, tetapi menceritakannya itu dengan ringan, dengan gembira, dengan bahagia, tidak melawan, dan tidak mencela. Itulah konsekuensinya kalau kita mau mengalami sesuatu yang sungguh-sungguh sangat mendalam,” ujar Suharyo.
Juru Bicara Panitia Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia Romo Thomas Ulun Ismoyo menyampaikan, seluruh rangkaian acara kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia berjalan dengan baik. Antusias umat Katolik dan warga dalam menyambut Paus pun tampak di setiap acara.
”Umat yang sudah tahu rute perjalanan Paus sudah menunggu di pinggir jalan. Ada beberapa yang mendapatkan sapaan dan sentuhan langsung dari Paus. Beberapa hanya bisa melambaikan tangan. Tapi, itu adalah kehadiran sosok ayah yang mengunjungi anak-anaknya. Berulang kali Paus mengungkap rasa senangnya, syukurnya, kegembiraannya, atas perjumpaan dan sambutan yang ia terima dari warga Indonesia,” katanya.
Di sisi lain, umat dari daerah yang datang ke Jakarta juga tidak mempermasalahkan saat harus berjalan kaki dan dijemput pada larut malam. Hal itu salah satunya dialami Emiliana Yulianti (62).
Seusai mengikuti misa, ia bersama dengan sejumlah umat dari Paroki Medari, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan sabar menunggu arahan dari panitia yang menyilakan rombongan meninggalkan lokasi. Setelah disilakan oleh panitia, mereka berjalan sekitar 15 menit menuju area parkir kendaraan yang berada di sekitar kawasan GBK.
Bagi Emiliana, jarak beberapa ratus meter yang ditempuhnya dengan berjalan kaki itu terasa tidak melelahkan. Sebab, perjumpaannya dengan Paus secara langsung dirasakannya sebagai anugerah tersendiri. Rombongan Paroki Medari baru meninggalkan lokasi GBK sekitar pukul 21.00 WIB. Rombongan akhirnya tiba di Paroki Medari pada Jumat (6/9/2024) pukul 05.00 WIB.
Dia merasa bersyukur dapat mengikuti rangkaian misa akbar bersama Paus Fransiskus di Stadion GBK. Momentum langka yang barangkali hanya dirasakan sekali seumur hidup itu membuatnya terasa penuh berkat.
”Berkat yang kami dapat sungguh luar biasa. Setelah mengikuti misa, ada kebahagiaan tertinggi yang mungkin saya dapatkan pada tahun ini,” ucapnya saat dihubungi dari Jakarta, Jumat.
Baca juga: Sulitnya Mewujudkan ”Laudato Si” dalam Misa Akbar Bersama Paus Fransiskus
Terpisah, Anindita Ayu Gita Coelestia (25), umat asal Jakarta, juga merasa tidak kesulitan saat harus kembali ke kediamannya seusai misa akbar. Ia bersama ibunya berjalan kaki selama sekitar 13 menit dari GBK menuju Stasiun MRT Istora Mandiri.
”Naik MRT, ya, nyaman-nyaman saja. Di luar dugaan, pertama saya pikir bakal ramai banget sampai berdesakan, ternyata enggak. Petugas di MRT juga cekatan, mereka langsung siap cek barang biar tidak ada antrean panjang sewaktu tap masuk,” tuturnya.
Menunggu bus
Namun, tak bisa dimungkiri, ada beberapa penjemputan umat yang molor dari jadwal. Akibatnya, kedatangan rombongan di daerah asal juga terlambat.
Keterlambatan itu salah satunya dialami Lusia Prih Sutiani (57), umat Paroki Katedral Kristus Raja Purwokerto, Jawa Tengah. ”Saya sampai (di Purwokerto) sekitar pukul 07.30 WIB, Jumat. Padahal, bus dijadwalkan sampai sekitar subuh,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (6/9/2024).
Berdasarkan pantauan Kompas, Kamis (5/9/2024) malam, penjemputan umat terakhir sekitar pukul 22.40 WIB. Keuskupan Purwokerto menjadi keuskupan dengan jadwal penjemputan bus paling akhir. Di sisi lain, sekitar pukul 19.30 WIB atau satu jam setelah misa selesai, rombongan umat Paroki Katedral Kristus Raja Purwokerto, Jawa Tengah, disilakan untuk meninggalkan Stadion GBK.
Garda Wardana (28), umat Paroki Katedral Kristus Raja Purwokerto, menyebutkan, rombongan umat dari Paroki Katedral Purwokerto akan langsung kembali menuju Purwokerto. Namun, seusai misa, umat diminta menunggu kedatangan bus yang akan menjemput terlebih dahulu di sekitar area GBK.
”Setelah selesai misa, kami berkumpul di halaman Stadion GBK menunggu busnya datang. Bus parkir di Cawang, Jakarta Timur, sehingga butuh waktu dari Cawang ke Senayan. Ditambah lagi, yang misa ini seluruh Indonesia, bahkan busnya ada ribuan, jadi kami harus bersabar,” katanya saat ditemui di kawasan GBK.
Selama sekitar dua jam, umat sempat terkatung-katung menantikan bus yang tidak kunjung tiba. Sebelumnya rombongan yang diminta keluar melalui Pintu 6 Stadion GBK itu berjalan sekitar 500 meter menuju kawasan Stadion Madya GBK.
Sesudah beberapa kali berpindah tempat, akhirnya bus rombongan tersebut tiba di lokasi penjemputan sekitar pukul 22.30 WIB.
Baca juga: Umat Misa Akbar Bersama Paus Fransiskus Tiba di Daerah Asal