Para peserta mayoritas mahasiswa dan mahasiswi mancanegara yang sedang menempuh pendidikan sarjana dan pascasarjana di Unesa. Mereka berasal dari, antara lain Jepang, China, Korea Selatan, Timor Leste, Vietnam, Malaysia, Myanmar, India, Pakistan, Turki, Chad, Gambia, Zimbabwe, dan Madagaskar.
”Festival bertujuan mempererat hubungan sivitas akademika Unesa yang berasal dari beragam latar belakang bangsa dan budaya,” kata Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, Pemeringkatan, Publikasi, dan Science Center Bambang Sigit Widodo.
Bambang melanjutkan, tahun ini merupakan pergelaran lintas budaya yang kedua. Festival kembali diadakan di Lapangan Rektorat dan terbuka bagi publik terutama sivitas akademika kampus untuk memperkenalkan dan menguatkan relasi lintas budaya.
Kepala Kantor Urusan Internasional Unesa Asrori menambahkan, ada 84 mahasiswa mahasiswi dari 11 negara yang sedang menempuh pendidikan sarjana, magister, dan doktoral. ”Kalau kursus singkat, peserta dari mancanegara sekitar 250-300 orang per tahun,” ujarnya.
Menurut Asrori, festival mengakomodasi dan mendorong sivitas mancanegara untuk mengenalkan juga memahami lintas budaya. Tujuannya, menguatkan relasi untuk nilai-nilai kemanusiaan, serta menghargai adanya ragam budaya.
Di festival ini, saya bisa mengenalkan budaya negeri saya dan tentunya lebih jauh mengenal budaya Indonesia dan lokal Surabaya.
Ali Abakar, mahasiswa Manajemen Pendidikan dari Chad, mengatakan, senang dapat mengenal rekan-rekannya dari negara lain. Festival juga ingin menunjukkan kekayaan budaya negerinya yang berada di Afrika Tengah itu.
”Dari acara ini, kami dapat memperkuat relasi pertemanan dan kegembiraan selama belajar di Unesa,” kata Abakar.
Senada diutarakan oleh Chit Thet Mon Khin, mahasiswi Ilmu Hukum dari Myanmar. Sudah dua tahun lebih, mahasiswi transfer dari Universitas Yangon itu tinggal di Surabaya. ”Festival tahun lalu saya juga ikut dan selalu menyenangkan terlibat di acara ini,” ujar penggemar soto ayam dan bakso ini.
Mon Khin melanjutkan, sebelum kuliah di Unesa, setiap mahasiswa dan mahasiswi perlu setahun untuk mempelajari bahasa Indonesia. Selain itu, menguasai bahasa Inggris. Penguasaan, terutama bahasa Indonesia memudahkan mereka memahami budaya dan pergaulan dengan sesama sivitas akademika.
”Di festival ini, saya bisa mengenalkan budaya negeri saya dan tentunya lebih jauh mengenal budaya Indonesia dan lokal Surabaya,” kata Mon Khin yang mendapat beasiswa dari Unesa.