Oposisi Saturnus, Saat Terbaik Mengamati “Planet Bercincin”
Saturnus akan mencapai oposisi dengan Bumi pada 8 September 2024. Ini saat terbaik untuk mengamati planet bercincin itu.
Sudah ada agenda untuk berakhir pekan? Jika belum, mengamati langit malam bisa menjadi aktivitas pilihan yang menarik. Saturnus akan mengalami oposisi pada Minggu (8/9/2024). Karena itu, Sabtu malam atau Minggu malam akan menjadi waktu terbaik untuk mengamati planet bercincin ini. Saturnus bisa diamati dari mana saja, termasuk di perkotaan sekalipun.
Oposisi Saturnus terjadi saat Matahari, Bumi, dan Saturnus akan membentuk garis lurus dengan Bumi berada di tengahnya. Posisi ini akan membuat Saturnus berada pada jarak terdekatnya dengan Bumi, sekitar 72 menit cahaya atau 1,3 miliar kilometer. Dengan demikian, Saturnus akan tampak lebih terang dibanding biasanya.
Oposisi Saturnus kali ini, seperti dikutip Earth Sky, 1 September 2024, akan terjadi pada Minggu (8/9/2024) pukul 05.00 waktu universal (UTC) atau 12.00 WIB. Karena itu, Sabtu malam atau Minggu malam adalah kesempatan terbaik untuk mengamati Saturnus tahun ini. Saturnus akan memiliki magnitudo 0,6 atau setara dengan kecerlangan bintang Hadar alias Beta Centauri yang ada di dekat rasi Layang-layang di langit selatan.
Selama oposisi ini, Saturnus akan bisa dinikmati sepanjang malam, sejak Matahari terbenam hingga Matahari terbit kembali. Berdasarkan data Time and Date, Saturnus pada Sabtu (7/9) akan terbit di ufuk timur pukul 17.51 WIB dan terbenam pada Minggu (8/9) pukul 06.00 WIB di ufuk barat.
Saat terbit, Saturnus akan sulit diamati karena posisinya yang masih rendah dan kalah terang dengan cahaya senja. Saturnus akan lebih nyaman diamati saat ketinggiannya telah mencapai 15 derajat atau setelah pukul 19.00. Pada saat itu, cahaya senja pun sudah mulai menghilang.
Walau demikian, jangan salah menatap arah langit. Pada saat Saturnus baru terbit, di arah barat juga ada planet Venus yang bersinar lebih terang. Namun, kemunculan planet yang oleh masyarakat Jawa disebut Panjer Rino jika muncul menjelang Matahari terbit atau Panjer Sore jika terlihat setelah Matahari terbenam itu tidak akan berlangsung lama. Venus tidak bisa jauh dari Matahari.
Baca juga: Kala Sang Kejora Menari-nari di Langit Senja
Seiring bertambahnya malam, Saturnus akan terus naik merayapi langit hingga berada di atas kepala sekitar tengah malam. Setelah itu, Saturnus pun akan beranjak ke peraduan hingga tenggelam di arah barat bersamaan dengan munculnya Matahari di timur.
Dunia bercincin
Kesegarisan Matahari, Bumi, dan Saturnus ini sebenarnya berlangsung tiap tahun. Konfigurasi ini terjadi sebagai akibat gerak Bumi dan Saturnus mengelilingi Matahari. Waktu yang dibutuhkan Bumi untuk satu kali memutari Matahari adalah satu tahun, sedangkan Saturnus untuk melakukan hal sama butuh 29,4 tahun Bumi.
Pergerakan kedua planet itu membuat Bumi setiap tahun harus menempuh jarak sedikit lebih jauh untuk bisa mengejar dan akhirnya melewati Saturnus. Jarak antaroposisi Saturnus ini adalah 378 hari Bumi. Dengan demikian, waktu oposisi Saturnus akan mundur dua minggu setiap tahunnya.
Jika tahun ini oposisi Saturnus terjadi pada 8 September, oposisi Saturnus pada 2023 berlangsung pada 27 Agutus. Sementara oposisi Saturnus setelah tahun ini akan terjadi pada 20 September 2025 dan 4 Oktober 2026. Oposisi Saturnus ini memberi keuntungan bagi penduduk Bumi untuk bisa mengamati Saturnus lebih baik.
Apabila memiliki teleskop atau binokuler, siapkan peralatan tersebut, terutama jika ingin melihat cincin samar Saturnus atau detail obyek lain. Namun, tanpa alat bantu pun, mengamati keindahan langit malam dengan mata telanjang tetap menyenangkan.
Manusia telah mengamati Saturnus sejak zaman prasejarah. Namun, keberadaan cincin Saturnus baru berhasil diamati manusia melalui teleskop Galilieo Galiliei tahun 1610. Perkembangan teknologi teleskop membuat citra cincin Saturnus yang semula hanya terlihat satu lapisan akhirnya pada 1950-an baru diketahui bahwa cincin itu terdiri atas tiga lapisan.
Citra terbaik pertama tentang foto cincin Saturnus baru diperoleh saat wahana Pioneer 11 milik Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional Amerika Serikat atau NASA mendekati planet itu pada 1 September 1979. Berikutnya, citra yang diambil wahana Voyager 1 dan Voyager 2, juga milik NASA, masing-masing pada 1980 dan 1981 makin melengkapi pemahaman manusia tentang cincin Saturnus yang kini diketahui memiliki tujuh lapisan utama.
Sebagian ilmuwan menyebut cincin berlapis dan terlihat jelas yang menjadi pembeda Saturnus dengan planet lain di Tata Surya itu diperkirakan terbentuk 4,5 miliar tahun lalu bersamaan dengan terbentuknya Saturnus. Namun, studi terakhir berdasarkan data yang dikumpulkan wahana Cassini dan diolah oleh NASA, Badan Antariksa Eropa (ESA), dan Badan Antariksa Italia (ASI) pada 2019 diketahui bahwa umur cincin itu baru antara 10 juta-100 juta tahun.
Baca juga: Cincin Saturnus Masih Muda dan Tak Selamanya Ada
Tak hanya itu, sebagian ilmuwan juga menduga cincin Saturnus berasal dari material debu sisa pembentukan planet. Akan tetapi, ilmuwan lain berpandangan bahwa cincin itu merupakan puing sisa kehancuran satelit alami Saturnus atau komet yang menabrak Saturnus. Serpihan yang terbentuk itu tetap mengorbit Saturnus sehingga membentuk cincin yang indah.
Dugaan bahwa cincin Saturnus berasal dari sisa-sisa kehancuran satelit Saturnus cukup beralasan mengingat planet gas raksasa ini adalah pemilik satelit alam atau bulan terbanyak di Tata Surya. Per Juni 2023, seperti dikutip dari situs NASA, Saturnus memiliki 146 bulan atau satelit alam yang mengorbit Saturnus. Jumlah itu jauh lebih banyak dibanding bulan yang dimiliki Jupiter yang per Februari 2024 mencapai 95 bulan.
Dari semua bulan yang dimiliki Saturnus, 83 satelit alam di antaranya belum memiliki nama dan hanya 13 bulan yang memiliki diameter lebih dari 50 kilometer. Beberapa bulan Saturnus juga diketahui memiliki tanda-tanda kehidupan sehingga diyakini bisa menjadi alternatif untuk menopang kehidupan di Bumi, terutama Enceladus dan Titan.
Banyaknya hal menarik dari Saturnus untuk digali itu membuat planet ini tak pernah berhenti memberi ilham dan pengetahuan baru bagi manusia. Karena itu, pengamatan Saturnus saat oposisi nanti menjadi sangat berarti.
Pengamatan
Meski oposisi Saturnus memberikan kesempatan untuk bisa mengamati planet tersebut pada waktu terbaik dan pada jarak terdekatnya dengan Bumi, tetapi jangan pernah membayangkan akan melihat Saturnus lebih besar atau terlihat cincinnya.
Dengan mata telanjang, Saturnus akan tetap tampak sebagai noktah kuning cerah di langit. Meski tidak secerlang Venus atau Jupiter, Saturnus tetap menarik untuk diamati langsung. Jika dilihat menggunakan teropong, cincin Saturnus akan tampak sebagai cakram oval yang terang, tetapi cincin itu tetap tidak akan sejelas gambaran cincin Saturnus yang diambil oleh wahana antariksa.
Untuk bisa mengamati Saturnus, tinggal siapkan fisik, baju hangat, atau makanan dan minuman untuk bisa terjaga sepanjang malam. Di sekitar Jakarta, Venus, Saturnus, dan Bulan masih mudah diamati, seperti yang terjadi pada Kamis (5/9) malam saat Venus terlihat bersandingan di ujung sabit Bulan. Namun, jika ingin meningkatkan peluang keberhasilan mengamati Saturnus, pergi ke tempat yang jauh dari cahaya perkotaan akan sangat membantu.
Apabila memiliki teleskop atau binokuler, siapkan peralatan tersebut, terutama jika ingin melihat cincin samar Saturnus atau detail obyek lain. Namun, tanpa alat bantu pun, mengamati keindahan langit malam dengan mata telanjang tetap menyenangkan.
Jika bosan, banyak obyek langit lain yang bisa diamati pada Sabtu malam atau Minggu malam. Di awal malam, selain Saturnus di ufuk timur dan Venus di ufuk barat, di atas Venus ada Bulan sabit muda. Konjungsi yang menandai fase Bulan baru terjadi pada Selasa (3/9) sehingga pada Sabtu malam usia Bulan baru mencapai lima hari.
Ada sejumlah bintang terang juga bisa disaksikan di awal malam. Jika langit di wilayah Anda gelap sempurna, maka sejumlah rasi bintang akan mudah dikenali. Dari arah barat atau yang akan tenggelam lebih dulu ke arah timur, akan bisa dilihat konstelasi Virgo, rasi timbangan Libra, sang kalajengking rasi Scorpius, rasi teko Sagittarius, hingga rasi pembawa air Aqaurius.
Sebagian rasi itu memiliki bintang terang yang mudah diamati, yaitu Spica di Virgo dan raksasa merah Antares di Scorpius yang masing-masing termasuk bintang terterang ke-16 dan ke-15 di langit malam.
Baca juga Empat ”Bumi Baru” Paling Menjanjikan di Tata Surya
Selain mereka, di awal malam juga ada bintang dan konstelasi yang menjadi ratunya langit selatan karena mudah diamati dan punya makna penting bagi masyarakat Nusantara. Rasi Crux, Salib Selatan, Layang-layang, Gubuk Penceng, atau Ikan Pari adalah penanda langit selatan yang cukup mudah dikenali.
Di dekat mereka, ada dua bintang terang yang menjadi penanda mata Wulanjar Ngirim, rasi Jawa untuk dua pasang bintang Alfa Centauri atau Rigil Kentaurus dan Beta Centuri atau Hadar. Dalam bahasa Jawa, ’lanjar’ artinya janda yang tidak memiliki anak. Sedangkan masyarakat Bugis menyebut kedua bintang ini Bintoéng balué alias bintang janda.
Alfa Centauri adalah bintang tetangga terdekat Matahari dan bintang terterang ketiga di langit malam, sedangkan Hadar adalah bintang terterang ke-11. Jadi sangat mudah menemukan dua bintang ini.
Makin malam, pemandangan langit pada Minggu dinihari akan semakin eksotis. Akan ada rasi Pisces, Aries, Taurus, dan Orion alias Lintang Waluku. Bintang-bintang terang lain pun bermunculan yang seperti Canopus, Rigel, Betelgeuse dan tentu sang raja langit malam alias Sirius, bintang terterang di langit malam. Selepas tengah malam, juga akan terbit planet Jupiter dan Mars yang membuat pemandangan langit makin ramai.
Jadi, sudah siap begadang malam Minggu nanti?